Pendidikan kata Paulo Freire adalah pendidikan yang hadap masalah. Artinya, pendidikan dianggap sebagai bagian dari jawaban permasalahan. Dengan pendidikan, diharapkan, masalah-masalah manusia bisa teratasi.
Salah satu tujuan nasional pendidikan kita adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan ini sudah tertera di UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan nasional Indonesia memang berbeda dengan sistem pendidikan lain di Barat. Pendidikan Indonesia memang dirancang untuk membentuk dan menciptakan karakter anak yang beriman dan bertakwa terlebih dahulu sebelum menjadi orang yang berilmu, cakap, dan juga demokratis.
Rumusan ini bukan konsep yang datang secara tiba-tiba. Tujuan pendidikan nasional yang tidak intelektualistis ini mengingatkan kita pada konsep pendidikan Taman Siswa yang mengutamakan pendidikan budi, pendidikan karakter.
Pemerintah saat ini khususnya kementerian baru, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah [Kemendikdasmen] sedang mengevaluasi kurikulum merdeka dan merancang bagaimana pendidikan di Indonesia akan digerakkan.
Prof. Abdul Mu’ti memiliki gagasan jitu yang diadopsi dari pemikiran Stephen Covey yang bertajuk The 7 Habits of Highly Effective People.
Banyak negara telah berhasil mengintegrasikan pendekatan seperti 7 Habits dalam sistem pendidikan mereka. Di Amerika Serikat, misalnya, beberapa sekolah telah mengadopsi The Leader in Me, program berbasis 7 Habits yang dirancang untuk mengembangkan kepemimpinan dan karakter siswa.
Hasilnya, sejumlah sekolah melaporkan adanya peningkatan dalam keterampilan sosial, akademik, dan kepemimpinan siswa. Namun, keberhasilan tersebut tidak datang dengan mudah dan memerlukan waktu serta komitmen yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan.
Krisis Karakter
Benarkah anak-anak kita saat ini mengalami krisis karakter? Data yang ditunjukkan oleh Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA), sejak Januari sampai dengan Februari 2024 jumlah kasus kekerasan terhadap anak telah mencapai 1.993.
Jumlah tersebut dapat terus meningkat, terutama jika dibandingkan dengan kasus kekerasan yang terjadi pada tahun 2023. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), sepanjang tahun 2023 terdapat 3.547 aduan kasus kekerasan terhadap anak.
Sementara menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dari Januari sampai Agustus 2023, terdapat 2.355 kasus pelanggaran terhadap pelindungan anak. Dari jumlah tersebut, 861 kasus terjadi di lingkup satuan pendidikan
Krisis karakter pada anak-anak kita ini tidak hanya terjadi pada anak di pendidikan dasar, tetapi juga di tingkatan menengah (SMP) dan tingkat atas (SMA). Beragam kasus kekerasan pada anak itu menimpa tidak hanya di rumah, tetapi juga di sekolah yang notabene menjadi tempat pendidikan bagi anak-anak kita.
Pendidikan karakter memang perlu ditekankan tidak hanya di keluarga, tetapi juga di sekolah. Sekolah dianggap sebagai institusi yang massif dan cepat dalam menanamkan pendidikan karakter pada anak.
Untuk mengatasi krisis karakter yang ada di dunia pendidikan kita, Prof Mu’ti akan menerapkan program wajib belajar 13 tahun.
Selain itu, Mendikdasmen juga akan meluncurkan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat. Ketujuh program itu diantaranya; Pertama, bangun pagi, beribadah, berolahraga, gemar belajar, makan makanan sehat dan bergizi, bermasyarakat, dan tidur cepat.
Tergantung pada Guru
7 Kebiasaan Anak Hebat Indonesia itu tidak akan efektif bila para guru tidak mendukung dan menguatkan kepada siswanya. Keberhasilan program pemerintah terutama dalam pendidikan, tergantung pada tangan guru.
Di tangan guru-guru hebat itulah, kelak masa depan pendidikan Indonesia yang cerah bertumpu. 7 Kebiasaan Anak Hebat Indonesia yang digagas oleh Prof Abdul Mu’ti adalah bagian dari langkah mendidik karakter anak-anak kita dari sekolah. Kita berharap, krisis karakter yang ada pada anak-anak kita bisa dipupus dengan 7 Kebiasaan Anak Hebat Indonesia.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Akses dan Keadilan Pendidikan
-
Krisis Iklim dan Alpanya Tata Kota Indonesia Masa Depan
-
Beban Administrasi vs Fokus pada Murid: Dilema Guru di Era Kurikulum Merdeka
-
Nasib Guru di Era Prabowo-Gibran: Akankah Janji Sejahtera Terwujud?
-
Era Emas Kebudayaan: Jejak Prestasi Jokowi dan Harapan di Tangan Prabowo
Artikel Terkait
-
Jalan Terjal Politik Ki Hajar Dewantara: Radikal Tanpa Meninggalkan Akal
-
Adab Al Ghazali Jadi Omongan, Buntut Dipakaikan Kaos Kaki oleh Asisten
-
Dari Ruang Kelas ke Panggung Politik: Peran Taman Siswa dalam Membentuk Identitas Bangsa
-
Menelisik Sosok Ki Hajar Dewantara, Pendidikan sebagai Senjata Perlawanan
-
Total Kekayaan dan Pendidikan Fahri Hamzah, Wakil Menteri Era Prabowo yang Jadi Komisaris Bank BTN!
Kolom
-
Antara Doa dan Pintu yang Tertutup: Memahami Sajak Joko Pinurbo
-
Indonesia Krisis Inovasi: Mengapa Riset Selalu Jadi Korban?
-
AI Mengguncang Dunia Seni: Kreator Sejati atau Ilusi Kecerdasan?
-
Lebaran di Tengah Gempuran Konsumerisme, ke Mana Esensi Kemenangan Sejati?
-
Jalan Terjal Politik Ki Hajar Dewantara: Radikal Tanpa Meninggalkan Akal
Terkini
-
Lezatnya Bakso Lava Aisyah, Pilihan Tepat untuk Pencinta Kuliner Pekanbaru
-
Gelar Konferensi Pers, Drama Kim Soo-hyun 'Knock-Off' Terancam Tak Tayang
-
Film Muslihat: Tipu Daya Iblis di Panti Asuhan, Siapa yang Akan Tersesat?
-
Tanpa Gustavo Almeida, Persija Jakarta Hadapi Madura United FC di Bangkalan
-
Pasar Literasi Jogja 2025: Memupuk Literasi, Menyemai Budaya Membaca