Hari pertama penayangan dua film lokal di tanggal yang sama, ‘Almarhum dan Elang’, ngasih gambaran menarik tentang selera penonton Indonesia. Yes! Film Almarhum yang bergenre horor, mencatat mencapai angka 101 ribuan penonton di hari pertama.
Sementara itu, Film Elang, yang mengusung genre action-sport dengan keberaniannya membahas isu mafia sepak bola, hanya berhasil menggaet ± 6 ribuan penonton. Hiks!
Mengejutkan sekali perbedaan raihan jumlah penontonnya. Kontras ini pun memunculkan pertanyaan: Benarkah penonton Indonesia bosan dengan film horor? Ya, selama ini banyak warganet selalu komen, “Horor lagi horor pagi. Emang nggak ada yang lain?” Fakta di lapangan, dari angka dan dominasi penonton di bioskop, terbaca jelas, komentar sangat nggak mewakili raihan angka untuk film horor ‘Almarhum’.
Gitu deh. Beberapa waktu terakhir, keluhan tentang monotonnya genre horor di bioskop tanah air sering terdengar. Banyak yang mendesak agar sineas Indonesia menghadirkan cerita baru, seperti drama, komedi, atau bahkan action-sport yang jarang disentuh. Namun, ketika akhirnya genre-genre itu muncul, hasilnya justru seringkali mengecewakan dari segi jumlah penonton. Lalu, di mana sebenarnya masalahnya? Apa yang suka koar-koar bosan film horor itu adalah netizen julid? Ups.
Jadi, Apa yang Bikin Film Almarhum Melejit?
Pertama, horor adalah genre dengan basis penonton yang solid. Film horor nggak hanya menawarkan cerita, tapi juga pengalaman ngeri. Penonton datang ke bioskop untuk merasakan ketegangan, ketakutan, bahkan adrenalin yang sulit didapatkan dari genre lain.
Belum lagi, media sosial sering memperkuat daya tarik film horor lewat cuplikan jumpscare atau review yang menggoda rasa penasaran. Terlepas Film Almarhum nggak benar-benar sempurna, tapi untuk selera penonton, nggak ada yang bisa mengendalikannya.
Kedua, film seperti ‘Elang’ menghadapi tantangan besar. Meskipun temanya menarik—membongkar mafia pengaturan skor dalam sepak bola, isu ini mungkin terlalu spesifik untuk menarik penonton awam. Yang jelas pasarnya buat penonton yang ‘bola banget’. Dalam konteks pemasaran, action-sport bukanlah genre yang mudah dijual, terutama di pasar yang lebih akrab dengan hiburan berbasis emosi seperti horor atau drama romantis.
Selain itu, promosi memegang peran penting. ‘Almarhum’ mungkin lebih berhasil menciptakan momentum lewat kampanye yang intens, sementara ‘Elang’ terasa lebih senyap. Ini terbukti dari bioskop-bioskop di sekitar tempatku tinggal nggak menayangkan film ini (mungkinkah telat tayang?). Masa sih? Ketika penonton nggak cukup terpapar informasi, film sebagus apa pun bisa luput dari perhatian.
Pada akhirnya, pilihan penonton sudah berbicara lebih lantang ketimbang keluhan. Jika angka 101 ribuan berbanding ± 6 ribuan menjadi acuan, jelas horor masih jadi favorit mayoritas. Bagi sineas, ini bisa dijadikan pelajaran untuk mau lebih berinovasi genre.
Jadi, sebelum ‘kamu’ kembali mengeluhkan film horor mendominasi layar lebar, ada baiknya kamu bertanya pada diri sendiri: Sudahkah dirimu benar-benar mendukung karya-karya di luar genre horor? Kalau cuma ngeluh doang, horor mungkin akan terus jadi "raja" di perfilman Indonesia. Yuk, dukung terus perfilman Indonesia!
Baca Juga
-
Review Film Menjelang Magrib 2, Nggak Ada Alasan Buat Dilanjutkan!
-
Kala Film The Conjuring: Last Rites, Mengemas Lebih Dalam Arti Kehilangan
-
Kala Romansa Musikal Melenggang di Busan International Film Festival
-
Panji Tengkorak: Ambisi Besar yang Tenggelam di Tengah Keadaan
-
Saat Demokrasi Politik Jadi Teater Pencitraan
Artikel Terkait
-
Review Film Almarhum, Ngerinya Mitos Selasa Kliwon
-
404 Run Run: Film Horor Komedi Thailand yang Wajib Ditonton!
-
Sinopsis Film Elang, Hadirkan Kisah di Balik Layar Sepak Bola Tanah Air
-
Film Petaka Gunung Gede: Ketika Pantangan Diabaikan, Teror Dimulai!
-
Teror Pabrik Angker dalam Film Pabrik Gula, Ih Serem!
Kolom
-
Demokrasi Bukan Sekadar Kotak Suara, Tapi Nafas Kehidupan Bangsa
-
Repot? Mempertanyakan Sikap Pemerintah pada Tuntutan Rakyat 17+8
-
Rakyat Ingin RUU Perampasan Aset, DPR Sibuk Pangkas Tunjangan
-
Polemik Bu Ana, Brave Pink, dan Simbol yang Mengalahkan Substansi
-
Lebih dari Sekadar Demo: Aksi Ibu-Ibu Ini Buktikan Aspirasi Bisa Disampaikan Tanpa Anarki!
Terkini
-
FIFA Matchday 2025: Pesta Gol Lawan China Taipei yang Sejatinya Tak Terlalu Membanggakan
-
4 Padu Padan Daily Look Minimalis ala Lia ITZY Buat Gaya OOTD Makin Modis!
-
Babak Baru Kasus Penjarahan Rumah Uya Kuya: 12 Orang Resmi Jadi Tersangka, Terancam 7 Tahun Bui!
-
Cara Membuat Miniatur AI Realistis ala Action Figure dengan Google Gemini
-
Menang dari Taiwan Tak Jadi Tolak Ukur Kekuatan Timnas Indonesia, Mengapa?