Kalau bicara soal politik, pasti ada banyak hal yang membuat kita geleng-geleng kepala. Di balik layar gemerlap kampanye dan janji-janji manis para politisi, sebenarnya ada sebuah kenyataan pahit: "Tidak ada kawan sejati, tidak ada musuh abadi." Tapi, apa maksudnya? Dan kenapa politik selalu penuh drama seperti sinetron?
Politik Itu Soal Kepentingan
Banyak yang bilang, politik itu seni untuk mencapai kekuasaan. Tapi sebenarnya, politik lebih dalam dari itu. Di dalamnya, ada permainan kepentingan.
Hari ini seseorang bisa menjadi kawan karena punya tujuan yang sama, tapi besok? Bisa saja mereka jadi musuh karena kepentingannya sudah tidak sejalan.
Sebenarnya kepentingan seperti apa yang sedang diperjuangkan? Apakah benar-benar untuk kepentingan rakyat, atau sekadar memenuhi agenda pribadi dan kelompok?
Kita sering melihat politisi yang dulunya saling sindir di media, tiba-tiba foto bersama dengan senyum lebar. Kurang lebih, seperti itulah politik.
Semua keputusan dan aliansi yang dibangun didasarkan pada "apa yang saya dapat kalau mendukung kamu?". Ini bukan soal perasaan, tapi soal strategi.
Tidak Ada Kawan Sejati, Tidak Ada Musuh Abadi
Politik itu dunia yang serba dinamis. Tak heran kalau dalam politik nggak ada istilah kawan atau lawan yang abadi. Hari ini bisa beda kubu, tapi besok bisa saling rangkul. Hal semacam ini sudah jadi hal yang lumrah di dunia politik.
Kawan dalam politik adalah orang-orang yang punya visi atau misi yang sama pada waktu tertentu. Tapi begitu visi itu berubah atau ada konflik kepentingan, hubungan itu bisa berakhir. Sebaliknya, musuh pun bisa berubah menjadi kawan kalau ada kebutuhan untuk bersatu.
Contohnya, coba lihat sejarah politik Indonesia. Berapa banyak tokoh besar yang dulunya "berperang" di depan publik, tapi akhirnya bekerja sama di pemerintahan?
Realita semacam ini tak hanya berlangsung di tanah air saja, tapi juga di seluruh negara dan penjuru dunia. Politik selalu tentang kompromi dan negosiasi.
Realita dunia politik memang tidak selalu indah. Tidak ada kawan sejati, tidak ada musuh abadi, dan itu bukan rahasia lagi.
Tapi kita sebagai rakyat harus tetap bijak. Jangan terlalu terbawa emosi dan selalu prioritaskan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Drama FOMO Buku: Ketika Literasi Jadi Ajang Pamer dan Tekanan Sosial
-
Full Day School: Solusi Pendidikan atau Beban bagi Siswa?
-
Dari Rasa Ingin Tahu hingga Kecanduan: Apa Alasan Orang Memakai Narkoba?
-
Apa yang akan Terjadi dengan Kehidupan Manusia Jika Tidak Ada Ilmu Fisika?
-
Sistem Ranking di Sekolah: Memotivasi Atau Justru Merusak Mental Siswa?
Artikel Terkait
-
Wacana Amnesti untuk Tahan Politik: Solusi atau Ilusi Penyelesaian Konflik di Papua?
-
Prabowo Ingin Ibu Kota Politik di IKN, Langkah Strategis atau Potensi Tantangan Baru?
-
Dari Rival Jadi Rekan: Ironi Prabowo, Sekadar Simbol di Balik Bayang-Bayang Jokowi dan Gibran?
-
Anak Muda Indonesia dan Pesimisme: Apa yang Salah dengan Sistem Kita?
-
Polarisasi Politik: Apa Dampaknya pada Stabilitas Pemerintahan?
Kolom
-
Kamu Mau Menyerah? Coba Lihat Lagi, Bukankah Kamu Sudah Sejauh Ini?
-
Adu Jurus Purbaya VS Luhut: Polemik Utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung
-
Satu Tahun Prabowo-Gibran, Apa Kabar Pendidikan Kita?
-
Gawai, AI, dan Jerat Adiksi Digital yang Mengancam Generasi Indonesia
-
Married to the Idea: Relevankah Pernikahan untuk Generasi Sekarang?
Terkini
-
Soft sampai Edgy Style! Sontek 4 Gaya Daily OOTD ala Bang Jeemin izna
-
Silly Season 2026: Ke Mana Fabio Quartararo Akan Berlabuh?
-
Setelah Dievakuasi, Ancaman Belum Usai: Risiko Kesehatan Kontaminasi Cs-137
-
40 Hari Bolos Sekolah, Ferry Irwandi Tersentuh oleh Kesabaran Sang Guru!
-
Bingung Cara 'Styling' Biar Gak Gitu-gitu Aja? Ini 9 Aturan Main Buat Pemula