Dunia rekrutmen kerja memang banyak misteri, namun ia menjadi incaran banyak orang agar bisa bertahan hidup. Rekrutmen kerja tak sesederhana mencari jodoh di aplikasi kencan.
Ada kalanya kita seperti Indiana Jones yang berburu artefak di tengah hutan informasi. Namun, di balik semua itu, ada satu hal yang tak luput dari perhatian, yakni biaya administrasi.
Mari kita mulai dengan pertanyaan filosofis, sebenarnya biaya administrasi itu tujuannya apa sih? Oke, mari kita terima alasan dengan lapang dada.
Tak sedikit dari lowongan kerja saat ini memberikan syarat administrasi yang begitu rumit, rumit bukan karena tidak bisa diurus, melainkan karena harus mengeluarkan duit yang cukup banyak.
Memang tak bisa dipungkiri, kalau dalam dunia kerja selalu terselip unsur politik dan bahkan dijadikan tempat berbisnis. Dengan kondisi seperti ini, justru membuat dilematis kepada para pencari kerja.
Bagaimana tidak? Di saat mereka yang kesusahan mencari pekerjaan, pada saat mendapatkan lowongan kerja malah dibebankan dengan biaya administrasi yang cukup tinggi. Ini orang baru mau mencari kerja bos, tidak ada juga jaminan akan lulus kan, kenapa malah dibebankan biaya administrasi dengan biaya yang cukup gede?
Salah satu contoh kecilnya, dari program Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) Badan Gizi Nasional Tahun Anggaran 2025.
Dengan program ini, para lulusan nantinya akan diarahkan menjadi ASN dan ditempatkan sebagai Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh Indonesia di bawah Badan Gizi Nasional.
Perlu diingat bahwa ini hanyalah sampel, dan mungkin banyak yang seperti ini dengan banyaknya syarat administrasi yang diperlukan. Sebenarnya, program ini dibuka dan diumumkan secara gratis kepada publik. Hal itu memang sesuai dengan persyaratan yang tertera.
Tetapi, secara fakta, rekrutmen ini mempersyaratkan administrasi yang diperoleh secara tak gratis. Di antara syarat administrasinya, yakni surat keterangan sehat jasmani dan rohani, surat bebas narkoba, dan SKCK.
Bukan sembarangan pula, surat sehat jasmani dan rohani harus dikeluarkan di rumah sakit minimal tipe c, dan begitu pula surat bebas narkoba dibuat di kantor BNN atau rumah sakit.
Kalian tahu? Biaya administrasi untuk itu semua, surat sehat jasmani dan rohani, yakni Rp315.000, sementara surat bebas narkoba, yakni Rp150.000. Itu belum masuk biaya SKCK Rp35.000, dan biaya-biaya yang lain. Ini biaya yang ada di daerah saya, belum tahu kalau di daerah lain.
Secara fakta pendaftaran SPPI ini, dari awal harus mengurus administrasi dengan biaya lebih Rp500.000. Ini baru syarat administrasi lho, belum lagi kalau bisa masuk ke tahap berikutnya.
Yang bikin saya geleng-geleng kepala sebenarnya, pendaftaran yang baru awal memperebutkan bisa lulus administrasi, mesti dibebankan dengan biaya administrasi dengan jumlah yang tak kecil untuk orang-orang yang ekonominya kelas menengah ke bawah.
Seandainya ada jaminan sudah pasti lolos, ya mungkin tidak masalah amat jika harus mengeluarkan biaya sebesar itu, tapi masalahnya tidak ada kepastian sama sekali. Ini diibaratkan seperti orang yang berjudi, menang kalah harus bisa diterima itu semua.
Kondisi ini bisa menjadi sarang diskriminasi. Bayangkan, ada dua kandidat dengan kualifikasi yang sama. Yang satu berasal dari keluarga kaya, sementara yang lain harus berjuang mencari uang untuk bisa membayar biaya administrasi.
Apakah ini adil? Tentu tidak. Biaya administrasi bisa menjadi penghalang bagi mereka yang kurang beruntung secara finansial.
Parahnya lagi, jika dalam rekrutmen kerja tersebut, berjalan secara tak adil. Maksudnya orang lebih gampang lulus ketika memakai jalur orang dalam, bukan karena kemampuan dan kualitas pelamar, tetapi dengan jalur keluarga atau kenalan. Hal ini memang bukan hal baru kan?
Pada kondisinya mereka yang tak punya jalur orang dalam hanya akan menjadi korban, dengan biaya administrasi yang mahal ditambah pula pola rekrutmen yang tidak adil harus menimpanya.
Untuk itu, kepada pemerintah mesti memperhatikan pola rekrutmen kerja ini, selain dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh pelamar, proses seleksinya juga harus secara adil. Apalagi kalau lowongan kerja dari pemerintah bukan dari swasta.
Tentu kasihan, mereka yang baru mencari kerja dengan finansial yang tidak cukup, akan dilema saat mendaftar dengan adanya biaya administrasi yang cukup tinggi, belum lagi kalau harus memakai orang dalam pula. Sehingga anggapan mereka tidak salah yang menyatakan, “hanya buang-buang duit saja mendaftar yang seperti itu.”
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Terbaru! Begini Cara Edit PDF di Microsoft Word Tanpa Convert Ulang
-
Akurat dan Mudah, Ini 7 Aplikasi Cek Spesifikasi Ponsel Android
-
Sudah Tahu? Begini Cara Simpan Semua Tab Chrome Sekaligus Sebelum Shutdown
-
Sudah Tahu? Begini Cara Membuat Shortcut Sendiri di Windows atau Mac
-
10 Cara Mengatur HP agar Bisa Melantunkan Al-Quran Semalaman Tanpa Khawatir Baterai Rusak
Artikel Terkait
-
Bahlil Ragukan Nasionalisme Orang Indonesia yang Kerja di LN, Anies: Nggak Ada Hubungannya...
-
Menaksir Kisaran Gaji TKI di Jepang, Viral Kades Ciamis Mundur Demi Kerja di Negeri Sakura
-
Kunjungan Kerja ke Kalsel, Legislator PKS Usul SIM dan SKCK Dibuka Sabtu-Minggu
-
UKM Keripik Pisang Buka Lapangan Kerja Hingga Ekspansi ke Mancanegara
-
Kabur Aja Dulu! Ini 9 Platform Cari Kerja Luar Negeri Terpercaya Anti Tipu-tipu
Kolom
-
Malam Tanpa Layar! Seni Menjaga Kesehatan Tidur di Era Digital
-
Femisida dan Tantangan Penegakan Hukum yang Responsif Gender di Indonesia
-
Media Lokal Sudah Badai Selama 10 Tahun Terakhir dan Tak Ada yang Peduli
-
Saat Buku Tak Bisa Dibaca: Akses Literasi yang Masih Abai pada Disabilitas
-
Sama-Sama Pekerja Gig, Kok Driver Ojol Lebih Berani daripada Freelancer?
Terkini
-
Rilis Teaser, Film The Thursday Murder Club Kisahkan Para Lansia Pemecah Misteri
-
Cho Yi Hyun Menjalani Kehidupan Ganda di Drama Korea Head over Heels
-
Lee Jung Jae Gandeng Studio Inggris untuk Proyek Film Spy Bertema K-Pop
-
Antony Starr Tak Habis Pikir Homelander Jadi Karakter yang Disukai Penggemar
-
BoA Resmi Comeback Lewat Lagu Jepang Terbaru Bertajuk Young & Free