Di era digital yang semakin berkembang, akses terhadap teknologi informasi semakin mudah dan cepat. Salah satu dampak dari perkembangan ini adalah meningkatnya jumlah pemain game online di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Meski industri game memberikan hiburan dan bahkan peluang karier bagi banyak orang, ada sisi gelap yang tidak boleh diabaikan: kecanduan game online. Sebuah penelitian terbaru mengungkap bahwa faktor kesepian (loneliness) dan kontrol diri (self-control) memiliki pengaruh signifikan terhadap kecanduan game online.
Penelitian yang dilakukan oleh Bahren dan Rosyidi (2024) ini menyoroti hubungan antara kesepian (loneliness) dan kontrol diri (self-control) dalam kecanduan game online. Diterbitkan di Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, studi ini mengungkap bahwa individu yang mengalami kesepian cenderung mencari pelarian dalam dunia game online, sementara rendahnya kontrol diri membuat mereka lebih rentan terhadap perilaku adiktif. Dengan menggunakan pendekatan psikologis, penelitian ini menunjukkan bahwa kecanduan game online tidak hanya berdampak pada kehidupan sosial, tetapi juga kesehatan mental dan kesejahteraan individu secara keseluruhan. Temuan ini menegaskan pentingnya upaya preventif dan intervensi, seperti edukasi tentang manajemen waktu dan penguatan keterampilan sosial, untuk membantu individu menjaga keseimbangan antara dunia digital dan kehidupan nyata.
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan jumlah gamer terbesar di dunia, menghadapi tantangan besar dalam mengatasi dampak kecanduan game online. Berdasarkan laporan We Are Social pada Januari 2022, sekitar 94,5% pengguna internet di Indonesia berusia 16 hingga 64 tahun bermain game online. Dari angka tersebut, diperkirakan 2,7 juta pemain mengalami kecanduan. Kecanduan game online tidak hanya memengaruhi kehidupan sosial, tetapi juga berdampak pada kesehatan fisik dan mental pemainnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak penelitian mencoba mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kecanduan game online. Salah satu studi terbaru yang dilakukan oleh Sindi Zhafirah Shabrina Bahren dan Hamim Rosyidi dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, menemukan bahwa kesepian dan kontrol diri merupakan faktor utama dalam mendorong perilaku kecanduan ini.
Kesepian merupakan salah satu penyebab utama seseorang mencari pelarian dalam dunia maya, termasuk melalui game online. Menurut definisi yang dikemukakan oleh Cacioppo et al. (2003) dan Maulidi et al. (2020), kesepian adalah kondisi yang muncul akibat minimnya hubungan sosial yang berkualitas dengan orang lain. Individu yang merasa terisolasi atau tidak memiliki interaksi sosial yang memadai cenderung mencari hiburan dan kenyamanan dalam game online, yang menawarkan komunitas virtual tempat mereka merasa diterima dan dihargai.
Penelitian menunjukkan bahwa kesepian dapat memicu perilaku kompulsif dalam bermain game. Orang yang kesepian cenderung menghabiskan lebih banyak waktu dalam dunia game untuk menghindari perasaan tidak nyaman akibat isolasi sosial. Hal ini semakin diperburuk dengan desain game online yang dirancang untuk mempertahankan keterlibatan pemain dalam jangka waktu lama melalui sistem hadiah, interaksi sosial dalam game, dan tantangan yang berkelanjutan.
Selain kesepian, faktor lain yang berkontribusi terhadap kecanduan game online adalah kontrol diri. Tangney et al. (2004) mendefinisikan kontrol diri sebagai kapasitas seseorang untuk mengatur dan mengendalikan dorongan serta perilaku mereka. Individu dengan kontrol diri yang rendah lebih rentan terhadap kecanduan game online karena mereka kesulitan membatasi waktu bermain dan sering kali mengabaikan tanggung jawab mereka dalam kehidupan nyata.
Menurut Adam & Rollings (2012), seseorang dapat dianggap kecanduan game online jika mereka bermain lebih dari tiga jam per hari, menghabiskan banyak uang untuk membeli item dalam game, merasa gelisah saat tidak bisa bermain, serta menunjukkan ketertarikan yang berlebihan terhadap dunia game dibandingkan dengan kehidupan nyata. Lemmens et al. (2009) mengidentifikasi tujuh aspek kecanduan game online, yaitu salience (perhatian utama pada game), tolerance (meningkatnya kebutuhan bermain), mood modification (menggunakan game untuk mengatur emosi), withdrawal symptoms (gejala putus bermain), relapse (kembali ke kebiasaan lama), conflict (masalah akibat bermain game), dan problems (dampak negatif terhadap kehidupan).
Kecanduan game online tidak hanya memengaruhi kesehatan mental pemainnya, tetapi juga berdampak pada berbagai aspek kehidupan lainnya. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa kecanduan game online berhubungan dengan gangguan tidur, menurunnya performa akademik dan pekerjaan, serta meningkatnya risiko konflik dalam hubungan sosial. Sebuah survei mengungkapkan bahwa bermain game berdampak pada interaksi dan aktivitas keluarga (46%), tidur (44%), pekerjaan rumah (34%), hubungan dengan teman yang bukan pemain game (33%), dan kegiatan ekstrakurikuler (31%).
Dalam konteks sosial, kecanduan game online juga dapat memperburuk isolasi seseorang. Alih-alih membantu individu keluar dari rasa kesepian, bermain game secara berlebihan justru dapat memperkuat siklus isolasi sosial karena pemain lebih memilih berinteraksi di dunia maya daripada membangun hubungan di dunia nyata.
Mengingat besarnya dampak negatif yang ditimbulkan, diperlukan langkah-langkah preventif dan intervensi untuk mengatasi kecanduan game online. Salah satu cara yang efektif adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya keseimbangan antara dunia digital dan kehidupan nyata. Pendidikan mengenai manajemen waktu, penguatan keterampilan sosial, serta program intervensi psikologis dapat membantu individu yang rentan terhadap kecanduan game online.
Pemerintah dan institusi pendidikan juga memiliki peran penting dalam mengatasi permasalahan ini. Beberapa negara telah menerapkan regulasi ketat terkait game online, seperti pembatasan waktu bermain bagi anak-anak dan remaja. Di Indonesia, langkah serupa dapat diterapkan untuk mengurangi risiko kecanduan, terutama di kalangan generasi muda.
Selain itu, keluarga memiliki peran yang krusial dalam membantu anggota mereka yang mengalami kecanduan game online. Orang tua dan anggota keluarga lainnya dapat memberikan dukungan emosional serta menciptakan lingkungan yang mendukung interaksi sosial yang sehat. Mendorong anak-anak dan remaja untuk terlibat dalam kegiatan di luar dunia digital, seperti olahraga, seni, dan aktivitas sosial, dapat membantu mengurangi ketergantungan mereka pada game online.
Kecanduan game online merupakan fenomena yang semakin marak seiring dengan perkembangan teknologi. Penelitian menunjukkan bahwa kesepian dan rendahnya kontrol diri merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap perilaku ini. Oleh karena itu, pendekatan yang komprehensif diperlukan untuk mengatasi masalah ini, baik melalui edukasi, regulasi, maupun dukungan sosial dari keluarga dan lingkungan sekitar.
Kesadaran akan bahaya kecanduan game online harus terus ditingkatkan agar individu dapat menikmati dunia digital dengan cara yang sehat dan seimbang. Dengan pendekatan yang tepat, masyarakat dapat memanfaatkan teknologi sebagai alat yang bermanfaat tanpa harus terjebak dalam dampak negatifnya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Sang Tendik, Perlukah Pendidikan Tinggi Mengejar Estetika Profesional?
-
Menikmati Mie Rebus Bengkalis, Kuliner Tradisional yang Memikat
-
Generasi Layar, Ketika Game Online Mengganti Dunia Nyata
-
Secawan Kopi, Menikmati Kopi dan Hidangan Khas Bengkalis di Pekanbaru
-
Rasa Tak Bohong: Pempek Uduy, Sensasi Kuliner yang Wajib Dicoba di Jambi
Artikel Terkait
-
Bukan Cuma Meditasi, Ini 3 Kebiasaan Unik yang Bisa Bikin Bahagia menurut Psikologi
-
Generasi Layar, Ketika Game Online Mengganti Dunia Nyata
-
8 Tanda Kamu Tidak Depresi, Tapi Punya Kecerdasan Emosional Tinggi
-
5 RB Paling Susah Ditembus di EA FC Mobile 2025: OVR Tembus 107
-
Junk Food dan Makanan Ultra Proses Bisa Perburuk Kesehatan Mental, Pikir Ulang sebelum Konsumsi
Kolom
-
PHK Massal Industri Media: Apakah Salah Media Sosial dan AI?
-
AI atau Sekadar Jargon? Gibran dan Kecanggihan Teknologi yang Diperdebatkan
-
Apakah Anak Kita Hanya Dijadikan Miniatur?
-
Pembelajaran 'Deep Learning' sebagai Paradigma Baru Pendidikan Nasional
-
Konflik Ruang Yogyakarta antara Uang dan Warisan
Terkini
-
6 Tahun Berlalu, Sekuel Film Alita: Battle Angel Masih Berpeluang Digarap
-
Ulasan Film Drop: Kencan Romantis yang Berubah Jadi Thriller Menegangkan
-
Skuad Indonesia di Taipei Open 2025, Ada Debut Apri/Febi dan Verrell/Lisa
-
From Basic to Trendy, Ini 4 Padu Padan Outfit ala Jeno NCT yang Patut Dicoba!
-
4 Ide Outfit ala Sung Hanbin ZEROBASEONE, Lebih Suka Gaya Edgy atau Clean?