RUU TNI kini akhirnya benar-benar sudah disahkan menjadi UU melalui Rapat Paripurna DPR, pada 20 Maret 2025 lalu. Walaupun pengesahan ini banyak menuai penolakan, tetapi tetap saja pemerintah tak mau mendengarkan aspirasi penolakan tersebut.
Betapa mengerikannya, kita bisa saksikan di media sosial banyak orang yang marah dan kesal atas disahkannya RUU ini. Ya memang wajar, karena rakyat memang tidak mau RUU ini disahkan.
Setelah disahkan, masyarakat sipil bisa melakukan apa lagi? Ya sebenarnya banyak, tetapi kalau dibilang hilang harapan, ya tentu sah-sah saja.
Mengapa tidak? Ada banyak keburukan yang disahkan, walau sudah ditolak dan ditentang di berbagai daerah, toh ujung-ujungnya tetap berjalan begitu saja.
Aksi penolakan seperti demonstrasi dan seruan penolakan di media sosial, nyatanya hanya sekadar melawan sekumpulan orang yang punya kuasa yang hanya peduli dengan perutnya sendiri. Mereka terkesan angkuh dan tak mau mendengarkan aspirasi.
Walaupun pemerintah menyampaikan bahwa revisi ini diperlukan untuk memperkuat peran TNI dalam menjaga kedaulatan negara. Namun, masyarakat sipil khawatir terjadinya kembali dwifungsi TNI yang dapat memperburuk demokrasi dan supremasi sipil.
Mungkin saja ada yang bertanya, apa sih dampak buruknya saat RUU TNI ini disahkan? Okelah, saya mencoba jawab dari sudut pandang saya sendiri.
RUU TNI tidak menguntungkan masyarakat sipil
Sederhananya, dengan disahkannya RUU TNI ini, maka TNI pun sudah bisa menduduki jabatan yang selama ini tidak boleh mereka sentuh. RUU TNI ini memang baru menyebutkan beberapa jabatan saja yang bisa diduduki, namun tidak menutup kemungkinan besok atau lusa akan diperluas. Tentu itu tidak mustahil kan?
Makanya banyak orang yang menolak ini secara mati-matian, karena selalu ada potensi untuk diperluas, jadi masyarakat berpikir sebaiknya tidak ada revisi sekalipun.
Salah satu contoh ekstrem saat TNI menduduki jabatan sipil. Misal, tiba-tiba ada prajurit TNI yang jadi rektor. Itu tidak mungkin? Harusnya memang begitu.
Tetapi bisa saja mungkin jika setelah pengesahan RUU ini berjalan sudah lama dan mulus. Kondisi seperti inilah yang membuat orang-orang menjadi takut, salah satu dampaknya matinya kepakaran dan dugaan ekstrem lingkungan kampus bisa diintimidasi.
Kenapa bisa dibilang kepakaran akan mati saat rektor diisi prajurit TNI? Ya karena jabatan-jabatan yang seharusnya diisi sesuai dengan kompetensi yang diraih lewat tes dan degree tertentu.
Apakah artinya prajurit TNI tidak kompeten? Tidak begitu juga. Justru banyak prajurit TNI yang ikut kuliah dan sebagainya untuk menambah kompetensi mereka. Hanya saja, mereka kan sudah ada profesi sendiri.
Apakah masyarakat sipil akan terancam? Ya, tentu saja. Masyarakat sipil yang sudah mati-matian memperjuangkan nasib mereka sendiri, jadi tambah sulit karena sudah ada pihak yang diberikan karpet merah walau sudah punya profesi sendiri.
Artinya nasib masyarakat sipil akan semakin sulit. RUU TNI ini, bisa dibilang, tidak ada untungnya bagi masyarakat sipil sama sekali.
Lantas, kenapa disahkan? Rahasianya hanyalah pemerintah yang tahu.
Tidak ada pilihan, selain harus kuat
Usai disahkannya RUU TNI menjadi UU, lantas kita sebagai masyarakat sipil bagaimana?
Saya hanya ingin menyampaikan, melawanlah sebisa mungkin sesuai kemampuan atas semua yang bertentangan dengan masyarakat sipil. Di saat RUU TNI ini tidak ada untungnya buat kita, cara melawannya seperti apa? Nah, yang bisa jawab itu dari kita sendiri.
Kalau dari saya sendiri, kita harus melawannya dengan berusaha sekeras mungkin untuk memperbaiki nasib sendiri hingga tidak ada ketergantungan terhadap negara. Mau keluar negeri, mau tetap berada di Indonesia, itu sah-sah saja. Pokoknya kita harus lebih kuat, dan semakin kuat untuk memperbaiki nasib sendiri.
Sebagai masyarakat sipil yang menolak RUU TNI ini disahkan, saya pribadi tidak memiliki dendam atau apalah terhadap TNI. Tidak pula dengan disahkannya RUU TNI lantas membenci tentara yang saya kenal, itu tidak sama sekali.
Namun, yang membuat marah dengan orang-orang yang terpilih lewat pilihan rakyat malah membuat kebijakan demi kepentingannya sendiri, hingga membuat mereka merasa buta terhadap nasib rakyat yang mereka wakili.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Tidak Bikin Bosan, Ini 7 Rekomendasi Game Bertema Lebaran di Ponsel Android
-
Tetap Waspada! Ini 10 Cara Efektif Amankan Ponsel dari Pencurian saat Mudik
-
Nada Dering Keren Bebas Virus? Ini 8 Rekomendasi Situs Download Aman!
-
Gampang Banget, Ini 13 Cara Membuka File Besar Tanpa Bikin Laptop Crash
-
Cara Mudah Mengetahui Spesifikasi Laptop Tanpa Aplikasi Tambahan
Artikel Terkait
-
DPR Diam-diam Geber RUU Polri usai Sahkan UU TNI? Begini Kata Komisi III
-
Mulai Digeber Sehabis Lebaran, DPR Ancang-ancang Bentuk Panja Revisi KUHAP
-
Jefri Nichol Blak-blakan Alasan Ogah Demo Lagi: Ternyata Gara-Gara Ini...
-
Sindir Absenya Dirut Bulog Mayjen Novi Helmy dalam Rapat, Legislator PDIP Sentil soal Double Status
-
Legislator NasDem Desak Pengawasan Bulog Diperketat: Jangan Sampai Kesalahan Dulu Terulang
Kolom
-
Hampers Tidak Wajib, Tapi Jangan Ajak Orang Lain Stop Kirim Hadiah Lebaran
-
Nomofobia di Kalangan Mahasiswa: Kecanduan atau Kebutuhan?
-
Dari Lagu Sialnya, Hidup Tetap Berjalan Jadi Untungnya, Hidup Tetap Berjalan
-
Ketika Jurnalisme Dihadang Teror: Masa Suram Kebebasan Pers Indonesia
-
Gibran Dorong AI di Sekolah, Tapi Apakah Ini Langkah yang Tepat?
Terkini
-
Usulan Aprilia Kembali Dapat Penolakan, Kemarin Ducati Sekarang Jack Miller
-
Review Film Hati Ketiga: Drama Perselingkuhan Penuh Intrik, Emosi, dan Kejutan
-
Baru Re-debut, NJZ Segera Umumkan Hiatus Imbas Putusan Pengadilan
-
Film Dasim: Ngerinya Teror Jin Perusak Rumah Tangga
-
Review Film Last Breath: Survival dan Inspirasi