Kecelakan Kereta Api (KA) Commuter Line Jenggala relasi Indro-Sidoarjo dengan truk bermuatan kayu di Gresik, Jawa Timur pada 8 Maret 2025 menambah catatan panjang tragedi naas lalu lintas. Pada awal tahun 2025, tepatnya 30 Januari 2025 terjadi kecelakaan antara KA Kertajaya relasi Surabaya-Jakarta dengan pengendara sepeda motor di Semarang. Sementara itu, di luar Jawa kecelakaan antara KA dengan mobil keluarga terjadi di Kabupaten Asahan, Sumatra Utara pada 4 April 2025 yang lalu.
Sejumlah laka yang disebutkan di atas merupakan contoh dari sedikitnya total kecelakaan KA yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Imbas dari sejumlah tragedi ini adalah di triwulan pertama, yaitu periode Januari hingga Maret 2025, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) memutuskan untuk menutup 74 jalur perlintasan kereta api sebidang yang dianggap mengancam keselamatan berbagai pihak. Dikutip dari antaranews, perlintasan yang ditutup terdiri dari 24 jalur perlintasan resmi dan 50 lainnya adalah jalur tidak berizin.
KAI mencatat ada 3.693 titik perlintasan sebidang di seluruh Indonesia. 1.883 titik atau sebanyak 50,98 persen titik perlintasan memiliki penjagaan, sementara 1.810 titik atau 49,01 persen lainnya tidak dijaga. Komposisi ini harusnya menjadi perhatian khusus, apalagi titik perlintasan ilegal dan tidak dijaga ini bisa mengancam keselamatan pengguna jalan dan kereta api itu sendiri.
Alarm Penting bagi Pengguna Jalan
Sejumlah tragedi naas di perlintasan kereta api tentunya jadi alarm pentingnya sikap disiplin untuk berlalu lintas. Pasalnya, fakta bahwa kereta api memiliki lajur tersendiri dan tidak bisa berhenti sesuka hati sudah diketahui oleh semua orang.
Di sisi lain, aturan berkendara di perlintasan kereta api sebidang juga sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 144 yang menyatakan bahwa saat melintasi perlintasan sebidang, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu ditutup, atau dengan isyarat yang lain. Selain itu, pengemudi kendaraan wajib mendahulukan kereta api. Masih di undang-undang yang sama, pada Pasal 116 menyebutkan bahwa pengemudi kendaraan wajib memperlambat kendaraannya saat mendekati persimpangan atau perlintasan sebidang kereta api.
Ketidakpatuhan pengemudi kendaraan dalam berlalu lintas merupakan cerminan pribadi yang tidak taat aturan. Di luar aturan perundang-undangan, pengendara harusnya menyadari diri sebagai manusia yang memiliki hak dan kewajiban. Pengemudi kendaraan berhak memperoleh kenyamanan dan keamanan berkendara di jalan raya, sementara itu mereka juga memiliki kewajiban menaati aturan yang ada agar hak mereka bisa terpenuhi.
Sayangnya, sejumlah laka yang terjadi terkadang lahir dari keegoisan. Pengemudi kendaraan yang menerobos sinyal dan pintu palang perlintasan kereta api terkadang beralasan enggan membuang-buang waktu lebih lama menunggu sampai kereta melintas. Padahal satu detik saja mereka bisa bersabar, akan banyak nyawa yang bisa diselamatkan dari ancaman tragedi tak diinginkan.
Tanggung Jawab Siapa?
Disiplin dalam berlalu lintas bukan hanya tanggung jawab pengendara saja. Namun, perlu adanya dukungan dari pihak lain yang lebih berwenang.
Pihak KAI telah mengupayakan berbagai usaha untuk menjamin keselamatan pengguna jalan. Sejumlah upaya ini adalah penyuluhan tentang keselamatan berlalu lintas di perlintasan sebidang kereta api, pemasangan spanduk peringatan, hingga upaya penerbitan dan penutupan jalur perlintasan ilegal.
Akan tetapi, sejumlah kecelakaan di perlintasan kereta api juga terjadi karena tidak adanya palang perlintasan yang menahan para pengemudi dari jalur kereta api. Sayangnya, pihak PT KAI tidak bertanggung jawab untuk memasang palang pintu perlintasan KA ini.
Tanggung jawab tersebut dipegang oleh pemerintah dan penanggung jawab atau pemilik jalan sesuai wewenang yang berlaku. Hal ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 94 Tahun 2018 Pasal 2 yang menyatakan bahwa pengelolaan perlintasan sebidang dilakukan oleh penanggung jawab jalan sesuai klasifikasinya, yaitu menteri bertanggung jawab terhadap jalan nasional, gubernur jalan provinsi, bupati/wali kota untuk jalan kabupaten/kota dan jalan desa, sementara lembaga atau badan hukum untuk jalan khusus yang digunakan oleh lembaga terkait.
Oleh sebab itu, ketaatan berlalu lintas bukan hanya tanggung jawab pengguna jalan saja. Namun, perlu adanya upaya dari pemerintah untuk menciptakan jalur transportasi yang aman dan nyaman terutama di perlintasan kereta api. Di sisi lain, pihak PT. KAI harus terus mengupayakan sekaligus berkoordinasi dengan pemerintah terkait agar perlintasan kereta api bisa menjadi lajur transportasi yang aman bagi semua pihak pengendara.
Baca Juga
-
Potret Kehidupan Sub-Urban di Kota Besar dalam Buku Komik Gugug! Karya Emte
-
Gemes Banget! Romansa Sederhana Anak Sekolahan di Manga Futarijime Romantic
-
Ulasan Novel Aroma Karsa: Ambisi Mencari Kejayaan Lewat Teka-teki Wewangian
-
Ulasan Webtoon Our Secret Alliance: Perjanjian Palsu Ubah Teman Jadi Cinta
-
Novel Larung: Kelanjutan Konflik dan Perjuangan Saman yang Kian Menegangkan
Artikel Terkait
-
Bus Suporter Persebaya Alami Kecelakaan di Tol Pekalongan, Perjalanan ke Jakarta
-
Kecelakaan Maut Bus Rombongan Bonek, Polisi Ungkap Fakta Mengejutkan
-
Update Kondisi Rombongan Bonek Kecelakaan Maut di Tol Pekalongan, Mau Nonton Persija vs Persebaya
-
Bus Rombongan Bonek Kecelakaan di Tol Pekalongan, Ada yang Tewas
-
Ratusan Kecelakaan Lalu Lintas Terjadi di Masa Arus Mudik dan Balik Lebaran
Kolom
Terkini
-
Potret Kehidupan Sub-Urban di Kota Besar dalam Buku Komik Gugug! Karya Emte
-
Membongkar Karakter dan Isu Sosial dalam Series Bidaah
-
Usung Alter Ego, Lisa BLACKPINK Sukses Gebrak Panggung Coachella 2025
-
Mission Impossible - The Final Reckoning: Aksi Gila dan Serangan The Entity
-
2 Fakta Unik Aldyansyah Taher Pemain Timnas U-17: Punya Versatility di Luar Nalar!