Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Tika Maya Sari
Potret Pancasakti Maharajasa Yudhoyono (Instagram/ruby_26)

Saat memasuki jam rehat kerja, saya yang memilih scrolling video short pun nggak sengaja menemukan suatu video yang cakep. Sebuah video yang diposting oleh kanal Youtube The House of Raminten, yang mengenalkan istilah silsilah keluarga dalam bahasa Jawa, yang belum pernah saya dengar se-detail ini.

Padahal selama ini, saya berpatokan pada Pepak Bahasa Jawa yang hanya mengenalkan silsilah sampai pada generasi ke-9 saja, yakni disebut Gropak Senthe. Sedangkan video dari The House of Raminten justru menyebutkan sampai ada generasi ke-19 yang disebut Trah Tumerah.

Mata mengantuk saya seketika melek lebar!

Sebagai seseorang yang mewarisi trah Jawa murni, karena leluhur saya asli dan murni Jawa tulen ya, hal semacam ini adalah suatu euforia tersendiri. Ibarat saya melihat beringin-beringin tua di Pabrik Gula Ngadirejo, Kediri.

Kagum.

Sebab, selama ini saya mentok pada istilah Gropak Senthe saja, dan seumur hidup hanya sempat bertemu dengan dua orang nenek Buyut, alias baru 4 generasi saja. Yah, walaupun satu diantaranya berhasil menyandang status Canggah alias generasi ke-5 saat sepupu saya memiliki anak. Itupun, usia beliau menginjak 112 tahun dan telah meninggal dunia dua tahunan yang lalu.

Sayangnya juga, nggak ada potret-potret yang tertinggal daripada beliau-beliau ini. Hanya cerita-cerita yang diwariskan dari orang tua saya saja, sehingga saya tahu beberapa nama Canggah saya.

Menurut video short The House of Raminten, setiap generasi dari suatu pohon keluarga memiliki penamaannya sendiri dalam Bahasa Jawa. Jadi nggak sekadar grandpa, great grandpa, maupun great great grandpa saja. Berikut urutannya dimulai dari status Anak:

  1. Anak,
  2. Bapak/Ibu,
  3. Kakek/Nenek,
  4. Buyut,
  5. Canggah,
  6. Wareng,
  7. Udheg-udheg,
  8. Gantung Siwur,
  9. Gropak Senthe,
  10. Debog Bosok,
  11. Galih Asem,
  12. Gropak Waton,
  13. Cendheng,
  14. Giyeng,
  15. Cumpleng,
  16. Ampleng,
  17. Menyaman,
  18. Menya-menya,
  19. Trah Tumerah.

Sedangkan kalau melansir dari Pepak Basa Jawa, urutan ini juga bisa dipakai terbalik dari Trah Tumerah hingga ke status Anak. Umumnya, penggunaan istilah ini menjadi sesuatu yang dibanggakan oleh pemegang masing-masing statusnya. Sebagaimana Nenek saya yang begitu bahagia sewaktu sepupu saya dan anaknya berkunjung. Maka Nenek akan berkata:

  • Iki Buyutku (Maksudnya: ini cucu Buyutku, karena sudah mencapai generasi ke-4).

Sekali lagi, amat disayangkan saya tidak mengenal silsilah Wareng ke atas, karena kurangnya sumber informasi. Sedangkan untuk Buyut dan Canggah, saya masih dapat sedikit info dari cerita-cerita orang tua, maupun sanak kerabat yang lain. Yah, padahal saya begitu penasaran siapa Trah Tumerah saya haha!

Nah, saking bahagianya saya kala menemui short video tersebut, saya lantas ingat dengan mantan presiden ke-6 kita yakni Bapak Susilo Bambang Yudhoyono alias pak SBY.

Kok gitu? Apa hubungannya dengan isi artikel ini?

Eits, tunggu dulu. Berdasarkan hasil googling mencari informasi seputar silsilah beliau, saya lalu terpaku pada satu artikel yang diterbitkan oleh Suara.com, mengenai silsilah pak SBY yang adalah generasi ke-13 dari Raden Wijaya. Iya, Raden Wijaya yang merupakan founder Majapahit Empire itu lho!

Sedangkan kalau kita tarik garis silsilah dari salah satu cucu Pak SBY yaitu Pancasakti Maharajasa Yudhoyoni, maka akan kita temui garis trah yang unik. Berikut hasilnya:

Garis Majapahit:

1. Anak:

2. Bapak:

  • Edhie Baskoro Yudhoyono

3. Kakek:

  • Susilo Bambang Yudhoyono

4. Buyut:

  • Raden Soekotjo

5. Canggah:

  • Raden Imam Hadjoeri

6. Wareng:

  • Hasanpoero

7. Udheg-udheg:

  • Hasanbasri

8. Gantung Siwur:

  • Kijai Djajanoedin

9. Gropak Senthe:

  • Ki Ageng Muchid Boedin

10. Debog Bosok:

  • Ki Ageng Baji Rakas

11. Galih Asem:

  • Poering Tojo

12. Gropak Waton:

  • Ki Ageng Djati Gumelar

13. Cendheng:

  • Ki Ageng Sambi Gumelar

14. Giyeng:

  • Ki Ageng Buwono Keling

15. Cumpleng:

  • Raden Wijaya/Kertarajasa Jayawardhana

Garis Singosari:

16. Ampleng:

  • Dyah Lembu Tal

17. Menyaman:

  • Mahisa Cempaka / Narasingamurti / Ratu Anghabaya

18. Menya-menya:

  • Mahisa Wong Ateleng

19. Trah Tumerah:

  • Ken Arok/Sri Ranggah Rajasa Batara Sang Amurwabumi (Founder Singosari sekaligus pendiri Wangsa Rajasa dan menggantikan dominasi Wangsa Isyana/Mpu Sindok. Pawarta Jatim)

Menurut saya pribadi, unsur penamaan Maharajasa dalam nama cucu Pak SBY ini seakan menegaskan trah Wangsa Rajasa yang terus mengalir hingga sekarang.

Bayangkan saja, semasa sekolah pada pelajaran sejarah dan IPS,  kita selalu mempelajari kerajaan-kerajaan di Nusantara, termasuk Singosari dan juga Majapahit. Walau wujudnya kini tidak lagi ada, nyatanya trah para raja terus mengalir lho. 

Dan, ini membuat saya berpuas diri kala menemukan trah-trah keturunan Mahisa Cempaka, saking saya nge-fans pada beliau. Yah, sebab beliau memilih memerintah Singosari bersama Ranggawuni daripada adu bacok sebagaimana leluhurnya lakukan dahulu. Seolah mengakhiri dendam keris Mpu Gandring, sebagaimana dikutip dari laman Pawarta Jatim. It’s a good friendship sih!

So, menurutmu gimana? Apakah kawan-kawan sekalian juga berhasil menemukan Trah Tumerahnya?

Tika Maya Sari