Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Sherly Azizah
Ilustrasi Gen Z (pexels/Andrea Piacquadio)

Di tengah gemerlap dunia digital, Generasi Z menari mengikuti irama Netflix dan Spotify, dua raksasa streaming yang telah menjadi nadi hiburan mereka. Dari maraton Stranger Things hingga daftar putar yang mengiringi perjalanan pagi, platform ini adalah pintu gerbang menuju dunia di mana hiburan selalu ada di ujung jari.

Ini bukan lagi sekadar tontonan atau lagu, melainkan pengalaman yang dirancang untuk memikat hati dan pikiran. Bagaimana Netflix dan Spotify mengubah cara Gen Z mengonsumsi media? Apa rahasia daya tarik mereka? Dan, adakah bayang-bayang di balik kilau kemudahan ini? Seperti lentera di malam digital, platform streaming menerangi jiwa Gen Z yang haus akan cerita dan nada.

Keberhasilan platform streaming berpijak pada kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan akan hiburan yang personal dan instan. Dalam studi berjudul Why Do We Indulge? Exploring Motivations for Binge-Watching, Sung, Kang, dan Lee (2018) menemukan bahwa binge-watching di platform seperti Netflix didorong oleh keinginan untuk pelarian, relaksasi, dan keterlibatan emosional dengan konten.

Penelitian ini relevan untuk memahami konsumsi Spotify juga, karena keduanya menawarkan pengalaman yang disesuaikan dengan sel1616era pengguna melalui algoritma cerdas. Gen Z, yang tumbuh di era pilihan tak terbatas, menemukan kepuasan dalam kurasi konten yang seolah memahami mereka lebih baik daripada diri sendiri, menjadikan streaming jembatan menuju hiburan yang intim.

Mengapa Netflix dan Spotify begitu memikat Gen Z? Jawabannya ada pada kebebasan dan fleksibilitas yang mereka tawarkan. Dengan Netflix, Gen Z bisa menyelami serial seperti Squid Game kapan saja, tanpa terikat jadwal televisi kaku. Spotify, di sisi lain, menyuguhkan daftar putar seperti Daily Mix yang terasa seperti sahabat yang tahu lagu apa yang dibutuhkan di hari hujan.

Di Indonesia, di mana 70% pengguna internet berusia 16–34 tahun menurut We Are Social 2025, platform ini telah menjadi bagian dari gaya hidup, dari streaming drama Korea hingga podcast lokal seperti Lentera Malam. Sifat on-demand ini memberi Gen Z kendali penuh, seperti menjadi sutradara dalam teater hiburan pribadi mereka.

Kebiasaan konsumsi media Gen Z telah berubah drastis, seperti aliran sungai yang menemukan jalur baru. Binge-watching kini menjadi ritual, dengan 60% Gen Z di Indonesia menghabiskan lebih dari 3 jam sehari di Netflix, menurut survei Jakpat 2024.

Televisi tradisional dan radio mulai ditinggalkan, digantikan oleh maraton serial atau daftar putar yang mengalir tanpa henti. Sung et al. (2018) menegaskan bahwa motivasi seperti pelarian dari stres mendorong pola ini, terutama bagi Gen Z yang menghadapi tekanan akademik dan sosial. Streaming juga menggeser fokus dari konsumsi pasif ke interaktif, dengan fitur seperti skip intro atau shuffle play yang memanjakan kebiasaan mereka yang serba cepat.

Dampak platform streaming pada pengalaman hiburan Gen Z adalah seperti lukisan yang terus berevolusi. Netflix menghadirkan cerita visual yang kaya, memperluas wawasan mereka tentang budaya global—pikirkan bagaimana Money Heist memicu diskusi tentang etika di kalangan penggemar.

Spotify, dengan podcast dan playlist tematik, menjadi ruang untuk refleksi dan ekspresi diri, seperti ketika lagu-lagu Indie Indonesia mengiringi momen introspeksi. Namun, pengalaman ini juga bisa terasa paradoksal: algoritma yang mempersonalisasi konten kadang membatasi eksplorasi, menjebak Gen Z dalam gelembung preferensi mereka sendiri, seperti burung yang terbang bebas namun hanya di dalam sangkar emas.

Tantangan dari dominasi streaming tak bisa diabaikan, seperti bayang-bayang di balik cahaya. Ketergantungan pada Netflix dan Spotify bisa mengurangi interaksi sosial langsung, ketika maraton serial menggantikan nongkrong bersama teman.

Di Indonesia, di mana budaya komunitas masih kuat, ini menjadi dilema tersendiri. Selain itu, biaya berlangganan—meskipun terjangkau bagi sebagian—bisa membebani Gen Z dengan penghasilan terbatas, terutama dengan model “langganan ganda” untuk multiple platform. Ada pula risiko kejenuhan konten, di mana banjir pilihan justru membuat Gen Z sulit menikmati hiburan secara mendalam, seperti menyeruput kopi yang terlalu cepat hingga lupa rasanya.

Netflix dan Spotify adalah cerminan jiwa Gen Z: bebas, ekspresif, namun rentan terhadap kilau kemudahan. Seperti simfoni yang mengalun di layar dan earphone, platform ini mengajarkan bahwa hiburan adalah seni yang bisa dibentuk sesuai keinginan.

Namun, Gen Z diajak untuk bijak: nikmati cerita dan nada, tetapi jangan lupa menulis kisahmu sendiri di dunia nyata. Jadi, lain kali kamu binge serial atau memutar Daily Mix, ingatlah—hiburan adalah alat untuk mengisi jiwa, bukan menggantikan hidup. Ayo, Gen Z, putar lagumu dan sutradarai petualanganmu dengan penuh warna!

BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE

Sherly Azizah