Di bangku SMA, memilih jurusan kuliah terasa seperti merangkai mozaik masa depan, setiap potongannya dipenuhi cita-cita yang berkilau—menjadi dokter yang menyelamatkan nyawa, insinyur yang membangun kota, atau seniman yang mengguncang dunia.
Namun, begitu memasuki gerbang kuliah, realitas pasar kerja menghantam bagai ombak yang mengguncang perahu impian. Jurusan yang dulu disusun dengan penuh harap kini diuji oleh kenyataan: tuntutan akademik, persaingan kerja, dan pertanyaan apakah pilihan ini benar-benar tepat.
Mengapa ekspektasi di masa SMA sering kali bertabrakan dengan kenyataan kuliah? Bagaimana kesenjangan ini memengaruhi semangat untuk belajar? Seperti pelancong yang membaca peta di tengah kabut, memilih jurusan adalah perjalanan penuh harapan sekaligus kejutan.
Kesenjangan antara impian dan realitas sering kali berpijak pada kurangnya informasi tentang dunia kerja saat memilih jurusan. Dalam studi berjudul Contextual Supports and Barriers to Career Choice: A Social Cognitive Analysis, Lent, Brown, dan Hackett (2000) menjelaskan bahwa keputusan karier dipengaruhi oleh faktor seperti dukungan sosial, informasi pasar kerja, dan persepsi diri, yang sering kali tidak sepenuhnya dipahami saat masih remaja.
Penelitian ini menunjukkan bahwa tanpa panduan yang jelas, individu cenderung memilih jurusan berdasarkan idealisme atau tekanan eksternal, yang kemudian berbenturan dengan realitas seperti kebutuhan keterampilan atau peluang kerja. Di Indonesia, di mana orientasi karier di sekolah menengah masih terbatas, banyak siswa melangkah ke kuliah dengan ekspektasi yang laksana balon—indah, namun rapuh.
Di masa SMA, memilih jurusan adalah seperti melukis dengan warna-warna cerah, penuh imajinasi dan bebas dari beban. Seorang siswa mungkin memimpikan jurusan kedokteran karena terinspirasi oleh drama medis, atau arsitektur karena terpesona oleh gedung-gedung megah.
Di Indonesia, tekanan sosial sering mewarnai pilihan ini—keluarga mendorong jurusan “mapan” seperti hukum atau teknik, sementara media memamerkan pesona jurusan kreatif seperti desain. Menurut data Kemendikbud 2024, lebih dari 60% siswa SMA memilih jurusan berdasarkan cita-cita pribadi atau saran orang tua, sering kali tanpa memahami realitas akademik atau prospek karier. Impian ini, meski membuncah, laksana layang-layang yang terbang tinggi namun rentan Hawkins dengan tali yang lemah.
Begitu memasuki kuliah, realitas datang bagai badai yang tak terduga. Jurusan yang diimpikan ternyata menuntut lebih dari sekadar semangat—kedokteran berarti malam tanpa tidur dan tekanan ujian, manajemen mengharuskan keterampilan analisis yang kompleks, dan seni rupa menghadapi persaingan sengit di industri kreatif.
Pasar kerja di Indonesia, dengan tingkat pengangguran sarjana sekitar 7,5% menurut BPS 2024, menambah lapisan kekhawatiran: apakah jurusan ini akan membawa pekerjaan? Lent et al. (2000) mencatat bahwa hambatan seperti kurangnya informasi pasar kerja dapat melemahkan keyakinan pada pilihan jurusan, membuat mahasiswa merasa seperti menaiki kereta yang menuju tujuan tak pasti.
Kesenjangan antara ekspektasi dan realitas ini bagaikan jurang yang menganga di depan mata. Jurusan yang dipilih dengan penuh keyakinan kini terasa seperti beban—kuliah teknik yang diimpikan ternyata penuh dengan kalkulus rumit, atau psikologi yang dianggap “mudah” membutuhkan riset mendalam.
Di Indonesia, fenomena “salah jurusan” bukan hal asing; survei IDN Research 2024 menunjukkan bahwa 35% mahasiswa merasa jurusan mereka tidak sesuai dengan minat atau tujuan karier. Tekanan finansial, seperti biaya kuliah yang melonjak, memperparah rasa terjebak, seolah impian yang dulu berkilau kini tertutup debu kenyataan.
Dampak kesenjangan ini pada motivasi belajar laksana air yang merembes, perlahan mengikis semangat. Bagi sebagian, realitas pasar kerja menjadi pemicu untuk belajar lebih giat, menambah keterampilan seperti bahasa asing atau teknologi digital melalui kursus daring. Namun, bagi yang lain, kekecewaan bisa memadamkan api belajar, mengarah pada prestasi yang merosot atau bahkan putus kuliah.
Di Indonesia, budaya “harus lulus tepat waktu” menambah tekanan, membuat mahasiswa yang merasa salah jurusan sulit mencari jalan keluar. Meski begitu, banyak yang menunjukkan ketangguhan, beralih ke wirausaha atau jalur karier alternatif, menjadikan tantangan sebagai batu loncatan.
Perjalanan dari cita-cita SMA ke realitas kuliah adalah seperti merangkai puisi di tengah badai—penuh keindahan, namun membutuhkan keberanian. Kesenjangan ekspektasi bukanlah akhir, melainkan undangan untuk mengenal diri lebih dalam dan menyesuaikan impian dengan kenyataan. Setiap keputusan, meski tak sempurna, adalah bagian dari lukisan besar kehidupan.
Jadi, ketika kamu berdiri di persimpangan antara impian dan realita, ingatlah: jurusan hanyalah alat, bukan takdir. Ayo, langkahi jurang itu dengan hati terbuka, dan ciptakan masa depan yang lebih luas dari mimpi lamamu!
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Belajar di Balik Layar: 'Study with Me' sebagai Oase Produktivitas Gen Z
-
Bisikan Kegelapan! Mengapa Gen Z Terpikat Podcast Horor seperti Morbid?
-
Pesona Mood Board Gen Z dalam Merajut Impian melalui Pinterest
-
Dari Lembar Buku ke Layar Digital, Apa Teknologi Memudahkan Proses Belajar?
-
Fragmen Kehidupan! Pesona Mini Vlogs Gen Z di Instagram Stories
Artikel Terkait
-
Rekomendasi Lowongan Kerja Gaji di Atas UMR Buat Lulusan SMA
-
Dari Lembar Buku ke Layar Digital, Apa Teknologi Memudahkan Proses Belajar?
-
Kuliah Gratis di IPB Jalur Beasiswa Dibuka Lagi, Begini Mekanisme dan Proses Pendaftarannya
-
Viral Tampil di Kelas, Inilah Jejak Pendidikan Pratama Arhan dari SD hingga Kuliah di Semarang
-
Menggempur Prokrastinasi: Strategi Mahasiswa Menaklukkan Si Penunda Tugas
Kolom
-
Belajar di Balik Layar: 'Study with Me' sebagai Oase Produktivitas Gen Z
-
Pesona Mood Board Gen Z dalam Merajut Impian melalui Pinterest
-
Angka 'Cantik' Bohong? Realita Kemiskinan Lebih Mengerikan!
-
Dari Lembar Buku ke Layar Digital, Apa Teknologi Memudahkan Proses Belajar?
-
Fenomena Klithih di Jogja: Masalah dan Solusi dari Perspektif Generasi Muda
Terkini
-
Ulasan Buku Romantisme Berhaji, Menuju Tanah Suci Berbekal Niat dari Hati
-
Pusing, Enea Bastianini Jadi Korban Rumitnya GP Le Mans 2025
-
Jadwal F1 GP Emilia Romagna 2025, Lewis Hamilton Tampil Di Hadapan Tifosi
-
Kong Djie Coffee: Duduk Sejenak Menyesap Kopi Autentik Khas Belitung
-
Persona Seohyun dan Taecyeon di Poster KDrama The First Night With The Duke