Melatih siswa untuk dapat berbicara di depan umum salah satunya bisa menggunakan metode presentasi ketika kegiatan belajar mengajar di kelas.
Penyampaian presentasi terdiri dari berbagai cara seperti penyampaian mendadak atau spontanitas (Impromptu), berdasarkan catatan kecil (ekstemporan), berdasarkan daya hafalan (memoriter), dan berdasarkan naskah (manuskrip).
Berdasarkan data yang diperoleh dari National Institute of Mental Health, mengatakan bahwa sekitar 75% orang mengalami rasa cemas saat berbicara di depan umum. Seluruh siswa diharapkan perlu memahami bahwa public speaking di era saat ini sangatlah penting untuk membangun kepercayaan diri, keterampilan berkomunikasi dan berpikir kritis.
Selama menempuh pendidikan, saya melihat penugasan presentasi kepada siswa memang rata-rata dilakukan khususnya di jenjang sekolah menengah.
Tetapi setiap guru memiliki sudut pandang yang berbeda-beda, ada yang membolehkan siswa melihat layar media presentasi sembari memaparkan, tidak boleh melihat layar proyektor dan fokus pada audiens, dan ada pula bahkan membolehkan membaca materi yang terdapat pada layar.
Langkah-langkah siswa untuk melakukan presentasi yang diterapkan oleh guru yaitu menampilkan media presentasi melalui proyektor, kelompok yang akan presentasi maju ke depan kelas dan mulai memaparkan materi.
Lalu, bagaimana jika ada guru yang menerapkan presentasi dengan cara memoriter? Teknik tersebut memang sulit untuk dilakukan sebab memerlukan kemampuan hafalan dan persiapan mental yang kuat.
Saya pernah menemukan guru yang menjadikan presentasi ini sebagai ujian dengan menggunakan metode memoriter, siswa diminta untuk membuat konsep terlebih dahulu dan nantinya sewaktu presentasi berlangsung akan ditampilkan melalui proyektor. Pengucapan setiap kata ketika melakukan presentasi tidak dibolehkan untuk berbeda dari konsep yang sudah dibuat.
Hanya boleh membuka kertas dengan maksimal lima kali dan kadang-kadang diberitahukan oleh teman kelas seketika lupa, itu pun bisa memengaruhi hasil akhir penilaian presentasi. Memaparkan materi juga dibatasi dengan rentang waktu minimal 3 menit dan maksimal 5 menit.
Hal ini dilakukan oleh setiap siswa secara individu dan bergantian, sehingga bagi mereka yang belum terbiasa akan mulai mengeluarkan gejala tangan terasa dingin atau tangan bergetar selama melakukan presentasi. Meskipun menguji kesiapan mental dan rasa percaya diri, ini bisa menjadi salah satu ajang yang menantang bagi seluruh siswa.
Menurut guru mapel tersebut, dengan adanya presentasi ini siswa dapat melatih public speaking yang dimiliki dan memaparkan materi sesuai konsep yang telah dibuat dengan interaktif. Beliau menanggapi tangan terasa dingin yang dialami oleh siswa ditandai sebagai bentuk perjuangan yang dilakukan untuk menyelesaikan presentasi hafalan per teks ini.
Sedangkan menurut saran saya, jika memang ingin memberikan penugasan presentasi seperti itu diharapkan untuk mengerti keadaan yang dialami oleh siswa. Sebab selain tugas menghafal untuk presentasi, masih ada penugasan pada mata pelajaran lainnya. Oleh karena itu, beri waktu yang lebih leluasa agar bisa menghafal dengan tenang.
Presentasi hafalan per kata ini menambahkan beban siswa secara tidak langsung meski menyiratkan banyak manfaat untuk mengasah kemampuan. Tidak semua siswa memiliki waktu untuk menghafal yang bebas bila masih ada banyak penugasan lain yang harus dikerjakan dengan waktu dekat.
Maka dari itu, metode presentasi ini tidak sepenuhnya cocok untuk dijadikan ujian bagi siswa. Hal yang menjadi poin penting adalah dalam melakukan presentasi siswa harus memahami apa yang akan dipaparkan, janganlah sampai tidak tahu menahu akan materi atau topik yang dipresentasikan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Kecurangan Pelaksanaan TKA 2025: Cermin Buram Rapuhnya Nilai Integritas?
-
Menimbang Kesiapan TKA 2025: Dari Gangguan Server hingga Suara Siswa
-
Dana Masyarakat: Antara Transparansi Pemerintah dan Tanggung Jawab Warga
-
Evaluasi Program MBG: Transparansi, Kualitas, dan Keselamatan Anak
-
Ketika Whoosh Bikin Anggaran Bengkak, Kereta Konvensional Jadi Anak Tiri?
Artikel Terkait
-
Dari Lembar Buku ke Layar Digital, Apa Teknologi Memudahkan Proses Belajar?
-
Mensos Kunjungi Rumah Calon Siswa Sekolah Rakyat: Penghasilan Orang Tua Cuma Rp 30 Ribu Sehari
-
Pramono Ogah Kirim Siswa Nakal ke Barak Militer, PSI Tagih Solusi Konkret: Tak Bisa Hanya Omon-omon
-
Cegah Kecurangan, Mendagri Tito Instruksikan Semua Pemda Jalankan SPMB Sesuai Prosedur
-
Bakal jadi Ekskul di Semua Sekolah, Siswa di Jakarta Wajib Belajar Pencak Silat
Kolom
-
Filosofi Menanam Bunga Matahari untuk Tumbuh di Tengah Quarter Life Crisis
-
Meraba Realita Musisi Independen yang Hidup dari Gigs Berbayar Seadanya
-
Mahasiswa Melek Literasi: Gerakan Kecil yang Bikin Dampak Besar
-
Revisi KUHAP: Jurang Baru Antara Kewenangan Aparat dan Hak Warga Negara
-
Partisipasi Publik Palsu: Strategi Komunikasi di Balik Pengesahan Revisi KUHAP
Terkini
-
3 Flat Shoes di Bawah 200 Ribu yang Bikin Look Makin Chic
-
IDID Melawan Batasan dan Tetap Jadi Diri Sendiri di Lagu Terbaru, Push Back
-
Bikin Wangi Seharian! 3 Parfum Pria Cocok Banget Buat Kado Pacar
-
Segera Diumumkan, Pelatih Baru Skuat Garuda Harus Rela Dirundung Standar Tinggi Warisan STY
-
Sinopsis Bison: Kaalamaadan, Film India Terbaru Dhruv Vikram di Netflix