Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Rizky Pratama Riyanto
Ilustrasi Kamera (Pexels/Md Iftekhar Uddin Emon)

Keterampilan fotografi dan videografi memang memiliki korelasi yang dekat di antara keduanya. Adanya keterkaitan itu memunculkan persepsi bahwa seorang videografer memiliki keahlian fotografi yang memadai, sementara seorang fotografer belum tentu mempunyai keahlian yang sama sebaliknya. 

Memanfaatkan kamera untuk memotret dan merekam tak luput dari pembahasan segitiga eksposur. Pemahaman ini penting bagi seluruh orang yang ingin mempelajari dunia kamera, karena setiap foto dan video yang dihasilkan dipengaruhi oleh segitiga eksposur yaitu aperture, shutter speed, dan ISO.

Memahami komponen tersebut pada dasarnya lebih mudah dicoba mulai dari praktik fotografi. Oleh karena itu, sebagian besar videografer tentu akan memulai karier dan perjalanannya menggunakan langkah pertama yakni memotret hingga menguasai pemahaman segitiga eksposur. 

Maka ketika seseorang terjun ke dalam dunia videografi seharusnya pemahaman itu sudah melekat di dalam dirinya. Selain itu, antara fotografi dan videografi juga memiliki cara mengabadikan momen yang berbeda.

Letak perbedaan itu ada pada tujuannya, di mana fotografi lebih fokus pada momen bersifat tunggal (gambar yang memiliki satu cerita dengan seribu kata), sedangkan videografi yaitu berfokus pada membuat rangkaian suatu cerita yang saling berkesinambungan.

Contohnya adalah saat merekam sebuah proses pembukaan acara yang terdapat pemukulan gong. Fotografi dan videografi dalam kegiatan tersebut pasti keduanya memiliki peran penting, mereka harus bersiap-siap dan bergerak cepat saat ada momen yang penting meskipun mendadak. 

Tilik kembali pengertian videografi yaitu merangkaikan cerita ke cerita yang lainnya melalui visualisasi sehingga terbentuk hasil rekaman yang runtut dan sistematis. Oleh sebab itu, maka dapat disimpulkan jika videografer masih kebingungan dan belum memahami dasar segitiga eksposur mungkin akan banyak momen yang terlewatkan sia-sia atau hasil yang didapatkan tidak maksimal. 

Kemudian dari sini dapat dikatakan videografer memiliki kemampuan yang mendalam terhadap pemahaman segitiga eksposur. Meski begitu, bukan berarti videografer itu lebih unggul dalam fotografi. Sebab segitiga eksposur ini merupakan dasar yang perlu dipelajari bagi setiap orang yang ingin mempelajari penggunaan kamera sejak awal. 

Hal ini dapat diibaratkan dengan seorang siswa yang belajar Matematika. Misalnya untuk mempelajari materi Transformasi Geometri dan Aljabar tentu perlu adanya pemahaman dasar seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Bila siswa langsung diajarkan ke materi tersebut tanpa dasar-dasar perhitungan apakah bisa langsung mengerjakannya?

Ketika siswa memahami pemahaman dasar dalam berhitung, maka melanjutkan ke materi-materi tersebut mungkin akan mudah dalam melakukan perhitungan, tetapi itu belum tentu akan menjamin menguasai teknik pengerjaannya karena butuh banyak latihan. 

Sebaliknya jika siswa sudah mengerti dan lancar memahami sejumlah materi-materi Matematika tersebut beserta dengan cara mengerjakannya, kita tidak perlu lagi untuk meragukan cara berhitung dan teknik yang digunakan karena sudah menguasainya. 

Begitu juga dengan halnya dalam dunia fotografi dan videografi, jika fotografer memahami dasar-dasar kamera belum tentu mereka akan mengerti teknik-teknik videografi. Namun, umumnya videografer memahami langkah dasar memotret dan teknik yang digunakan. 

Akan tetapi, kita tidak bisa membahas keunggulan dari segi kemampuan. Setiap fotografer yang terus mendalami dunia fotografi tentu akan lebih unggul memotret, begitu pula sebaliknya dengan videografer. Hal ini tergantung dari segi kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu.

Maka dari itu, penting bagi siapa pun yang ingin menekuni dunia kamera untuk dapat memahami bahwa fotografi dan videografi bukanlah dua bidang yang sepenuhnya terpisah, melainkan saling melengkapi.

Pada akhirnya, perbedaan utama antara fotografer dan videografer bukan terletak pada siapa yang lebih unggul, tetapi pada fokus dan tujuan kreatifnya. Keduanya adalah bagian dari seni bercerita melalui visual yang saling membutuhkan satu sama lain untuk terus berkembang. 

Rizky Pratama Riyanto