Kita semua tahu, membangun keluarga itu butuh kerja sama. Ibarat mau bikin rumah, ya harus gotong royong, dong! Tapi, coba deh kita ngomongin soal Keluarga Berencana atau yang biasa kita sebut KB. Sering banget kan kita dengar atau lihat, urusan KB ini kok ya dominan di pundak perempuan?
Istri yang minum pil, suntik, pasang implan, atau bahkan sampai pasang spiral. Sementara suami? Kok kesannya adem ayem aja, ya? Nah, di sinilah kita perlu ngobrol serius, tapi santai, tentang kenapa sih suami juga harus ikutan aktif dalam urusan KB ini. Ini bukan cuma soal adil-adilan, tapi juga soal sayang dan peduli sama keluarga!
Banyak yang mikir KB itu cuma biar anaknya nggak kebanyakan. Padahal, jauh lebih dari itu! KB itu sebenarnya alat bantu kita untuk merencanakan hidup berkeluarga. Bayangin, kalau kita bisa ngatur jarak kehamilan, tubuh istri bisa istirahat dulu setelah melahirkan, jadi lebih sehat dan kuat. Otomatis, anak yang lahir juga bisa dapat perhatian dan nutrisi yang maksimal.
Terus, dengan KB, kita bisa atur berapa sih jumlah anak yang pas buat keluarga kita? Ini penting banget biar kita bisa sesuaikan dengan kondisi keuangan, rumah, dan waktu kita. Kalau semua direncanakan dengan baik, kan jadi enak.
Anak-anak bisa sekolah yang bagus, kebutuhan gizinya terpenuhi, dan kita sebagai orang tua juga nggak terlalu pusing mikirin biaya. Jadi, KB ini bukan cuma soal menunda kehamilan, tapi kunci buat kesehatan keluarga dan kualitas hidup yang lebih baik.
Kita tahu, pilihan metode KB itu banyak banget. Untuk ibu-ibu, ada pil yang diminum tiap hari, suntik yang efeknya bisa beberapa bulan, pasang implan di lengan, atau pasang IUD (spiral) di rahim yang bisa awet bertahun-tahun. Bahkan ada juga yang sifatnya permanen kayak ligasi tuba atau operasi kecil biar nggak bisa hamil lagi.
Nah, untuk para bapak, sebetulnya juga ada, lho! Ada kondom yang praktis banget dan punya bonus bisa cegah penyakit menular seksual. Lalu ada juga vasektomi, ini semacam operasi kecil yang bikin bapak-bapak nggak bisa lagi bikin hamil.
Gampangnya, saluran sperma diputus atau diikat, jadi nggak ada sperma yang keluar saat ejakulasi. Tapi, jangan salah paham ya, ini sama sekali nggak bikin "loyo" atau mengurangi "kejantanan", fungsi seksualnya tetap normal kok!
Tapi ya itu tadi, kalau kita perhatikan di masyarakat, yang sering banget jadi sasaran program KB itu para ibu. Iklan KB di televisi, penyuluhan di posyandu, bahkan ajakan dari petugas kesehatan, seringnya ditujukan ke perempuan. Akhirnya, yang sibuk mondar-mandir ke klinik KB ya ibu-ibu. Pertanyaannya, kenapa yang laki-laki seolah-olah lepas tangan?
Ini nih bagian yang agak bikin geregetan. Ada banyak alasan (atau seringnya cuma alasan yang dibikin-bikin) kenapa suami enggan ikut KB. Pertama, "Ah, itu kan urusan perempuan!" Ini pandangan kuno yang harus dibuang jauh-jauh.
Kehamilan itu hasil hubungan suami istri, masa yang tanggung jawab cuma salah satu pihak aja? Kan nggak fair. Kedua, takut "Nggak Jantan Lagi". Nah, ini dia mitos yang paling sering muncul, terutama soal vasektomi.
Banyak pria takut kalau vasektomi itu bisa bikin mereka kehilangan 'kekuatan' sebagai pria. Padahal, ini sama sekali tidak benar! Vasektomi hanya memutus saluran sperma, tidak memengaruhi hormon, libido, atau kemampuan ereksi.
Sama sekali nggak bikin bapak jadi 'kurang jantan', justru malah menunjukkan bapak adalah pria yang bertanggung jawab dan peduli!
Ketiga, ribet atau takut efek samping. Kalau ini biasanya alasan buat kondom atau vasektomi. Padahal, kondom itu super praktis.
Vasektomi juga prosedur yang cepat dan aman. Justru metode KB pada perempuan, seperti pil atau suntik, punya efek samping yang lebih terasa dan bisa memengaruhi mood atau berat badan istri. Apa tega lihat istri jadi nggak nyaman?
Keempat, biasanya mereka juga kurang info atau malas cari tahu. Banyak suami yang memang nggak tahu kalau ada KB untuk laki-laki, atau kalau tahu pun, mereka malas cari info lebih lanjut. Anggapan "Pokoknya istri aja yang urus" ini bahaya banget.
Coba deh bayangkan, istri harus ingat jadwal minum pil setiap hari, atau harus datang ke klinik setiap tiga bulan buat suntik, atau merasakan efek samping seperti mual, pusing, atau perubahan mood. Belum lagi kekhawatiran kalau sampai lupa minum pil atau telat suntik. Ini semua kan jadi beban pikiran dan fisik yang berat buat istri.
Ketika suami nggak mau ikut KB, seolah-olah mereka bilang, "Ya udah deh, kamu aja yang pusing, aku mah santai." Ini kan nggak enak banget rasanya!
Padahal, kalau suami ikut terlibat, misalnya dengan menggunakan kondom secara konsisten atau bahkan berani ambil langkah vasektomi, beban istri bisa jauh berkurang. Hubungan juga jadi lebih solid karena ada rasa saling mendukung.
Jadi, intinya, ini bukan lagi era di mana urusan KB cuma jadi PR perempuan. Sudah saatnya para suami juga melek dan ambil peran aktif! Hubungan itu dua arah, punya anak juga dua arah. Jadi, ngatur jumlah anak juga harus dua arah dong.
Nah, bapak-bapak, jangan ragu lagi ya! Yuk, mulai sekarang, coba diskusikan dengan istri, atau cari tahu lebih banyak tentang metode KB untuk pria.
Ingat, pria sejati itu bukan yang menghindari tanggung jawab, tapi yang berani ambil bagian dalam setiap keputusan penting keluarga, termasuk KB. Dengan begitu, keluarga kita bisa lebih bahagia, sehat, dan sejahtera.
Baca Juga
-
Bukan Perspektif Antikucing: Sederhana, tapi Bikin Cat Lovers Darah Tinggi
-
Tren Tak Logis Living Together di Tengah Zaman yang Menormalisasi Segalanya
-
Kubur Istilah 'Pahlawan Tanpa Tanda Jasa'! Saatnya Guru Dihargai, Bukan Sekadar Dipuji
-
Ketika Disiplin Tidak Lagi Menjadi Seragam, tetapi Hanya Aksesoris Tambahan
-
Pertambangan Nikel di Raja Ampat: Kronologi dan Bayangan Jangka Panjang
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku Perempuan Kertas, Kiat Menghindari Pacaran yang Kebablasan
-
Kamu Lelah, Aku Juga: Beban Mental Seumur Hidup bagi Perempuan dan Laki-Laki
-
Buku Berdamai dengan Diri Sendiri: Perempuan dengan Segala Problematikanya
-
Ulasan Buku Growing Pains, Menjalani Hidup Sebagai Orang Tua Tunggal
-
TGC Jakarta 2025: Saat Fashion, Musik, dan Empowerment Perempuan Berpadu di Satu Panggung
Kolom
-
Kelas yang Terjebak Masa Lalu, Saatnya Pendidikan Tinggi Menyesuaikan Diri
-
Menunda Mimpi demi Bertahan: Realita Sunyi Mahasiswa 'Sandwich Generation'
-
Pendidikan Tanpa Etika: Ketika PPDB Jadi Ajang Suap dan Jalur Belakang
-
Dari PPDB ke SPMB: Apakah Sekadar Ganti Nama?
-
Kamu Lelah, Aku Juga: Beban Mental Seumur Hidup bagi Perempuan dan Laki-Laki
Terkini
-
Jeon Somi Ajak Jadi Karakter Utama di Kehidupan Sendiri Lewat Lagu Terbaru, EXTRA
-
Review Film Arwah: Ketika Reuni Keluarga Berubah Jadi Nightmare!
-
ENHYPEN Umumkan Agenda Konser VR Perdana, mulai dari Jakarta hingga Eropa!
-
3 HP Budget 2 Jutaan dengan Spek Kamera Terbaik, Resolusi hingga 108 MP!
-
Ulasan The Metamorphosis Karya Franz Kafka: Potret Tragis Alienasi dalam Bingkai Absurd