Ada hal yang bikin muak, jijik, dan marah besar. Bukan karena film jelek, bukan karena kursi bioskop sempit, tapi karena ulah manusia yang tega menginjak-injak adab di ruang publik. Beberapa waktu lalu, dunia maya dihebohkan dengan kabar dari Arizona. Seorang pria di AMC Theatres bikin keributan saat nonton Film Demon Slayer. Bukan keributan biasa lho! Dia buang air kecil di dalamnya! Dan lebih parahnya lagi, cipratannya sampai mengenai anak kecil.
Kalau baca kronologi, rasanya dada langsung sesak. Bagaimana mungkin ada orang segoblok itu? Ini bukan soal lupa etika, tapi benar-benar pengkhianatan terhadap norma paling dasar sebagai manusia. Bayangkan, orang lain datang ke bioskop buat cari hiburan, mau kabur sebentar dari penatnya hidup. Mereka bayar tiket, duduk manis, siap menikmati layar lebar. Namun, semua hancur karena satu orang yang merasa bebas melakukan tindakan najis di ruang bersama.
Sering kita dengar pepatah, “Adab lebih tinggi dari ilmu.” Dan kasus ini jadi contoh betapa benarnya pepatah itu. Orang ini mungkin punya pendidikan, mungkin pernah sekolah, tapi jelas gagal menginternalisasi adab. Karena adab itu sederhana: tahu diri, tahu tempat, tahu waktu. Kalau tubuhmu butuh ke toilet, ya keluar. Nggak ada alasan buat buang air kecil sembarangan, apalagi di ruangan gelap penuh orang, apalagi sampai menciderai anak kecil.
Adab itu pondasi hidup bermasyarakat. Kita nggak mungkin mengawasi satu sama lain setiap detik. Polisi nggak mungkin hadir di setiap kursi bioskop. Penjaga keamanan nggak mungkin ikut duduk di samping kita tiap kali nonton. Yang bikin ruang publik bisa berjalan dengan damai hanya satu hal, kepercayaan bahwa setiap orang akan menjaga adabnya. Begitu adab itu hilang, yang tersisa hanyalah kekacauan.
Aku sepenuhnya paham kenapa penonton lain langsung naik pitam. Mereka bukan cuma menegur, tapi bahkan memukuli pria itu di tempat. Apakah itu main hakim sendiri? Iya. Apakah itu salah? Bisa jadi. Namun apakah itu bisa dimengerti? Sangat! Karena kesabaran manusia ada batasnya. Ada hal-hal yang begitu menjijikkan sampai rasanya hukum formal pun terasa lambat.
Ruang publik itu ruang bersama. Setiap orang punya hak yang sama. Hak untuk aman, nyaman, dan tenang. Sekali ada satu orang yang merusak, suasana bisa hancur. Asli, banyak penonton terpaksa menanggung dampak ulah satu orang. Itu ketidakadilan nyata. Wajar jika reaksi spontan mereka adalah amarah.
Yang bikin dada makin panas adalah fakta ada anak kecil yang terkena cipratan. Anak kecil yang mestinya dilindungi, malah jadi korban ulah najis orang dewasa. Ini bukan sekadar soal jijik. Ini soal trauma. Anak itu bisa saja takut ke bioskop lagi, bisa terbawa mimpi buruk, bisa merasa ruang publik bukan tempat aman baginya. Dan trauma seperti itu nggak bisa dihapus begitu saja.
Inilah yang membuat kasus ini bukan hanya insiden memalukan, gapi sudah masuk kategori pelecehan. Eksibisionisme, pelecehan terhadap anak, dua tuduhan itu pantas dilayangkan. Dan aku setuju, hukum harus turun tangan. Kalau nggak ada konsekuensi hukum, orang-orang dengan mental rusak seperti ini akan merasa bebas mengulanginya.
Kejadian ini harus jadi cermin buat kita semua. Adab bukan formalitas. Adab bukan sekadar basa-basi. Adab adalah napas kehidupan sosial. Tanpa adab, kita nggak lebih dari hewan yang cuma mengikuti naluri. Dan sayangnya, kasus di bioskop Arizona ini adalah contoh nyata manusia yang menurunkan dirinya lebih rendah dari binatang.
Kita sering khawatir soal kejahatan besar kan? Misal pencurian, perampokan, terorisme. Sayangnya jarang ada yang sadar, hilangnya adab bisa lebih merusak dalam jangka panjang. Karena dari adab yang rusak lahirlah kejahatan-kejahatan lain. Kalau buang air kecil saja sudah dilakukan sembarangan, jangan heran kalau ke depan ada tindakan yang lebih bejat.
Ini pesan yang harus ditegaskan keras-keras, ruang publik bukan milik pribadi. Bioskop bukan kamar mandi. Taman kota bukan tempat buang sampah seenaknya. Transportasi umum bukan ruang untuk melampiaskan ego. Kita semua berbagi ruang yang sama, dan aturan nggak tertulisnya sederhana, yakni jaga adab!
Karena begitu satu orang saja melanggar, efeknya berlipat ganda. Orang lain jijik, marah, bahkan trauma. Citra ruang publik jadi rusak. Kepercayaan antar warga pun ikut luntur. Dan yang paling parah, rasa aman yang mestinya jadi hak semua orang, hilang seketika.
Aku cuma mau bilang satu hal. Kalau kamu nggak bisa jaga adab, jangan masuk ruang publik. Tutup diri di rumah, urus najismu sendiri, jangan bawa keluar dan merusak kenyamanan orang lain. Karena ruang publik itu bukan tempat buat manusia yang kehilangan kendali.
Kita boleh beda agama, beda suku, beda bahasa. Tapi selama adab masih dijaga, kita bisa hidup bersama dengan damai. Begitu adab hancur, semuanya hancur.
Singkatnya, adab itu harga mati. Hilang adab, hilang martabat. Sekali adabmu najis, kamu akan dilihat dunia bukan sebagai manusia, tapi sebagai masalah yang pantas dibuang.
Sobat Yoursay jangan sampai meniru tindakan bodoh itu ya!
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Iklan Pemerintah di Bioskop: Antara Transparansi dan Propaganda
-
Sinopsis Afterburn, Misi Gila Dave Bautista Cari Mona Lisa di Dunia yang Hancur
-
Persija Jakarta Pecahkan Rekor meski Gagal Kalahkan Bali United, Apa Itu?
-
Heboh Video Prabowo, Fadli Zon Kritik Jokowi Diungkit Lagi: Bioskop Bukan buat Nonton Iklan Politik!
-
Fadli Zon Curiga Capaian Pemerintah di Iklan Bioskop Hoaks, Tapi Itu Dulu, Netizen: Coba Tanya Lagi
Kolom
-
Ironi Kebijakan Prabowo: Smart TV Dibeli, Guru Honorer Terlupakan
-
Ketika Buku Dijuluki 'Barang Bukti': Sebuah Ironi di Tengah Krisis Literasi
-
Jago Matematika Disebut Pintar: Kenapa Angka Jadi Ukuran Cerdas di Indonesia?
-
Capres Private Account? Sekarang Bisa Scroll Bebas Lagi!
-
Kementerian Haji dan Umrah Jadi Solusi di Tengah Isu Birokrasi dan Politik?
Terkini
-
Sosok Mertua Tasya Farasya: Dari Tuduhan Pemalsuan Surat hingga Status Keturunan Nabi
-
Starter Pack Smart Home Buat Anak Muda: Mulai dari Mana Biar Gak Boncos?
-
Anime The Invisible Man and His Soon-to-Be Wife Rilis pada Januari 2026
-
Presiden FIFA Jadi Penentu, Erick Thohir Siap Lepas Kursi Jabatan di PSSI?
-
Bukan Cuma Panggilan, Ini Beda Nama Asli Tasya Farasya di KTP Dulu dan Sekarang