Hikmawan Firdaus | Budi Prathama
Ilustrasi pendidikan. (Pixabay/ernestoeslava)
Budi Prathama

Perkembangan teknologi digital telah membawa dampak besar dalam kehidupan manusia modern. Saat ini, hampir semua aspek kehidupan,dari komunikasi, perdagangan, hingga pendidikan, tidak terlepas dari penggunaan teknologi digital. Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2024 mencatat lebih dari 221 juta penduduk Indonesia sudah menggunakan internet, dengan penetrasi mencapai hampir 80% dari total populasi. Angka ini menunjukkan bahwa ruang digital bukan lagi sekadar pelengkap, melainkan sudah menjadi bagian utama dari interaksi sosial masyarakat.

Namun, kemajuan ini tidak datang tanpa tantangan. Penyebaran berita palsu, cyberbullying, pencurian data pribadi, hingga kecanduan media sosial menjadi permasalahan serius yang dihadapi masyarakat. Dalam konteks ini, pendidikan etika digital menjadi sangat penting. Ia berfungsi sebagai pedoman moral agar individu mampu menggunakan teknologi dengan cara yang sehat, aman, dan bertanggung jawab. Jurnal Pentingnya Pendidikan Etika Digital dalam Konteks SDGs 2030 menekankan bahwa pendidikan etika digital adalah kunci dalam membentuk generasi yang cerdas, berkarakter, dan produktif, sekaligus mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) 2030.

Pendidikan Etika Digital dan Relevansinya

Etika digital bukan sekadar aturan sopan santun dalam menggunakan media sosial, melainkan menyangkut prinsip moral yang lebih luas. Ia mencakup kesadaran untuk menghormati privasi orang lain, menjaga keamanan data, menghindari ujaran kebencian, serta mengedepankan tanggung jawab dalam berinteraksi di ruang maya. Etika digital juga mendorong sikap kritis dalam menyaring informasi, sehingga masyarakat tidak mudah terjebak dalam arus hoaks atau manipulasi informasi.

Lebih jauh, pendidikan etika digital selaras dengan SDGs, khususnya SDG 4 (pendidikan berkualitas), SDG 9 (inovasi dan infrastruktur berkelanjutan), serta SDG 16 (institusi yang damai dan inklusif). Dengan membekali generasi muda keterampilan literasi digital, berpikir kritis, serta kepekaan etis, maka teknologi tidak hanya menjadi alat hiburan, tetapi juga sarana untuk mencapai keadilan sosial, pembangunan ekonomi, dan keberlanjutan lingkungan.

Strategi Implementasi

Integrasi pendidikan etika digital dapat dilakukan melalui berbagai strategi. Pertama, melalui kurikulum formal yang menggabungkan pembelajaran teknologi dengan nilai-nilai moral. Misalnya, dalam pelajaran bahasa, siswa diajarkan bagaimana berkomunikasi di media sosial dengan sopan dan bertanggung jawab; dalam pelajaran sejarah, mereka diajak menganalisis dampak moral dari peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan perkembangan teknologi.

Kedua, peran guru sebagai teladan sangat penting. Guru bukan hanya pengajar teori, tetapi juga panutan dalam penggunaan teknologi yang sehat. Sikap guru dalam menjaga privasi, mengelola informasi, hingga memberi contoh interaksi etis di media digital akan menjadi pembelajaran berharga bagi siswa.

Ketiga, orang tua juga memiliki tanggung jawab besar. Di rumah, mereka dapat mendampingi anak dalam menggunakan perangkat digital, mengawasi aktivitas daring, sekaligus mengajarkan nilai tanggung jawab. Kolaborasi antara sekolah dan keluarga akan memperkuat pembentukan karakter anak di era digital.

Keempat, pemerintah perlu hadir melalui kebijakan yang mendukung literasi digital nasional. Program seperti Roadmap Literasi Digital 2021-2024 yang dikeluarkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) merupakan langkah strategis. Program ini menekankan empat pilar utama, yakni kecakapan digital, budaya digital, etika digital, dan keamanan digital. Jika diterapkan secara konsisten, maka kualitas interaksi masyarakat di ruang digital akan meningkat secara signifikan.

Tantangan dan Hambatan

Meski demikian, implementasi pendidikan etika digital tidak lepas dari hambatan. Pertama, kesenjangan digital antara masyarakat perkotaan dan pedesaan masih nyata. Akses internet yang belum merata membuat sebagian kelompok masyarakat sulit mendapatkan pendidikan etika digital. Kedua, tantangan berupa konten negatif yang semakin mudah diakses, mulai dari pornografi, ujaran kebencian, hingga perjudian daring, menuntut adanya pengawasan ekstra.

Selain itu, fenomena kecanduan media sosial juga menjadi ancaman serius. Generasi muda cenderung menghabiskan waktu berjam-jam di dunia maya tanpa kontrol, yang pada akhirnya mengganggu kesehatan mental dan menurunkan produktivitas. Masalah privasi dan keamanan data pun tidak kalah penting, mengingat banyaknya kasus pencurian data dan penipuan daring yang merugikan masyarakat.

Peluang di Masa Depan

Di balik tantangan tersebut, pendidikan etika digital juga menghadirkan peluang besar. Jika diterapkan dengan konsisten, ia dapat menjadi pondasi untuk melahirkan generasi yang kritis, inovatif, dan peduli pada keberlanjutan. Literasi digital yang baik memungkinkan individu untuk memanfaatkan teknologi dalam mendukung usaha kecil, meningkatkan akses pendidikan, hingga memperkuat solidaritas sosial.

Selain itu, etika digital dapat membantu mempersempit jurang sosial melalui inklusi digital. Dengan akses yang merata dan pendidikan yang memadai, masyarakat di pelosok pun dapat menikmati manfaat teknologi secara setara. Pada akhirnya, pendidikan etika digital bukan hanya soal mencegah dampak negatif, tetapi juga membuka ruang bagi kreativitas, kolaborasi, dan pembangunan berkelanjutan.

Pendidikan etika digital adalah kebutuhan mendesak di era modern. Ia tidak hanya berfungsi sebagai panduan dalam berinteraksi di dunia maya, tetapi juga sebagai fondasi moral untuk membangun masyarakat yang cerdas, adil, dan berkelanjutan. Dalam konteks SDGs 2030, pendidikan etika digital menjadi salah satu kunci untuk mencapai tujuan global, mulai dari peningkatan kualitas pendidikan hingga pembangunan infrastruktur yang inklusif dan berkelanjutan.

Dengan sinergi antara sekolah, keluarga, pemerintah, dan masyarakat, pendidikan etika digital dapat diimplementasikan secara menyeluruh. Tantangan yang muncul memang tidak ringan, tetapi peluang yang ditawarkan jauh lebih besar. Generasi muda yang melek digital sekaligus beretika akan menjadi agen perubahan yang membawa bangsa menuju masa depan yang lebih cerah, adil, dan berkelanjutan.