Kehidupan hari ini bikin semua terasa serba cepat. Beli barang yang diinginkan tinggal klik, metode pembayarannya pun beragam: bisa lewat e-wallet, transfer manual ATM, atau bisa juga dengan metode Cash On Delivery (COD).
Praktis banget emang, tapi kadang, risiko negatif juga ikut hadir bersamaan dengan kecepatan ini. Seperti tragedi yang baru-baru ini terjadi di Jambi: sebuah kasus pembunuhan sadis yang berawal dari transaksi jual-beli mobil COD lewat media sosial.
Korban bernama Nindia Novrin (38), warga Talang Bakung, Kota Jambi. Ia dikenal sebagai ibu rumah tangga yang juga aktif berbisnis jual-beli mobil. Awal Oktober lalu, Nindia mengunggah iklan mobil Mitsubishi Pajero Sport miliknya di media sosial.
Tak lama, seorang pria yang terungkap bernama Dede Maulana (33) menghubunginya, pura-pura jadi pembeli serius dan mengatur jadwal COD di rumah korban. Tapi bukannya rejeki, yang datang justru malapetaka.
Dede menyerang korban dengan balok kayu dan benda tajam setelah Nindia menolak menyerahkan kunci mobil tanpa transaksi. Tubuh korban ditemukan dengan luka parah di kepala dan leher.
Mobil Pajero milik korban sempat terekam CCTV melintas di gerbang tol Muaro Sebapo sekitar pukul enam pagi lebih dari satu jam sebelum jasadnya ditemukan. Beberapa hari kemudian, polisi menangkap pelaku di wilayah Sumatera Selatan.
Kasus ini bikin banyak orang merinding. Kita terbiasa ngerasa aman karena bisa “tatap muka langsung” lewat COD, tapi lupa bahwa dunia digital nggak selalu aman.
Profil bisa palsu, janji bisa jebakan, dan lokasi COD yang sepi justru menjadi peluang kejahatan. Fenomena ini menunjukkan sisi lain dari budaya serba cepat. Kita terbiasa berpikir praktis: maunya cepat laku, cepat selesai, cepat untung, sampai lupa berhenti sejenak untuk waspada.
Kasus Nindia Novrin menjadi cermin bahwa kepraktisan bisa berujung petaka kalau tidak diimbangi kesadaran dan keamanan. Dunia digital emang keren, tapi juga ngeri kalau kita lengah.
Perlu diingat juga bahwa pelaku kejahatan digital bukan cuma hacker di balik layar, tapi juga orang nyata yang memanfaatkan ruang digital untuk mencari celah. Kecepatan informasi dan transaksi seharusnya membawa kemajuan, bukan dijadikan jalan pintas untuk kejahatan.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Mengapa Remaja Perempuan Jadi Target Favorit Kekerasan Digital? Yuk Simak!
-
Ditanya Rumor Keretakan, Anthony Xie Hanya Minta Doa dan Enggan Membantah
-
Google Cloud Diselidiki, Stafsus Nadiem Makarim Ikut Disorot KPK
-
3 Flat Shoes di Bawah 200 Ribu yang Bikin Look Makin Chic
-
Bikin Wangi Seharian! 3 Parfum Pria Cocok Banget Buat Kado Pacar
Artikel Terkait
-
7 Menit Isi Penuh! Zeekr 001 Buktikan Mobil Listrik Tidak Harus Lama Ngecas
-
BMW Bakal Murah Gara-Gara Perjanjian Baru? Siap-siap Bobol Tabungan di 2027
-
Suzuki Karimun Listrik Siap Meluncur: BYD Atto 1 dan Wuling Air EV Minggir Dulu
-
Mobil Lubricants Siapkan Oli Mobil Harian yang Cocok untuk Model Hybrid
-
Suara Pekerja Transportasi Lily Menantang Kebijakan Kendaraan Listrik di Depan Rieke Diah Pitaloka
Kolom
-
Menikah Tak Punya Batas Waktu: Saatnya Berhenti Bertanya Kapan?
-
Masalahnya Bukan di Netflix, tapi di Literasi Digital Kita
-
Mengapa Remaja Perempuan Jadi Target Favorit Kekerasan Digital? Yuk Simak!
-
Eco-Anxiety Bukan Penyakit: Saat Kecemasan Iklim Menggerakkan Perubahan
-
Antara Keluarga dan Masa Depan, Dilema Tak Berujung Sandwich Generation
Terkini
-
Poster Toy Story 5 Dirilis, Woody dan Buzz Hadapi Tantangan Era Digital
-
Ancaman Hoaks dan Krisis Literasi Digital di Kalangan Pelajar Indonesia
-
Bukan yang Pertama di Asia, Indonesia Lanjutkan Tradisi Tuan Rumah FIFA Series
-
Putusan Bersejarah: Pengadilan Jepang Nyatakan Cloudflare Bertanggung Jawab atas Pembajakan
-
OOTD Dress ala Kim Hye Joon: 4 Gaya Effortless Cocok di Semua Mood!