Hikmawan Firdaus | Mira Fitdyati
Ilustrasi sosok kecil itu sering disebut sebagai inner child (Pexels/cottonbro studio)
Mira Fitdyati

Pernah merasa lelah tanpa alasan yang jelas? Atau mudah marah, sedih, dan cemburu tanpa tahu sebabnya? Mungkin tanpa disadari, ada bagian dari diri kita yang belum sembuh sosok kecil yang pernah terluka di masa lalu.

Sosok kecil itu sering disebut sebagai inner child, sisi diri yang terbentuk sejak masa kanak-kanak dan membawa jejak pengalaman emosional hingga dewasa. Banyak pakar menyebut bahwa memahami inner child adalah langkah penting untuk hidup lebih bahagia dan damai dengan diri sendiri.

Memahami Inner Child dan Perkembangannya

Ilustrasi sosok kecil itu sering disebut sebagai inner child (Pexels/cottonbro studio)

Inner child merupakan bagian dari kepribadian seseorang yang terbentuk sejak masa kecil. Menurut John Bradshaw, pada usia 6-7 tahun, anak sedang mengalami perkembangan pesat pada gelombang otaknya, terutama gelombang theta (4-7 Hz).

Pada fase ini, otak anak sangat mudah merekam pengalaman dan menyimpannya sebagai memori jangka panjang. Karena itu, apa pun yang terjadi di usia tersebut akan terasa sangat membekas dan membentuk pola pikir serta emosi anak di masa dewasa.

Pengalaman di masa kecil, baik positif maupun negatif, berpotensi memengaruhi cara seseorang merespons kehidupan saat dewasa. Maka tak heran jika luka yang belum terselesaikan di masa kecil dapat muncul kembali dalam bentuk sifat mudah tersinggung, overthinking, atau perasaan tidak aman.

Faktor yang Memengaruhi Inner Child

Ilustrasi sosok kecil itu sering disebut sebagai inner child (Pexels/cottonbro studio)

Psikolog klinis, Analisa Widyaningrum, dalam video di kanal YouTube Analisa Channel yang tayang pada (1/7/2020) menjelaskan pentingnya memahami dan menyembuhkan inner child.

Menurutnya, seseorang tidak akan benar-benar bahagia jika belum menerima dan mengolah luka batin masa kecilnya. Ada dua faktor utama yang membentuk inner child yaitu pola asuh keluarga dan interaksi dengan orang-orang di sekitar.

1. Pola Asuh Keluarga

Cara orang tua mendidik anak, menjadi panutan, dan berkomunikasi setiap hari sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter. Misalnya, anak yang sering berdebat kecil dengan orang tuanya bisa tumbuh dengan perasaan tidak didengar.

Contoh lainnya, ketika anak ingin menentukan sekolah sendiri, tetapi orang tua memaksakan pilihan mereka, pengalaman itu bisa terbawa hingga dewasa dan membuat seseorang sulit menerima pendapat orang lain.

2. Orang-Orang di Sekitar

Lingkungan pertemanan dan interaksi sosial juga membentuk inner child. Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka masih menyimpan luka batin dari masa kecil. Akibatnya, luka itu muncul dalam bentuk emosi yang tak tersampaikan.

Misalnya, seseorang yang menuntut pasangannya untuk selalu memenuhi kebutuhannya, padahal yang sebenarnya ia rindukan adalah perhatian dari orang tua di masa lalu. Tanpa disadari, pasangan menjadi sasaran amarah yang seharusnya ditujukan kepada sosok lain.

Cara Menyembuhkan Inner Child

Ilustrasi sosok kecil itu sering disebut sebagai inner child (Pexels/cottonbro studio)

Analisa Widyaningrum juga membagikan beberapa cara sederhana untuk mengenali dan berdamai dengan inner child.

1. Sadari Keberadaan Inner Child

Setiap orang memiliki inner child sosok kecil dalam diri yang mungkin belum pernah diajak berbicara. Cobalah menyadari kehadirannya dengan meluangkan waktu sejenak untuk merenung, misalnya di kamar atau di depan kaca. Meski terdengar aneh, berbicara dengan diri sendiri bisa menjadi langkah awal memahami perasaan terdalam.

2. Jalin Komunikasi dengan Diri Sendiri

Mulailah bertanya pada diri sendiri, apa sebenarnya yang aku butuhkan? Apa yang aku inginkan?

Setelah menjalin komunikasi batin ini, biasanya akan muncul rasa self-love dan self-acceptance, menerima sisi baik dan buruk dari diri kita.

Saat kita mampu merangkul masa lalu, kita menjadi lebih sadar dan kuat dalam menjalani hidup. Jika terasa sulit, kita bisa meminta bantuan profesional seperti psikolog, terapis, atau konselor.

3. Lakukan Relaksasi

Relaksasi bisa membantu kita lebih peka terhadap perasaan batin. Analisa menyarankan teknik pernapasan 4-7-8 yaitu tarik napas selama empat hitungan, tahan selama tujuh hitungan, lalu hembuskan perlahan selama delapan hitungan.

Teknik ini bisa dilakukan sambil memutar musik relaksasi dan memejamkan mata agar lebih fokus. Cara sederhana ini membantu menenangkan pikiran dan membuka ruang bagi sosok kecil dalam diri untuk bicara.

Setiap dari kita membawa potongan masa kecil dalam diri yang mungkin belum sempat disembuhkan. Dengan mengenali dan memeluk inner child, kita belajar berdamai dengan masa lalu dan memberi ruang bagi kebahagiaan yang lebih tulus di masa kini.

Jadi, sebelum menyalahkan diri sendiri karena mudah lelah atau sensitif, mungkin sudah saatnya kita duduk tenang dan mengobrol sebentar dengan sosok kecil di dalam diri.