Beberapa hari setelah banjir merendam sejumlah wilayah di Aceh, warga yang mengungsi belum sepenuhnya bisa bernapas lega.
Air memang mulai surut di beberapa titik, tetapi dampaknya masih tertinggal di tenda-tenda darurat.
Dalam kondisi tinggal sementara dan serba terbatas, masalah kesehatan mulai muncul di kalangan pengungsi, dari keluhan pernapasan, penyakit kulit, hingga minimnya layanan medis yang bisa diakses dengan cepat.
Anggota DPR RI Nasir Djamil menyampaikan dorongan agar pemerintah pusat segera menetapkan status bencana nasional.
“Yang dibutuhkan adalah status itu. Karena ketika status diputuskan, akan ada koordinasi, komunikasi, dan kerja-kerja yang fokus. Dalam waktu dekat, para korban bisa mendapatkan kembali haknya,” ucap Nasir, dikutip dari Suara.com pada Rabu (10/12/2025).
Di lapangan, persoalan kesehatan bukan sekadar soal sakit dan sembuh.
Keterbatasan tenaga medis, stok obat yang tidak merata, serta kondisi lingkungan pengungsian membuat warga berada dalam situasi rentan.
Anak-anak dan lansia menjadi kelompok yang paling terdampak, sementara ibu hamil harus bertahan di tengah fasilitas yang jauh dari layak.
“Mereka berharap Presiden tidak ragu menetapkan status bencana nasional, dengan segala risiko yang harus ditanggung negara. Upaya menyelamatkan manusia di daerah bencana harus menjadi prioritas,” ujarnya.
Penetapan status nasional akan membuka ruang koordinasi dan dukungan yang lebih luas dari pemerintah pusat, termasuk dalam distribusi logistik, tenaga medis, dan anggaran.
Status ini bukan sekadar label, melainkan instrumen untuk mempercepat penanganan.
Namun, selama status tersebut masih sebatas wacana, penanganan di lapangan berjalan dengan daya yang terbatas.
Di satu sisi, prosedur dan pertimbangan administratif memang diperlukan.
Di sisi lain, kebutuhan pengungsi bergerak lebih cepat daripada proses pengambilan keputusan.
Ada celah antara ritme birokrasi dan realitas di pengungsian.
Di titik inilah penetapan status bencana nasional menjadi krusial untuk dibaca secara fungsional, bukan simbolik.
Bukan soal siapa yang mengusulkan atau siapa yang menetapkan, melainkan seberapa cepat negara dapat memastikan warganya terlindungi dari risiko lanjutan.
Ancaman dari banjir yang telah terjadi belum sepenuhnya usai.
Status bencana nasional akan menjadi alat bantu agar negara bisa hadir lebih cepat, lebih terkoordinasi, dan lebih bertanggung jawab sebelum persoalan kesehatan berkembang menjadi krisis yang lebih besar.
Baca Juga
-
Hari Antikorupsi Sedunia: Harapan Terbesar Kini Ada di Anak Muda
-
SEA Games 2025: Indonesia Butuh Win Streak dan Sedikit Keajaiban
-
Gajah di Tengah Puing, Mengingatkan Kita Mereka Pun Kehilangan Rumah
-
Safe Space Starts With You: Pentingnya Empati Saat Menulis Isu Bullying
-
Iko Uwais Debut Sutradara: Tantang Stereotipe Orang Timur Lewat Film Timur
Artikel Terkait
-
PGN Bawa Pasokan Gas Tembus Desa Terisolir di Perbatasan SumutAceh
-
Dukcapil Bantu Warga Terdampak Banjir di Sumatera untuk Segera Dapatkan Layanan Adminduk
-
Gus Ipul Dukung Langkah Tegas Gubernur Aceh Larang Jual Mahal Sembako Pasca-Bencana
-
IKAL Lemhannas Kirim Bantuan ke Daerah Terisolir Akibat Banjir Sumatra
-
Medan Terjal Hambat Distribusi BBM di Aceh, Sumut, dan Sumbar, Pengamat Bilang Masih Wajar
Kolom
-
Gerakan Anti-Bullying: Selama Diam Jadi Budaya, Itu Hanya Mimpi Belaka
-
Hukum di Indonesia Mengenai Bullying: Sudah Cukup Tegas atau Belum?
-
Pesan Film Moonlight: Deskriminasi, Trauma, dan Keberanian Lawan Bullying
-
Rehabilitasi Mangrove Nasional: Menyelamatkan Garis Pesisir Indonesia
-
Eldest Daughter Syndrome: Beban Anak Perempuan Sulung yang Terabaikan
Terkini
-
Filipina U-22, SEA Games 2025 dan Potensi Besar Pengulangan Rekor The Azkals di Piala AFF 2010
-
TECNO SPARK 40 Resmi Rilis di Indonesia, Harganya Cuma Rp 1 Jutaan
-
Liburan Hemat Akhir Tahun: 7 Pilihan Destinasi Dalam dan Luar Negeri
-
Masih Dekat dengan Erika Carlina, DJ Bravy: Tak Ada Rencana Balikan
-
Ari Lasso dan Dearly Joshua Kandas, Unggahan Vitta Dessy Jadi Sorotan!