Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | sari rachmah
ilustrasi orang tua mengasuh anak (pexels.com/pixabay)

Banyak orang mengatakan bahwa menjadi anak sulung tidak mengenakkan. Alasannya, karena orangtua sering menaruh harapan besar di pundak anak sulung sejak ia kecil. Sejak ia terlahir ke dunia, orangtua menaruh rasa bahagia yang tak dapat diungkapkan kata-kata karena ia adalah anak pertama, menjadi raja dan ratu di hati orangtua.

Seiring waktu, ia tambah besar, mulailah orang tua menaruh harapan-harapan besar, tuntutan-tuntutan yang sering membebani anak sulung. Terlebih ketika adik-adiknya terlahir, perhatian orang tua mulai bergeser pada adik-adiknya dan si anak sulung dipaksa sejak dini untuk menjadi dewasa.

Maka, tumbuhlah si anak sulung ini menjadi pribadi yang mandiri, perfeksionis, cerdas, pintar, berprestasi, tetapi ia tidak seceria adik-adiknya, terkadang merasa tidak disayangi orang tuanya  dan menekan segala perasaan lukanya agar selalu nampak “baik-baik saja” di mata orang tua.

Berikut 5 perlakuan yang membuat anak sulung jadi pribadi mandiri tapi tak bahagia:

1. Anak sulung harus selalu mengalah pada adiknya

ilustrasi kakak yang mengalah pada adik (pexels.com/Alex green)

Anak sulung sering mendapat perlakuan "harus mengalah pada adik" dari orang tua. Barangkali orang tua selalu beranggapan yang lebih tua harus mengalah pada yang lebih muda, tetapi ini dirasa anak sulung sikap yang tidak adil. 

Jika dia berani, barangkali dia akan mempertanyakan  "Mengapa bukan adik yang mengalah pada kakak?" Nah, bisakah orang tua menjawab pertanyaan itu? Barangkali orang tua juga tidak memiliki jawaban atas pertanyaan itu. Sebab, umumnya orang tua melakukan itu berdasarkan budaya dan cara berpikir yang diturunkan dari generasi sebelumnya. 

Namun, betul sekali, saling mengalah itu kadang diperlukan untuk menjaga keharmonisan. Namun, orang tua perlu tahu bahwa yang mengalah tidak harus selalu anak sulung. Adik juga perlu diajari mengalah. Mengalah tak ada kaitannya dengan usia, tak ada kaitannya dengan status kakak.

Jika anak sulung yang harus selalu mengalah, ia akan tumbuh menjadi pribadi yang gampang stress karena selalu menekan perasaannya. Sementara sang adik yang tidak pernah mengalah pada kakaknya, akan tumbuh menjadi pribadi yang egois. 

2.Anak sulung tidak boleh menangis, sementara adik boleh

ilustrasi anak sulung menangis (pexels.com/pixabay)

Anak sulung bukanlah mesin yang tidak punya perasaan. Ada kalanya ia butuh mengekspresikan perasaannya dengan menangis. Jangan meremehkan perasaannya dengan mengatakan "Masa begitu saja cengeng". Terlebih jika dia anak pertama lelaki, seolah menjadi pantangan  untuk menangis dan orang tua sering mengatakan "Anak lelaki tidak boleh menangis". 

Jika orang tua beranggapan tidak menangis membuat anaknya menjadi tangguh, maka itu salah. Justru pantangan tidak menangis akan membuat anaknya menjadi pribadi yang rapuh dan mudah stres. 

Menurut penelitian, menangis bermanfaat untuk meredakan stress karena saat menangis tubuh mengeluarkan hormon endorfin yang bermanfaat untuk meredakan stress. Jadi, beri ruang dan waktu anak sulung menangis sangat baik untuk kesehatan mentalnya.

3.Anak sulung diberi banyak tanggung jawab sementara adik-adiknya tidak

Anak sulung diberi banyak tanggung jawab (istockphoto/ElenaNichizhenova)

Anak sulung dan adik-adiknya butuh sama-sama diberi tanggung jawab. Orang tua jangan terlalu fokus pada anak sulung yang harus diberi tanggung jawab, sedangkan adik-adiknya tidak sebab akan menyebabkan cemburu sosial. 

Anak sulung akan merasa dianaktirikan atau merasa orang tuanya pilih kasih. Sementara adik-adiknya akan menjadi pribadi yang manja dan tidak mendiri. Maka, perlakukan keduanya sama, tetapi dengan beban yang berbeda dan disesuaikan dengan usia.

4.Adik menangis atau terluka, anak sulung yang dimarahi

ibu memarahi anak sulung (pexels.com/RODNAE Production)

Adik menangis atau terluka, anak sulung yang tiba-tiba dimarahi orang tua. Tidak adil bukan? Tindakan yang sering dilakukan orangtua ini akan menyakiti perasaan anak sulung dan lambat laun ia mulai membenci adiknya karena dianggap sebagai sumber masalah. Dalam pikiran anak sulung, kehadiran adiknya membuat ayah ibunya tak lagi menyayanginya. 

Anak sulung sakit hati, sementara si adik jadi tidak belajar mengapa ia terluka. Sang adik juga perlu belajar, agar tidak terluka ia perlu berhati-hati. Jika selalu menyalahkan anak sulung saat adiknya terluka, maka sang adik akan belajar menyalahkan orang lain atas kesalahan yang diperbuatnya sendiri. 

5.Anak sulung harus merelakan mainannya

ilustrasi mainan (pexels.com/Karolina Grabowska)

Dilema anak sulung adalah harus merelakan apapun miliknya untuk sang adik. Orang tua sering memaksakan kehendak kepada anak sulung untuk meminjamkan mainannya pada adiknya yang masih kecil. Benar, tujuannya mulia, melatih anaknya berbagi. Namun, tujuan mulia ini tidak akan tercapai jika waktu dan caranya tidak tepat.

Anak berusia 3-4 tahun belum memahami konsep berbagi dan karenanya ia cenderung mempertahankan mainannya. Jika hal ini dipaksakan, malah anak sulung akan semakin antipati dalam hal berbagi. Sayangnya, banyak orang tua memaksakan hal ini sehingga bukannya konsep berbagi yang didapatinya, tetapi anak sulung akan belajar  merebut hak orang lain dari orang tuanya. 

Orangtua harus menghargai hak anak dan biarkan anak sulung mempertahankan haknya, karena usia 3-4 tahun ia belum paham konsep berbagi. Dan jangan memberi pembenaran atas aksi sang adik merebut mainan kakaknya, karena ia akan beranggapan mengambil hak orang lain adalah hal biasa.

Sebaiknya, orangtua memberi contoh berbagi di depan anak-anak, karena orang tua adalah model. Jadilah model yang baik tentang konsep berbagi, karena pada waktunya anak akan memahaminya sehingga menjadi pribadi yang senang berbagi. Saat anak mulai senang berbagi, apresiasi tindakannya sehingga ia semakin bersemangat dalam hal berbagi. 

Wahai orangtua, anakmu tak pernah memilih menjadi anak sulung. Memperlakukan anak secara adil akan lebih membahagiakan anak-anak tanpa ada yang merasa tersakiti, dianaktirikan atau bahkan membuat anak yang lainnya terlalu dilindungi sehingga menjadi pribadi yang tidak disiplin bahkan kurang empati.

sari rachmah