Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | sari rachmah
ilustrasi anak-anak (pexels.com/Lukas)

Anak tantrum di perjalanan? Anak rewel di pusat perbelanjaan minta dibelikan mainan? Anak tak bisa tenang? Anak tak menuruti permintaan orang tua? Ah, sudah biasa! Biasanya orang tua memberikan barang atau makanan kesukaan anak-anak untuk mengendalikan perilaku anak-anak sebagai solusi. 

Sayangnya, hal ini tidak selamanya menjadi solusi jika menjadi kebiasaan. Sebab, bagaimanapun kesadaran anak-anak harus dibangun atas berbagai peristiwa. Memanjakan anak dengan berbagai macam pemberian rupanya tidak dibenarkan. Sebab, bukannya membangun kesadaran, anak malah akan mengulangi kesalahan yang sama. 

Pemberian-pemberian seperti dibawah ini pastinya tidak asing dalam masyarakat Indonesia, tetapi siapa sangka ternyata tidak baik jika menjadi kebiasaan.

1. Supaya orangtua bisa menuntaskan pekerjaannya, anak diberi main Hp

ilustrasi anak main game di hape (pexels.com/Karolina Grabowska)

Tidak asing bukan? Saat orangtua ingin fokus pada pekerjaannya hingga tuntas, pada beberapa kasus sering orangtua meminjamkan Hp kepada anaknya. Nonton youtube di HP, memainkan permainan virtual di Hp sungguh membuat anak mampu diam hingga berjam-jam. 

Pekerjaan orang tua memang tuntas tanpa gangguan, tetapi perilaku ini jika sudah menjadi kebiasaan akan membuat anak kecanduan game atau bahkan kecanduan menonton. Selanjutnya, anak mulai ketagihan main game, nonton youtube setiap hari dan akan merengek jika tidak diberikan. 

Tapi, sepakat kan anak harus banyak aktivitas fisik daripada diam saja di depan layar ? Jika sepakat, coba hentikan kebiasaan ini sebelum anak nyandu HP. 

2. Supaya anak nurut dengan perintah, orang tua sering memberi iming-iming

ilustrasi anak diberi iming-iming (pexels.com/Min An)

"Ayo bantu membersihkan kamar, nanti dikasih hadiah." "Ayo kerjakan PR nanti dikasih es krim." Begitulah orang tua biasanya memerintah anaknya supaya menurut. Catatan untuk orangtua, memberi hadiah dalam bentuk barang kepada anak-anak harus dalam rangka mengapresiasi usaha besarnya. Tentu akan berbeda dampaknya dengan memberi hadiah barang kepada anak dalam rangka iming-iming. 

Membangun kesadaran anak agar ia termotivasi berbuat baik, disiplin, dan hal positif lainnya lebih baik daripada iming-iming barang kesukaannya. 

Memberi apresiasi berupa barang kepada anak atas usahanya memang baik, tapi jadi tidak baik jika keseringan. Apresiasi tidak melulu terkait barang, bisa berupa perhatian, pujian, ucapan selamat, ungkapan bangga, membersamai anak dalam usahanya, dan lain sebagainya. Apresiasi orang tua terhadap usaha anak akan menimbulkan  rasa bangga dan merasa dihargai. 

3. Membelikan apapun kesukaan anak di pusat perbelanjaan

ilustrasi anak merengek di pusat perbelanjaan (pexels.com/Victoria Borodinova)

Sering kan melihat anak-anak merengek kepada orang tuanya di pusat perbelanjaan? Minta dibelikan mainan atau makanan saat orang tua sedang asyik berbelanja di pusat perbelanjaan. Jika tidak dibelikan anak akan ngamuk di pusat perbelanjaan dan akhirnya menjadi pusat perhatian banyak orang karena ulah yang dibuatnya. 

Apa daya, daripada anak mengganggu ketertiban, orang tua mau tidak mau akhirnya membelanjakan apapun yang diminta anak. Jika dilihat dari reaksi seperti ini, umumnya anak-anak seperti ini tidak biasa menerima penolakan dari orang tua.

Sedikit tips buat orang tua, sebelum mengajak anak berbelanja buatlah perjanjian dengan anak di rumah bahwa ia tidak boleh banyak jajan. Kedua, berilah penjelasan kepada anak bahwa uang belanja terbatas sebab harus dibelikan berbagai keperluan rumah tangga. Ketiga, jelaskan secara spesifik peruntukan uang yang akan dibelanjakan. Misalnya, uang Rp500,000 akan dibelanjakan untuk ayam, sayur, ikan, beras dan lain sebagainya. 

Menyerah pada keinginan anak di pusat perbelanjaan tidak akan mengubah kebiasaan buruk anak. Sehingga, setiap pergi berbelanja ia akan memberi reaksi yang sama. 

4. Memberi iming-iming saat anak tantrum

ilustrasl anak tantrum (pexels.com/Stephen Andrew)

Tantrum adalah ledakan emosi yang biasanya terjadi pada anak-anak yang ditandai dengan menangis kencang, marah, berteriak, menjerit–jerit dan lain sebagainya. Tantrum biasanya ditimbulkan oleh perasaan negatif seperti marah, kesal, frustasi. Juga, dapat disebabkan rasa lapar, mengantuk, lelah dan lingkungan atau perasaan tidak nyaman. 

Anak tantrum di rumah akan membuat orang tua lelah psikis dan tertekan. Lebih buruknya, jika anak tantrum di tempat keramaian. Selain lelah psikis dan tertekan, orang tua akan merasa malu dengan apa yang akan dipikirkan orang-orang sekitar keramaian. 

Lalu, apa yang biasanya akan dilakukan orang tua? Jika anak tantrum di rumah, orang tua biasanya akan memberikan hp, tv agar anak teralihkan perhatiannya pada game dan tontonan. Jika anak tantrum di luar, orangtua akan membelikan barang apapun yang diminta anak. 

Namun, umumnya anak tantrum tidak akan langsung tenang walaupun diberi iming-iming. Ia akan terus tantrum hingga beberapa lama. Sayangnya, pemberian iming-iming saat anak tantrum tidak akan menghentikan kebiasaan ini. Anak akan melakukan hal yang sama secara berulang-ulang karena menurut pemahamannya tantrum adalah cara terbaik untuk mendapatkan keinginan apapun. 

Memang akan sangat memalukan jika anak tantrum di tempat keramaian. Sehingga, sebagai jalan pintas umumnya orang tua akan membelikan jajanan atau mainan supaya emosi anak yang meledak-ledak cepat terhenti. Namun, anak akan mengulangi perbuatan yang sama di lain waktu secara berulang-ulang. 

Jika anak tantrum terjadi di tempat umum, langkah pertama membawa anak ke tempat sepi agar tak mengganggu orang lain. Biarkan ia menyelesaikan emosinya sambil perlahan memberi nasehat. Orang tua dapat mengatakan "Adik boleh marah, kalau sudah selesai bilang ya." Atau sesekali saat ia tantrum, orang tua dapat bertanya, "Sudah selesai marahnya? Sudah selesai nangisnya? Kalau belum selesaikan ya." 

Sudah naluri orangtua ingin memberikan sesuatu kepada anak-anaknya. Tidak ada larangan orang tua memberikan sesuatu berupa hadiah atau sesuatu yang disukai anak. Namun, orang tua juga harus tahu kapan waktu yang tepat memberikan sesuatu kepada anak. Sebab, jika dilakukan sembarangan anak akan mengembangkan karakter negatif dan tentu saja hal ini bukan sesuatu yang diharapkan orang tua.

sari rachmah