Perkataan senang melihat orang lain susah ternyata tidak hanya sekedar isapan jempol belaka, istilah ini dikenal dengan schadenfreude yang berasal dari bahasa Jerman dan digunakan dalam bahasa Inggris.
Schadenfreude menggambarkan perasaan senang atau kegembiraan yang muncul ketika melihat atau mengetahui bahwa orang lain mengalami kesulitan, kegagalan, atau kesialan.
Singkatnya, schadenfreude merupakan kepuasan atau kebahagiaan yang timbul dari penderitaan atau kesulitan yang dirasakan orang lain.
Pietrasz Kiewicsz (2013) menyebutkan bahwa gejala emosi schadenfreude biasanya muncul dalam tiga keadaan yaitu ketika pengamat mendapatkan sesuatu dari kemalangan orang lain, ketika menimpa orang yang iri hati dan ketika kemalangan pantas untuk didapatkannya.
Gejala emosi schadenfreude ini memunculkan respon kebahagiaan dari orang lain yaitu dengan ungkapan kata “yes” dengan perasaan yang sangat menyenangkan dan melegakan. Gejala ini dapat dianggap sebagai salah satu contoh atau varian kegembiraan timbul dari ketidakberuntungan orang lain karena dianggap pantas mendapatkannya.
Aktivitas gejala emosi schadenfreude ini melibatkan striatal brain activity (aktivitas otak striatal) yang memunculkan kesenangan, cenderung untuk selalu tersenyum menikmati momen dan merayakan kesedihan orang lain tersebut (Syahid, 2021).
Faktor-faktor terjadinya schadenfreude menurut Dijk dan Ouwerkerk (2014) di antaranya, yaitu:
1. Peningkatan diri
Orang dapat menikmati kesedihan orang lain karena merasakan adanya manfaat perbandingan sosial dan memuaskan perhatian mereka untuk melakukan evaluasi diri yang positif.
Perbandingan sering kali terjadi pada lingkungan sosial, salah satu jalan yang dianggap lebih positif yaitu dengan membandingkan diri mereka dengan orang yang kurang beruntung.
Orang dengan harga diri rendah, cenderung mengalami lebih banyak sikap schadenfreude dibandingkan dengan kesedihan yang dialami oleh orang lain.
2. Iri hati
Kesedihan yang dirasakan oleh orang lain dapat menimbulkan schadenfreude karena adanya perasaan iri hati.
Saat seseorang tidak memiliki kualitas, prestasi atau keunggulan dari orang lain, maka individu tersebut berharap orang lain juga tidak memilikinya.
Emosi ini biasanya diimbangi oleh perasaan tidak menyenangkan mencakup perasaan rendah diri, permusuhan, serta rasa ketidakadilan.
3. Kelayakan
Adanya rasa kelayakan dari seseorang sehingga merasa orang lain pantas untuk mendapatkan kesedihan tersebut.
Peristiwa ini terjadi karena adanya penilaian kelayakan atas perilaku ketika individu melanggar keadilan sosial sehingga dirasa sangat pantas dan layak mendapat ganjaran bahkan diiringi dengan cemoohan maupun perilaku keji.
Akhirnya, schadenfreude ini tidak selalu dianggap sebagai sikap etis atau empatis dalam kehidupan. Sebagai manusia sosial, jika melihat orang lain mengalami kesedihan, alangkah baiknya sebagai makhluk sosial juga dapat memberi dukungan positif untuk membantunya bangkit dalam keterpurukan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ruang Publik yang Terkolonisasi: Literasi, Media, dan Pertarungan Wacana
-
Kesadaran Diri, Antara Jalan Menuju Kebebasan atau Jerat Overthinking
-
Komunikasi Massa: Antara Kuasa Informasi dan Manipulasi Realitas
-
Aroma Cempaka: Kesederhanaan yang Menyimpan Kemewahan Rasa
-
Mencicip Pindang Khas Jambi di Telago Biru: Rasa, Cerita, dan Suasana yang Mengikat
Artikel Terkait
Lifestyle
-
Nabung Itu Wacana, Checkout Itu Realita: Melihat Masalah Nasional Gen Z
-
Lettu Fardhana Move On Kilat! Ayu Ting Ting Santai Revisi Kriteria Suami?
-
Playlist Jadi Vitamin Mental: Musik Sebagai Mood Booster Anak Muda
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
4 Sheet Mask Kandungan Pearl yang Ampuh Berikan Efek Cerah dan Lembap
Terkini
-
Lebih dari Sekadar Keponakan Prabowo, Ini Profil Rahayu Saraswati yang Mundur dari DPR
-
Bukan Sekadar Coretan, Inilah Alasan Poster Demo Gen Z Begitu Estetik dan Berpengaruh
-
Bukan Cuma Anak Menkeu, Ini Sumber Kekayaan Yudo Sadewa yang Dihujat Netizen
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Budaya Trial and Error dalam Kabinet Indonesia