Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang unik sebab memiliki banyak perbedaan kata untuk satu objek tertentu. Misalnya saja untuk kata kerja ‘makan’, maka kamu akan menemukan beberapa istilah mulai dari yang informal, sopan, sampai mau mengajak baku hantam.
Nah, kali ini kita akan membahas tentang hitungan dalam bahasa Jawa.
Dalam bahasa Indonesia kita akan bertemu istilah: satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, sebelas, dua belas, tiga belas, empat belas, lima belas, enam belas, tujuh belas, delapan belas, sembilan belas, dua puluh. Kemudian berlanjut, dua puluh satu dan seterusnya.
Sedangkan dalam bahasa Jawa Ngoko, kita bertemu istilah: siji, loro, telu, papat, limo, enem, pitu, wolu, songo, sepuluh, sewelas, rolas, telulas, patbelas, limolas, nembelas, pitulas, wolulas, songolas, rongpuluh. Kita tidak bisa melanjutkan dengan rongpuluh siji, karena istilahnya bukan itu. Kita akan pakai selikur, rolikur dan seterusnya. Kemudian akan berbeda di angka dua puluh lima, yang mana kita akan pakai selawe.
Angka lain yang penyebutannya berbeda dalam bahasa Jawa adalah angka lima puluh, di mana kita tidak pakai istilah limang puluh, melainkan seket. Lanjut angka lima puluh satu, kita memakai istilah seket siji, dan seterusnya.
Berikutnya ada angka enam puluh, di mana penyebutannya adalah suwidak, dan lanjut untuk enam puluh satu kita memakai suwidak siji, dan seterusnya.
Sementara untuk bahasa Jawa Krama, kita bisa menyebut dengan : setunggal, kalih, tigo, sekawan, gangsal, enem, pitu, wolu, songo, sedasa, setunggal welas, kalih welas, tigo welas, sekawan welas, gangsal welas, nembelas, pitulas, wolulas, songolas, kalih dasa. Di sini, kita bisa melanjutkan dengan kalih dasa setunggal untuk menyebut selikur tadi.
Baru di angka selawe, kita bisa menyebut dengan selangkung. Sementara bahasa Jawa Krama untuk seket dan suwidak, penyebutannya tetap sama.
Biasanya, istilah-istilah ini kurang diajarkan di sekolah umum, melainkan lewat percakapan sehari-hari dengan orang-orang dari generasi lama. Tidak tahu pasti mengapa, tetapi istilah itu sudah turun temurun sejak generasi terdahulu. Sekian.
Baca Juga
-
Manhwa I Became A Tyrant's Chambermaid: Lika-Liku Komedi Bareng Putra Mahkota
-
The Perks of Being A Villainess: Manhwa Romcom, Art Dewa, Para MC Mempesona
-
Menguak Makna 'Maharatu' dalam Film Pabrik Gula, Selalu Perempuan Kah?
-
As You Wish, Prince: Manhwa dengan Alur Ringan, Art Lumayan, Tapi Penuh Plot Hole
-
Lovesomnia: Manhwa Romcom, Alur Ringan, Art Kece, dan Penderita Insomnia
Artikel Terkait
-
Review Buku Mari Berhitung Sisa Hidupmu, Renungan Menyentuh tentang Makna Hidup yang Sesungguhnya
-
Ini Cara Sungkem Kepada Orang Tua saat Lebaran dalam Bahasa Jawa dan Artinya
-
Inilah Ucapan Sungkem Lebaran Bahasa Jawa Halus Singkat dan Artinya
-
Kata-Kata Sungkem Kepada Orang Tua saat Lebaran Idul Fitri: Teks Arab, Latin, Jawa, Terjemahan
Lifestyle
-
Kejebak Diskon? Yuk, Kenali Bedanya Impulsive Buying dan Unplanned Buying!
-
Youthful! Ini 4 Ide OOTD ala Hana FIFTY FIFTY yang Pasti Cocok Buatmu
-
5 Gaya Outfit Kasual ala Morgan Oey yang Boyfriendable Abis, Wajib Coba!
-
4 Mix and Match Dua Warna ala Mimi OH MY GIRL, Bikin OOTD Makin Stylish!
-
4 Rahasia Fashion dan Hairdo Go Min Si yang Bikin Penampilan Makin Classy!
Terkini
-
Menari di Antara Batas! Kebebasan Berekspresi di Sekolah vs Kampus
-
Antara Ronggeng dan Revolusi: Potret Sosial dalam Novel Dukuh Paruk
-
Ulasan Buku B.J. Habibie: The Power of Ideas
-
Latar Ijen: Resto Bergaya Mewah dan Nyaman di Kota Malang
-
Review Film There's Still Tomorrow: Drama Emansipasi yang Bikin Getir