Dalam bahasa Jawa, ada banyak sekali kata homonim, yaitu kata yang baik dari segi penulisan dan pelafalan sama tetapi berbeda arti. Nggak tanggung-tanggung, artinya berbeda jauh sekali, dan nggak ada korelasinya satu sama lain. Salah satu contohnya adalah kata Ampil.
Ampil sejatinya merupakan tembung lingga atau kata asal dan masuk dalam tingkatan linguistik Bahasa Krama Inggil. Baik dari berbagai makna, dia tetap merupakan istilah dalam Bahasa Krama Inggil. Sedangkan kalau diubah menjadi Bahasa Ngoko, maka perlu memerhatikan susunan kalimatnya supaya tidak rancu dan keliru, karena memiliki beragam arti.
A. Berarti Meminjam
Dihimpun dari Pepak Basa Jawa, Ampil disini bisa berarti pinjam atau meminjam, tergantung susunan kalimat dan keberadaan imbuhan. Dia masuk dalam tingkatan linguistik Bahasa Krama Inggil. Contohnya bisa seperti:
- Bukune Mas Damar diampil Mas Endra (Bukunya Mas Damar dipinjam Mas Endra),
- Budhe ngampil kompor kagungane Simbah (Budhe meminjam/pinjam kompor punya kakek/nenek),
- Pakdhe kagungan ampilan arta (Pakdhe punya pinjaman uang).
Sedangkan untuk tingkatan linguistik Bahasa Krama Madya atau tengahan, wujudnya menjadi Sambut. Fyi, baik dalam tingkatan linguistik manapun, meski wujudnya berubah, tetapi tetap merupakan kata asal ya. Sehingga, tetap membutuhkan beberapa imbuhan lagi. Contohnya bisa seperti:
- Aku nyambut sapumu ya (Aku pinjam sapumu ya),
- Bukumu disambut karo Mas Endra (Bukumu dipinjam sama Mas Endra).
Lalu, untuk tingkatan linguistik Bahasa Ngoko, wujudnya berubah menjadi Silih, yang juga bisa berdiri sebagai kata asal/kata dasar. Contohnya bisa seperti:
- Duitku disilih Mbak Rara (Uangku dipinjam Mbak Rara),
- Aku nyilih pulpenmu ya (Aku pinjam pulpenmu ya),
- Cak Pri ora sida dak silihi dhuwit (Cak Pri nggak jadi kupinjami uang).
B. Bermakna Selir
Masih menurut Pepak Basa Jawa, Ampil disini bisa bermakna selir dan umumnya dipakai dalam sistem kerajaan masa lampau. Frasa yang digunakan terkadang adalah garwa ampil. Selain itu, menurut Kamus Besar Bahasa Jawa Indonesia ditemukan lagi istilah:
- Garwa Ampil,
- Garwa Ampeyan, dan
- Garwa Paminggir.
Nah fyi saja, kata Ampeyan sebenarnya bisa memiliki arti lain yaitu Kaki lho. Kok ruwet? Gini deh kujelasin sekalian!
Dalam tingkatan linguistik Bahasa Krama Inggil, Ampeyan bisa berarti Selir tadi, bisa juga berarti Kaki. Contohnya bisa seperti:
- Ampeyanipun Simbah sakit (Kakinya kakek/nenek sakit).
- Dewi Ratna menika garwa ampeyanipun Prabu Batur (Dewi Ratna merupakan selir dari Prabu Batur). Btw, ni ngarang ya, haha.
Sementara itu dalam tingkatan linguistik Bahasa Krama Madya atau tengahan, wujudnya berubah menjadi Suku. Contohnya bisa seperti:
- Sukune jenengan ukuran pinten? Kok sepatune ageng sanget? (Kakimu ukuran berapa? Kok sepatunya besar banget?)
Lalu, untuk tingkatan linguistik Bahasa Ngoko, wujudnya berubah lagi menjadi sikil. Contohnya bisa seperti:
- Sikilku lara kesandung pager (Kakiku sakit tersandung pagar),
- Sikile adhiku dientub tawon (Kakinya adikku disengat tawon).
Informasi tambahan, ada versi kasar dari Kaki ini yang sebaiknya nggak dipakai ya. Selain kasar dan saru alias kasar dan keliru, istilah ini juga umumnya digunakan sebagai umpatan, yaitu Thokor. Contohnya bisa seperti:
- Thokormu! (Kakimu! / Intinya umpatan),
- Thokor jaran! (Kaki kuda! Lebih ke umpatan kasar dan saru).
Itulah tadi pembahasan mengenai kata Ampil yang malah bisa kemana-mana, haha. Bisa jadi subjek untuk selir, bisa jadi predikat untuk pinjam, hingga jadi objek untuk kaki yang merupakan turunan dari selir, haha.
Namun, memang begitulah struktur Bahasa Jawa yang unik, kaya kosakata, tetapi tetap seru untuk dibahas. Walau, yang saya sampaikan lebih condong pada dialek keseharian saya yakni dialek Kediri ya. So, menurutmu gimana?
Baca Juga
-
Ulasan Novel Rumah di Seribu Ombak: Nggak Cuma Kesetiaan, Tapi Ketimpangan
-
Review Manhwa No Outtakes: Isekai Haru yang Konsepnya Mirip Film Narnia
-
Ulasan Novel Karung Nyawa: Nggak Hanya Klenik Semata, Tapi Full Kekecewaan!
-
Ulasan Novel Rumah Lentera: Teenlit Yang Nggak Cuma Omong Kosong Remaja
-
Moringa Oleifera: Suara Alam dalam Intrik Mistik dan Gema Reboisasi
Artikel Terkait
-
Langgam 'Kuncung' Didi Kempot, Kesederhanaan Hidup yang Kini Dirindukan
-
Penalaran Kata 'Mundhut': Sama-sama Predikat Kalimat, tapi Dilarang Ambigu!
-
Libur Lebaran? 5 Kolam Renang Terbaik di Karanganyar Ini Wajib Dicoba
-
Ancol Targetkan 660 Ribu Pengunjung Selama Libur Lebaran
-
Belasan Ribu Pengunjung Padati Kawasan Monas saat H+2 Lebaran 2025
Lifestyle
-
Gaya Macho ala Bae Nara: Sontek 4 Ide Clean OOTD yang Simpel Ini!
-
Bukan Kaleng-Kaleng! 5 Laptop 7-10 Jutaan Paling Worth It Tahun Ini
-
Gaya Feminin nan Energik! 5 OOTD Rok Mini Becky Armstrong yang Super Modis
-
4 Rekomendasi Tas Handmade dari Brand Lokal yang Stylish Buat Daily Look
-
4 Exfoliating Toner PHA Cocok untuk Eksfoliasi Kulit Sensitif Tanpa Iritasi
Terkini
-
Piala Dunia U-17: Statistik Pembuka Grup H, Timnas Indonesia Berpotensi Jadi Tim Kuda Hitam
-
Novel Dia yang Lebih Pantas Menjagamu: Belajar Menjaga Hati dan Batasan
-
Etika Komunikasi di Media Sosial: Bijak Sebelum Klik!
-
Guru, Teladan Sejati Pembentuk Karakter Anak Sekolah Dasar
-
Empat Tokoh Mengkaji Oase Gelap Terang Indonesia di Reuni FAA PPMI