Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | ilham wahyu hidayat
Ilustrasi ujian nasional

Tahun 2020 ini Ujian Nasional (UN) terakhir diadakan. Pada 2021 nanti UN akan dihapus dari peredaran. Sebagai gantinya diadakan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter.

Sebenarnya penghapusan UN bukan hal yang perlu dihebohkan. Tidak perlu juga sampai viral. UN hanya salah satu bentuk penilaian hasil belajar. Hanya kedudukannya sedikit istimewa karena ditegaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian.

Menurut Pasal 2 Permendikbud di atas, penilaian hasil belajar dikategorikan tiga macam. Pertama, penilaian hasil belajar oleh pendidik. Kedua, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan. Ketiga, penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Jika ditinjau dari penyelenggaranya, UN masuk dalam kategori yang ketiga.

Penghapusan UN sebenarnya juga sah. Dalam Pasal 8 Ayat 1 Permendikbud di atas dinyatakan penilaian hasil belajar oleh Pemerintah dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional dan atau bentuk lain yang diperlukan. Dari sini jelas bahwa UN hanya salah satu bentuk penilaian yang memang bisa diubah jika diperlukan.

Meskipun demikian harus diakui UN punya potensi besar. Menurut Pasal 2 Ayat 2 Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016, hasil UN digunakan untuk tiga tujuan. Pertama, sebagai pemetaan mutu program dan atau satuan pendidikan. Kedua, sebagai pertimbangan seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya. Ketiga, sebagai dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Tiga hal di atas itu sebenarnya yang menjadi sumber pertanyaan seputar penghapusan UN. Bagaimana mutu sekolah ditentukan jika bukan dari nilai lulusan? Pertimbangan apa yang bisa dijadikan pedoman sebagai syarat masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya jika bukan dari nilai lulusan ? Bagaimana juga pembinaan pada sekolah dilakukan pemerintah jika mutu sekolah tidak berpedoman nilai lulusannya?

Semua pertanyaan itu rasional. Semua itu bentuk nyata kepedulian masyarakat akan pendidikan. Artinya ada kontrol masyarakat atas perubahan dalam pendidikan di Indonesia. Akan tetapi lebih tepat jika yang dipikirkan dampak penghapusan UN nantinya.

Setelah UN dihapus sudah pasti ada penurunan motivasi belajar. Selama ini UN dipandang ajang sakral untuk membuktikan prestasi akademis siswa. Siswa pasti akan bertanya-tanya, buat apa belajar jika tidak ada Ujian Nasional?

Memang, prestasi akademik bukan satu-satunya jaminan sukses dalam kehidupan. Fakta di lapangan banyak membuktikan orang bisa sukses tanpa prestasi akademik di sekolah. Akan tetapi tetap saja ada kemungkinan penghapusan UN menurunkan semangat belajar.

Partisipasi lembaga non formal seperti bimbingan belajar dalam pendidikan juga akan merosot tajam. Orang tua akan berpikir ulang mengikuti program bimbingan belajar untuk anaknya. Buat apa ikut bimbingan belajar jika tidak ada Ujian Nasional ? Pasti itu yang ditanyakan. Efeknya pun jelas. Lama-lama bimbingan belajar akan gulung tikar.

Dari sini tampak penghapusan UN membuka tantangan baru dalam pendidikan. Bagi lembaga pendidikan formal yaitu sekolah dituntut lebih meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Ini sudah pasti karena mutu pendidikan tidak lagi ditentukan hasil akhir nilai UN akan tetapi dari prosesnya.

Lembaga pendidikan non formal seperti bimbingan belajar juga harus lebih kreatif dan inovatif jika ingin terus berpartisipasi dalam pendidikan. Mereka harus jeli melihat potensi agar terus dapat membantu peningkatan proses pembelajaran di sekolah.

Bagi guru juga begitu. Para pendidik profesional ini lebih harus optimal menjalankan tugas utama yang melekat secara definitif padanya.

Secara definitif, guru menurut Pasal 1 UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Semua tugas utama dalam definisi itu harus dilaksanakan. Tujuan utamanya untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran.

Sedangkan bagi pemerintah tantangannya lebih berat. Mereka harus bisa membuktikan kebijakan penghapusan UN mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Tujuan pendidikan nasional dalam Pasal 3 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Apakah penghapusan UN akan mewujudkan tujuan pendidikan di atas? Apakah Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter dan penguatan pendidikan karakter mampu meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia?

Untuk saat ini hanya spekulasi yang bisa diberikan. Hanya waktu yang bisa menjawab semua pertanyaan di atas. Satu yang diharapkan yaitu penghapusan Ujian Nasional mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang secara nyata tampak pada peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.

ilham wahyu hidayat