“Negara maju bukan tempat di mana orang miskin dapat memiliki mobil. Tapi tempat di mana orang kaya menggunakan transportasi publik,” begitulah kata Enrique Penalosa, mantan Walikota Bogotá, Kolombia (Periode 1998-2001). Kata kata tersebut memiliki makna yang dalam.
Ketika banyak orang dalam suatu negara dengan kemampuan ekonomi di atas rata-rata mengandalkan transportasi publik saat berpindah dari satu tempat ke tempat lain, maka negara tersebut telah berhasil mewujudkan prestasi besar dalam dunia transportasi publik mereka. Bagi negara berkembang yang ingin mewujudkan hal sama, maka setidaknya terdapat dua strategi besar yang harus mereka tempuh.
Pertama adalah negara membangun sarana dan prasarana transportasi publik yang memadai. Kriteria seperti apa transportasi publik yang baik mungkin berbeda beda di setiap negara, tetapi secara umum moda tarnsportasi tersebut aman, terjangkau, mudah, terdapat fasilitas yang lengkap, bersih, nyaman, terintegrasi antar moda transportasi publik, serta yang paling penting adalah selalu tepat waktu.
Moda transportasi dengan kriteria tersebut banyak ditemui di kota-kota besar negara “maju” seperti Tokyo, Seoul, Singapura, London, Berlin dan kota-kota lain di Eropa.
Kedua adalah membangun manusia. Tidak infrastruktur yang memadai, negara juga harus membangun budaya di mana moda transportasi publik merupakan pilihan nomor satu dalam mendukung mobilitas kehidupan penduduknya. Transportasi publik tersebut harus berhasil memikat hati semua lapisan masyarakat baik kaya maupun kurang mampu untuk bersama sama menggunakannya.
Mereka yang kaya mau secara sukarela meninggalkan mobil mewahnya, dan memilih menaiki transportasi publik. Dan mereka yang kurang mampu merasa nyaman dan bangga bersanding di dalam moda transportasi publik bersama masyarakat yang kaya.
Ketika budaya yang maju tersebut sudah terbentuk, maka dengan sendirinya masyarakat tidak lagi membutuhkan peraturan peraturan yang kompleks yang bersifat memaksa. Tentu saja untuk melaksanakan dua strategi besar di atas tidaklah mudah, diperlukan langkah-langkah yang tepat dan konsisten dalam jangka panjang serta biaya yang tidak sedikit. Apalagi ketika negara tersebut berangkat dari titik rendah baik secara politik, ekonomi, sosial budaya, hukum maupun keamanan.
Lalu bagaimana dengan kota DKI Jakarta yang menjadi simbol negara kita tercinta. Saat ini, DKI Jakarta mulai bergerak ke arah yang tepat menuju masyarakat “sadar” transportasi publik. Harapan itu semakin nyata terwujud ketika Moda Raya Terpadu atau familiar dengan nama MRT Jakarta berhasil beroperasi. Moda transportasi berbasis rel ini layak disandingkan dengan moda transportasi sejenis di negara maju.
MRT Jakarta berhasil membangun insfrastruktur sekaligus membangun budaya bertransportasi publik yang maju dalam satu langkah. Tidak sekedar modern dan canggih, sarana dan prasarana yang dimiliki MRT Jakarta dibangun sedemikian rupa sehingga para penumpang dan pemangku kepentingan akan terdidik untuk menggunakan transportasi dengan cerdas dan maju.
Berbagai symbol bertebaran di fasilitas tranportasi ini untuk memandu masyarakat agar tertib, rapi, nyaman dan sedap dipandang mata. Selain itu MRT Jakarta juga membangun kawasan di sekitar stasiun dengan konsep Transit Oriented Development (TOD) untuk mewujudkan tata ruang yang rapi, bersih, nyaman, ramah pejalan kaki, pesepeda dan disabilitas serta bebas dari kemacetan.
Harapan lain juga muncul dari Lintas Raya Terpadu atau LRT Jakarta yang sedang dalam proses pembangunan. Sebuah moda transportasi yang juga berbasis rel namun memiliki jangkauan yang lebih luas hingga ke kota kota di sekitar DKI Jakarta. LRT Jakarta diharapkan mampu membersamai MRT Jakarta dan moda transportasi lain menciptakan sistem transportasi publik yang terintegrasi dan mudah untuk diakses.
Diharapkan dengan kemudahan akses dan kenyamanan yang semakin ditingkatkan dapat menarik perhatian semua lapisan masyarakat untuk meninggalkan kendaraan pribadi dan memilih menggunakan transportasi publik.
Oleh: Moch. Yasin Dwi Ervinda / Mahasiswa D IV Akuntansi PKN STAN
Artikel Terkait
-
Setelah MRT, Gibran Pantau Proyek LRT Jakarta
-
Horee! Tarif Transjakarta, LRT Dan MRT Rp 1 Saat Pelantikan Presiden Besok
-
Sepanjang Pemerintahan Jokowi, Transportasi Umum di Jakarta Jadi Lebih Cepat dan Nyaman
-
Setelah Halte Transjakarta Senayan, Kini Stasiun MRT Bundaran HI Berganti Nama
-
Kabar Gembira, Tarif LRT Jabodebek Maksimal Rp 10.000 di Akhir Pekan dan Libur Nasional
News
-
Membludak! Floating Market Pertama di Surabaya Diserbu Pengunjung
-
Satukan Dedikasi, Selebrasi Hari Guru di SMA Negeri 1 Purwakarta
-
Dari Kelas Berbagi, Kampung Halaman Bangkitkan Remaja Negeri
-
Yoursay Talk Unlocking New Opportunity: Tips dan Trik Lolos Beasiswa di Luar Negeri!
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda
Terkini
-
Alvin Lim Tuding Denny Sumargo Biang Kerok Konflik Agus Salim dan Teh Novi: Makanya Nggak Beres-Beres
-
Quick Count vs Hasil Resmi Pemilu: Akurasi atau Sekadar Kontroversi?
-
4 Pilihan OOTD Chic ala Jang Gyu-ri, Fashionable di Setiap Kesempatan!
-
Politik Uang di Pilkada: Mengapa Masyarakat Terus Terpengaruh?
-
Love is A Promise: Berdamai dengan Trauma Demi Menemukan Cinta Sejati!