Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | desyardiani
(Shutterstock)

Tahun ini Indonesia akan memasuki era keemasan dengan adanya momentum “Bonus Demografi”. Mendengar kata bonus tentunya kita akan membayangkan sebuah keuntungan, kelebihan, atau opportunity yang akan didapat. Namun, apa sebenarnya pengertian bonus demografi tersebut?

Bonus demografi adalah suatu kondisi saat jumlah penduduk berusia produktif (15 s.d. 64 tahun) lebih besar dibandingkan dengan penduduk berusia tidak produktif.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2020 hingga 2035 diperkirakan Indonesia akan menikmati bonus demografi dikarenakan jumlah penduduk usia produktif mencapai hampir 70 persen dari total penduduk Indonesia. Hal tersebut menandakan jumlah angkatan kerja di Indonesia akan berada pada puncaknya pada periode ini.

Momentum bonus demografi 2020 seharusnya mampu menjadi katalis bagi Indonesia menuju negara yang maju. Indonesia dapat belajar dari kesuksesan Cina dan Korea Selatan dalam memanfaatkan kondisi bonus demografi.

Kedua negara tersebut berhasil memanfaatkan banyaknya angkatan kerja dalam membangun industri rumah tangga di negara mereka.

Bagaikan pisau bermata dua, Pemerintah sebaiknya berhati-hati dalam menghadapi bonus demografi karena bukan hanya sebagai keuntungan, tetapi juga sebagai tantangan.

Menjadi keuntungan karena dengan banyaknya penduduk usia produktif, tingkat ketergantungan kepada angkatan kerja menjadi rendah. Sedangkan tantangannya adalah menciptakan lapangan kerja yang cukup agar pengangguran tidak meningkat.

Berfokus dalam menghadapi tantangan tersebut, Pemerintah harus berhati-hati dalam menentukan strategi apa yang harus dilakukan. Salah satu faktor yang harus dijadikan pertimbangan utama adalah dunia yang sedang memasuki era industri 4.0 serta angkatan kerja Indonesia yang separuhnya adalah generasi milenial.

Era industri 4.0 perlahan-lahan mendorong penggunaan artificial intelligence (AI) untuk menggantikan tenaga manusia serta perkembangan internet of thing (IoT) yang membuat segala informasi mengalir dalam hitungan detik dan mudah diakses.

Penggunaan AI sebenarnya sangat memudahkan kehidupan manusia, tetapi menjadi tantangan tersendiri saat akan ada banyak profesi yang “punah” karena tergantikan.

Dilain hal, penggunaan IoT relatif membawa lebih banyak keuntungan karena mempersempit dimensi ruang dan waktu. Informasi di dunia terasa berada dalam genggaman yang dapat kita manfaatkan kapanpun dan dimanapun.

Tahun 2018 Pew Research Center merilis bahwa mereka yang terlahir antara tahun 1981 sampai 1996 adalah generasi milenial. Generasi ini memiliki karakteristik yang kreatif, inovatif, kritis, dan multitasking. Dengan karakteristik yang dimilikinya, seharusnya generasi milenial dapat dengan mudah beradaptasi di era industri 4.0 bahkan menganggapnya sebagai sebuah peluang.

Kehadiran generasi milenial dengan segala inovasi dan kreatifitasnya di tengah-tengah era industri 4.0, memunculkan berbagai jenis pekerjaan baru. Mulai dari pedagang online, dropshipper, influencer, hingga youtuber.

Pekerjaan yang bersifat rutin seperti administrator perkantoran serta buruh pabrik tak lagi tepat karena lambat laun pekerjaan tersebut akan digantikan oleh keberadaan AI dan mesin yang semakin canggih.

Bahkan dalam hal birokrasi baru-baru ini, Presiden Joko Widodo menginstruksikan penghapusan jabatan eselon III dan IV dan menggantikannya dengan AI.

Menilik fenomena tersebut, program pengembangan ekonomi kreatif merupakan salah satu strategi yang tepat bagi Pemerintah Indonesia untuk menghadapi bonus demografi yang akan mulai pada tahun ini.

John Howkins menjelaskan secara sederhana, “ekonomi kreatif adalah kegiatan ekonomi dalam masyarakat yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menghasilkan ide, tidak hanya melakukan hal-hal yang rutin dan berulang. Karena bagi masyarakat ini, menghasilkan ide merupakan hal yang harus dilakukan untuk kemajuan”.

Keseriusan Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan ekonomi kreatif terlihat jelas saat Presiden Joko Widodo membentuk Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif.

Bekraf merupakan lembaga baru non kementerian yang bertanggung jawab terhadap perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia. Disamping mendirikan Bekraf sebagai koordinator, berikut ada beberapa cara yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengembangkan ekonomi kreatif.

Memberikan pendidikan atau pelatihan kerja, misalnya kerjasama dengan perguruan tinggi atau lembaga pendidikan untuk mengadakan pendidikan vokasi mengenai bidang-bidang ekonomi kreatif.

Memberikan kemudahan dalam memperoleh modal maupun dana pengembangan, misalnya dengan kemudahan pengajuan kredit ataupun dengan membantu mencarikan investor.

Memberikan wadah pemasaran atau promosi baik lokal, nasional, bahkan internasional, misalnya dengan mengadakan pameran, festival, pesta seni, hingga promosi ke mancanegara.

Memberikan perlindungan hukum bagi produk ekonomi kreatif, misalnya memberikan perlindungan HKI, perlindungan dari diskriminasi produk, maupun diskriminasi harga.

Oleh: Ni Luh Gede Desy Ardiani/Mahasiswa PKN STAN

desyardiani