Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | riza ristiani
Ilustrasi Kepemimpinan. (Pexels)

Sejak diterapkannya WFH diperlukan penyesuaian di berbagai sektor pekerjaan. Salah satu yang krusial adalah  pelayanan masyarakat oleh sektor publik.  Pelayanan publik harus berjalan secara efektif meskipun ruang gerak terbatas secara fisik. Pekerjaan dan pelayanan yang biasanya dilakukan di kantor dan melalui tatap muka diubah menjadi sistem pelayanan online yang berbasis teknologi.

Meskipun perubahan ini terjadi sebagai darurat bencana, kini dunia sedang memasuki era dirupsi digital. Masa pandemi covid-19 saat menjadi momentum bagi sektor publik  untuk melakukan pekerjaan dan pelayanan masyarakat dengan pemanfaatan  teknologi digital.

Oleh karena itu semua pemimpin dan pegawai dituntut untuk memiliki kepemimpinan digital. Sebagaimana pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatul Sipil Negara (PANRB) Tjahjo Kumolo dalam kegiatan Kuliah Kerja Profesi peserta program pendidikan Sespimti Polri Dikreg ke-29, jumat (19/06/2020)  menjelaskan bahwa memasuki era digital terdapat pergeseran kompetensi yang dibutuhkan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dari yang awalnya dibutuhkan kompetensi digital bergeser menjadi kompetensi kepemimpinan digital. Menurut Tjahjo Kumolo, cepatnya perkembangan zaman menuntut ASN tidak hanya memiliki kompetensi manajerial melainkan dibutuhkan pemanfaatan  dan penggunaan teknologi digital yang diimplementasikan dalam pekerjaan.

Istilah kepepemimpinan digital eksis ketika adanya revolusi industri 4.0 yang menyebabkan adanya transformasi digital. Untuk menunjang tranformasi digital, digital leadership menjadi komponen penting.

Pemimpin digital merupakan seseorang yang mampu memanfaatkan teknologi informasi untuk mencapai tujuan bersama dalam suatu organisasi.

Oleh karena itu, untuk melakukan tranformasi digital pada sektor publik dalam rangka meningkatkan efektivitas pelayanan publik ditengah pendemi corona saat ini, penting bagi ASN untuk memiliki kemampuan digital leader.

Kepemimpinan digital juga dikenal sebagai e-leadership atau kepemimpinan elektornik yang yang diperkenalkan oleh Avolio,Kahai, dan Dodge yang termuat dalam artikel ilmiah E-leadership Implications for Theory, Research, and Practice. Menurut artikel tersebut, e-leadership terjadi dalam konteks e-envoronment dimana pekerjaan dilakukan melalui teknologi informasi terrutama penggunaan internet.

Terdapat karakteristik e-ledership yang membedakan dengan kepemimpinan biasa atau kepemimpinan tradisional. Pertama, dalam hal komunikasi e-leadership membutuhkan penggunaan media elektronik untuk berkomunikasi dengan anggota lainnya.

Keterampilan penggunaan jejaring sosial seperti line, facebook, instagram, twitter, dan lain sebagainya dapat digunakan sebagai media komunikasi.

Kedua, seorang e-leader harus memiliki kemampuan berpikir dan bekerjasama tanpa adanya batasan waktu,ruang, dan rintangan budaya dimana pengawasan dan interaksi tatap muka tidak diperlukan. Dengan komunikasi melalui teknologi informasi memungkinkan bagi pemimpin untuk berkomunikasi dengan banyak pegawai secara efektif dan efisien.

Ketiga, pemimpin digital  memiliki kemampuan untuk memantau dan mengelola pekerjaan virtual secara efektif. Seorang pemimpin sektor publik harus memiliki kapabiltas untuk mengelola dan memantau pekerjaan virtual yang dilakukan oleh pegawai.

Hal ini untuk memastikan apakah para pegawai melakukan tugas dan fungsinya dengan baik dan apakah pegawai memahami arahan yang diberikan serta memastikan target yang sudah ditetapkan dapat tercapai.

Ciri keempat, selain fleksibel dalam penggunaan waktu, seorang e-leader dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan teknologi. Perkembangan teknologi yang pesat menuntut pemimpin dan pegawai untuk menyesuaikan perubahan agar tetap mencapai tujuan organisasi.

 Tidak hanya itu, digital leader juga harus dibentuk dengan pola pikir dan kemampuan memecahkan masalah serta mempu menjaga hubungan antar anggota dan antar tim. Kepemimpinan digital dapat membentuk pemimpin di masa yang akan datang yang dapat membawa keberhasilan bagi organisasi di era perkembangan teknologi.

E-leader juga cocok untuk diterapkan pada seorang pemimpin yang mempunyai gaya kepemimpinan tranformasional. Menurut Robins dan Judge (2008) salah satu ciri pemimpin tranformasional adalah idealized influence dimana perilaku pemimpin yang memberikan visi dan misi,mendapatkan respect dan kepercayaan dari bawahan serta memunculkan rasa bangga.

Untuk mencapai idealized influence di sektor publik ketika masa WFH tentu tidak mudah karena keterbatasan ruang gerak secara fisik. Dari situlah peran kepemimpinan digital diperlukan untuk mendapatkan kepercayaan dari pegawai.

Melihat bagaimana e-leader menjadi sosok yang dibutuhkan pada saat ini tentu tidakah mudah dalam penerapannya. Dalam sektor publik, perlu adanya pelatihan yang tepat untuk memberikan pengetahuan tentang teknologi informasi dan komunikasi bagi ASN mengingat hal tersebut adalah komponen penting dalam e-leadership.

Jika Kepemimpinan digital ini dapat diterapan dalam sektor publik terutama bagi ASN di Indonesia tentu dapat menjadi solusi bagi pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan pada pandemi covid-19 yang belum dapat ditentukan kapan akan berakhir. Dalam jangka panjang akan membawa kesuksesan bagi pemerintah dalam mewujudkan tranformasi digital dan revolusi industri 4.0.

riza ristiani

Baca Juga