Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani
(Shutterstock)

Pemerintah secara resmi memutuskan untuk tidak menaikkan upah minimum untuk tahun 2021, baik upah minium provinsi (UMP) maupun upah minimum kabupaten/kota (UMK).

Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang secara langsung disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.

Dalam surat edaran tersebut, Ida Fauziyah mengatakan bahwa dalam rangka memberikan perlindungan dan kelangsungan bekerja bagi pekerja/buruh serta menjaga kelangsungan usaha, perlu dilakukan penyesuaian terhadap penetapan upah minimum pada situasi pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19.

Pemerintah mengatakan bahwa alasan tidak menaikkan upah minimum dikarenakan kondisi perekonomian yang anjlok akibat Covid-19 dan sedang dalam masa pemulihan. Jika keputusan menaikkan upah minimum diambil, tentunya akan memberatkan para pengusaha terutama dalam kemampuan perusahaan untuk memenuhi hak pekerja/buruh, termasuk dalam hal upah.

Hal ini pun memicu respon beragam dari berbagai pihak, salah satunya adalah Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea. Beliau menyatakan menolak keputusan pemerintah yang tidak menaikkan upah minimum (UMP) di tahun 2021.

Menurutnya, keputusan tersebut akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat yang semakin menurun. Terlebih lagi, dampak anjloknya perekonomian akibat Covid-19 sangat dirasakan oleh masyarakat buruh, bukan hanya para pengusaha saja yang terdampak imbasnya.

Dikutip dari Suara.com, Andi Gani Nena Wea meminta pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan tersebut. Menurutnya, pemerintah harus mengajak bicara serikat buruh sebelum memutuskan. Dirinya mengakui pengusaha memang banyak yang lagi dalam kondisi susah. Tapi buruh juga jauh lebih susah. Seharusnya pemerintah bisa bersikap lebih adil, yaitu tetap ada kenaikan UMP 2021.

Sedangkan respon dari pihak pemerintah, Komite Tetap Ketenagakerjaan (Kadin) Bob Azam menilai, keputusan untuk tidak menaikkan upah 2021 merupakan langkah tepat. Sebab, kondisi ekonomi Indonesia saat sedang mengalami tekanan akibat virus corona hingga menyebabkan resesi.

"Jadi wajarlah, apalagi ditambah perusahaan-perusahaan yang sedang kesulitan," ujar Bob. Menurutnya, langkah itu lebih baik dilakukan demi memastikan agar perusahaan tetap bisa menggaji karyawannya.

Di samping itu, Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) 'menawar' agar upah minimum pada 2021 mendatang tetap naik. Walaupun, kenaikan upah hanya di kisaran 1,5 persen sampai 2 persen.

Sebelumnya, dari pihak kalangan buruh meminta kenaikkan upah minimum pada tahun 2021 sekitar 8 persen. Sekjen OPSI Timboel Siregar menilai hal tersebut tidak tepat karena tidak memperhatikan keberlangsungan usaha. Begitu juga dengan putusan Menteri Keternagakerjaan Ida Fauziyah yang mengimbau para gubernur untuk tidak menaikkan upah minimum tahun depan dinilai tidak memperhatikan kesejahteraan pekerja.

Dari kalkulasinya yang mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), sejak Januari hingga Agustus 2020 tingkat inflasi mencapai 0,93 persen, sedangkan tingkat inflasi dari tahun ke tahun atau year on year (yoy) mengacu pada Agustus adalah sebesar 1,32 persen.

Dengan data ini, Timboel Siregar mengatakan bahwa seharusnya para gubernur dapat mempertimbangkan menaikkan upah minimum 2021 di kisaran inflasi tahunan, yaitu sekitar 1,5 persen sampai 2 persen. Termasuk juga mempertimbangkan kondisi September, Oktober sampai Desember 2020.

"Tentunya kenaikan upah minimum dengan mempertimbangkan inflasi tahunan akan memiliki dampak ikutan yang positif. Dengan kenaikan upah minimum, maka daya beli pekerja tidak tergerus oleh inflasi, sehingga pekerja dan keluarganya bisa mempertahankan tingkat konsumsi," katanya seperti dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (27/10).

Kedepannya, diharapkan dengan segala putusan yang telah ditetapkan oleh pemerintah akan membawa dampak baik bagi semua pihak, baik dari pihak pengusaha juga pihak pekerja. Karena memang dikondisi yang seperti saat ini, semua aspek perekonomian mengalami keanjlokan akibat adanya Covid-19.