Dewasa kini tentu kita ketahui bersama bahwa saat ini terjadi bebrapa asumsi dari kalangan masyarakat hingga politikus-politikus hebat mengenai pro dan kontra menyangkut Pilkada yang akan dilakukan di masa pandemi Covid 19. Hal ini dikarenakan Pilkada yang direncanakan akan diselenggarakan serentak pada 9 Desember mendatang akan berlangsung di tengah kondisi Covid-19. Hal ini menyebabkan sebagian pihak beranggapan dengan diadakannya Pilkada serentak ini malah akan menjadi momok besar penularan virus yang lebih massif ditengah masyarakat.
Dimulai dari golongan pro yang beranggapan bahwa Pilkada haruslah tetap dilakukan karena setiap masyarakat memiliki hak konstitusinya dalam memilih calon Kepala Daerah yang sesuai kriteria mereka masing-masing dan juga dengan tidak menyampingkan protokol kesehatan Covid-19 yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan pihak kesehatan. Namun hal tersebut juga didasarkan karena pihak pro ini berharap dengan diselenggarakannya Pilkada mereka bisa mendapatkan pemimpin di daerah yang bisa menangani pandemi dengan maksimal.
Sedangkan dari golongan kontra, mereka beranggapan bahwa dengan diselenggarakannya Pilkada di masa pandemi Covid-19 justru malah akan semakin memperburuk keadaan dan mereka juga mengatakan walaupun protokol kesehatan telah di terapkan dengan benar, hal tersebut pasti akan terdapat kecolongan yang terjadi baik dalam perkumpulan dirumah calon masing-masing atau bahkan disaat perayaan kemenangan pasangan calon yang terpilih. Inilah yang menyebabkan kecemasan tersendiri yang mana pandemi Covid-19 belum berakhir malah dengan adanya Pilkada akan semakin menambah angka kasus Covid yang bertambah.
Ketua umum PBNU Said Aqil Siroj mengatakan, dengan adanya Covid-19, prioritas utama kebijakan negara dan pemerintah seharusnya diorientasikan pada pengentasan krisis kesehatan. Oleh karena itu, selain meminta Pilkada 2020 ditunda. PBNU juga meminta agar anggaran Pilkada direalokasikan bagi penanganan krisis kesehatan dan penguatan jarring pengaman sosial.
Selain itu Pimpinan pusat (PP) Muhammadiyah juga meminta pelaksanaan Pilkada serentak 2020 di masa pandemi Covid-19 ditunda. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menjelaskan, usul penundaan tersebut diungkapkan dengan alasan kemanusiaan di masa pandemi Covid-19. Menurut beliau, keselamatan masyarakat di masa pandemi Covid-19 merupakan yang paling utama . Terlebih lagi, saat ini jumlah pasien Covid-19 di Indonesia juga kian bertambah setiap harinya. Selain itu, Akademisi FISIP Untan, Jumadi memberikan pandangan, kualitas Pilkada Serentak 2020 kemungkinan tidak lebih baik dari Pilkada sebelumnya.
Dari riset Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), menyatakan 74,7 persen warga Indonesia menolak Pilkada di tengah pandemi Covid-19. Dalam hal ini harapan yang besar akan partisipasi masyarakat di dalam Pilkada itu sendiri mungkin akan menurun.
Di sisi lain selain urusan kualitas Pilkada yang menurun, ada lima risiko yang mungkin muncul dalam Pilkada serentak ini dan risiko itu diantaranya adanya kekhawatiran munculnya klaster baru Covid-19 di Pilkada, kampanye yang terkendala atau tidak optimal, kepercayaan publik terhadap pemerintah dan penyelenggara baik dalam konteks keselamatan maupun dalam asas demokrasi, dan terakhir sosialisasi yang biasanya dilakukan paslon Kepala Daerah yang biasanya menggunakan politik uang bisa tidak berjalan optimal.
Meski terjadi Pro dan Kontra yang datang silih berganti, baik penolakan dari masyarakat ataupun pihak lainnya, bisa kita lihat bersama bahwa diantara pihak pro dan kontra memiliki alasan yang cenderung sama yakni mengatasi Pandemi Covid-19 di wilayah mereka. Oleh karena itu asumsi yang dilontarkan pihak yang mendukung (pro) ini sangatlah baik adanya dengan tetap menyelenggarakan Pilkada dengan harapan mendapat pemimpin yang bisa mengatasi masalah Covid-19 dengan optimal.
Sedangkan dari pihak kontra juga tidak salah seutuhnya, dikarenakan pihak kontra hanya tidak ingin wabah Covid-19 ini memunculkan klaster baru hingga malah semakin menebar kepanikan di lingkungan masyarakat. Maka dari itu, besar harapan penulis kepada pihak penyelenggara Pilkada diharapkan mampu mengakomodir dengan baik jalannya Pilkada serentak yang sebentar lagi akan terlaksana dan juga, ini bisa berjalan dengan baik jika masyarakat juga ikut serta dengan cara selalu menjaga jarak dan mematuhi protokol kesehatan.
Oleh: Ulfriandi Setiawan (Mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintahn, Universitas Muhammadiyah Malang)
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Dana Kampanye Jadi Celah Korupsi, Pakar Sebut Pilkada Tak Langsung Tak Efektif
-
Kasus Bupati Lampung Tengah, KPK: Bukti Lemahnya Rekrutmen Parpol
-
Dari OTT ke Jejak Dana Gelap Pilkada: Seberapa Mahal Biaya Kampanye Calon Kepala Daerah?
-
Marak Kepala Daerah Kena OTT, Golkar Serukan Evaluasi Total Sistem Seleksi Pemimpin
-
Pilkada Kembali ke DPRD: Solusi Hemat Anggaran atau Kemunduran Demokrasi?
News
-
Pikir Dua Kali Sebelum Menebang Pohon, Ini 5 Dampak yang Sering Diabaikan
-
Eks Menpora Beberkan Alasan Cerai, Bukan karena Davina Karamoy?
-
Mulai dari Rumah, Inilah 7 Cara Sederhana Menerapkan Green Living
-
Buntut Dokumenter Kontroversial, Trump Tuntut BBC Ganti Rugi Miliaran Dolar
-
Kawula17 Dorong Orang Muda Aktif Mengawal Kebijakan Iklim
Terkini
-
5 Ide Mirror Selfie ala Ji Chang Wook, Kunci Tampil Cool dan Karismatik!
-
Takut Kehilangan Lagi, King Nassar: Surga Aku Tinggal Mama!
-
5 Kegiatan Seru buat Mengusir Rasa Sepi di Yogyakarta
-
Konflik Memanas, Ari Lasso Gandeng Pengacara untuk Hadapi Ade Tya
-
Pernah Berada di Fase Sulit, Fuji Mengaku Sempat Konsultasi dengan Psikolog