Presiden Jokowi meminta publik lebih aktif dalam memberikan kritik terkait kinerja pelayanan publik di Indonesia. Ia menyampaikan hal tersebut saat memberi sambutan di Laporan Tahunan Ombudsman 2020 secara virtual lewat Youtube Sekretariat Presiden, Senin (8/2/2021).
"Semua pihak harus menjadi bagian dari proses untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik, masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan atau potensi malaadministrasi," kata Jokowi.
Netizen riuh menyambut himbauan Jokowi ini. Umumnya mereka menyindir pemerintah yang dituding mudah menangkap pengkritik atau kerap menggunakan buzzer untuk menyerang pengkritik kebijakan pemerintah.
"Maaf, Pak @jokowi, Sekarang terserah bapak aja mau berbuat apa, karena saya masih ingin hidup bersama keluarga saya, Pak. Jadi saya ga akan kritik dan beri masukan, soalnya yg udah2 ada yg di tangkep, Pak," ujar akun twitter @an**********eh_.
Beragam komentar yang nyaris sama mudah ditemukan di linimasa twitter. Citra pemerintah sudah sedemikian buruknya dalam menyerap aspirasi warga. Saya sendiri tertawa ngilu. Bukan karena meme yang bertebaran di internet, melainkan kisah tetangga saya sendiri.
Kemarin, seorang ibu baru saja selesai "disidang" oleh pejabat RT/RW karena status facebook dia yang mengeluhkan pelayanan RT/RW. Si ibu ini menulis tentang kekecewaannya yang kerap dimintai uang untuk pengurusan Surat Keterangan Usaha (SKU). Surat ini dia minta dari pejabat setempat agar bisa memperoleh bantuan UMKM.
Pejabat RT/RW sebenarnya tidak punya akun media sosial. Namun, lingkaran keluarga merekalah yang jadi intel dalam menyampaikan laporan tentang status facebook ibu ini.
Menurut saya ini masalah serius. Rakyat kecil di akar rumput hanya menginginkan kemudahan pelayanan. Sementara pejabat di semua level pemerintahan masih memegang sikap-sikap ingin dilayani, bukannya memberikan pelayanan terbaik sesuai dengan apa yang diinginkan Presiden Jokowi.
Jokowi bilang bahwa gambaran pelayanan publik adalah wajah konkret kehadiran negara dalam kehidupan masyarakat. Kenyataannya, negara hadir dengan cara yang demikian buruk. Disidang dengan UU ITE saja misalnya, sebagai perangkat hukum yang sah, menurut saya tetap berlebihan untuk kasus ini. Apalagi, sang ibu disidang dengan gaya premanisme, ini sangat berlebihan.
Memang tidak di semua tempat seperti itu. Namun, ini untuk membuka kesadaran kita semua bahwa hal seperti ini banyak terjadi di sekitar kita, di semua level pemerintahan. Kita berharap, cita-cita Jokowi agar pelayanan publik membaik bukan hanya sekadar manis di bibir, memutar kata. Malah rakyat dituduh yang tidak-tidak ketika mengkritik pelayanan publik.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Jokowi Minta Warga Kritik Pemerintah, Publik: Kena UU ITE dan Masuk Penjara
-
Jokowi Ajak Warga Aktif Kritisi Potensi Maladministrasi Pelayanan Publik
-
Jokowi: Kerja Besar Ubah Model Pelayanan Birokrasi yang Kaku dan Prosedural
-
Transformasi Pelayanan Publik berbasis e-Government di Masa Pandemi
-
Stop Pungli: Saatnya Membangun Transparansi Pelayanan Publik
News
-
Saat Gen Z Jogja Melawan Stres dengan Merangkai 'Mini Hutan'
-
Teman Sintas, Ruang Aman Berbasis Komunitas untuk Mendampingi Penyintas
-
Dampak Jangka Panjang Bullying: Dari Depresi hingga PTSD pada Remaja
-
Cerita Ruangkan, Solusi dari Bayang-Bayang Burnout dalam Hustle Culture
-
Muda, Berbudaya, dan Adaptif: Tukar Akar Hadirkan Sastra yang Lebih Inklusif
Terkini
-
Drama Korea Positively Yours Pamerkan Chemistry Para Pemain, Punya Potensi Viral?
-
Ulasan Novel Aib dan Nasib, Pertarungan Eksistensial Melawan Stigma Sosial
-
El Putra Ungkap Perjalanan Karier: Dari Mahasiswa Bingung hingga Aktor Film
-
Sinopsis Can This Love Be Translated?, Drama Romantis Netflix Kim Seon Ho
-
Akui Terkesan, Rebecca Klopper Ungkap Niatan Berhijab di Masa Depan