Hayuning Ratri Hapsari | Rahmah Nabilah Susilo
Potret Kabinet Merah Putih (menpan.go.id)
Rahmah Nabilah Susilo
Baca 10 detik
  • Presiden Prabowo melakukan perombakan kabinet besar-besaran, mengganti lima menteri sekaligus, termasuk posisi strategis seperti Menkeu Sri Mulyani dan Menko Polhukam Budi Gunawan.
  • Istana menegaskan reshuffle murni berdasarkan evaluasi kinerja dan hak prerogatif presiden, sementara pengamat politik menilainya sebagai langkah konsolidasi kekuasaan.
  • Perombakan kabinet ini memicu reaksi awal yang negatif dari pasar keuangan, menunjukkan adanya skeptisisme publik terhadap efektivitas perubahan tersebut.
[batas-kesimpulan]

Pergantian menteri dalam kabinet sering kali menjadi sorotan publik. Dalam sistem demokrasi, reshuffle kabinet seharusnya menjadi bagian dari evaluasi kinerja dan upaya untuk memperkuat jalannya pemerintahan.

Namun, yang kerap terjadi justru menimbulkan pertanyaan: apakah pergantian ini murni demi memperbaiki strategi? Atau sekadar bagian dari drama politik dan bagi-bagi kekuasaan?

Realitas Pergantian Menteri di Era Prabowo

Presiden Prabowo Subianto telah melakukan beberapa kali perombakan kabinet (reshuffle) sejak membentuk Kabinet Merah Putih. Perubahan ini, beberapa di antaranya cukup signifikan, menunjukkan upaya penyesuaian tim kerja pemerintah.

Salah satu perubahan menteri yang terjadi pada 19 Februari 2025 adalah pencopotan Satryo Soemantri Brodjonegoro dari posisi Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Posisinya digantikan oleh Brian Yuliarto.

Perombakan kabinet terbesar kemudian terjadi pada 8 September 2025, ketika lima menteri diganti secara bersamaan. Salah satu yang paling menarik perhatian publik adalah penggantian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati oleh Purbaya Yudhi Sadewa.

Selain itu, penyesuaian kabinet ini juga mencakup pembentukan Kementerian Haji dan Umrah, yang dianggap sebagai respons atas kebutuhan administratif baru.

Total ada lima menteri yang dicopot dalam reshuffle ini, yaitu:

  • Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Budi Gunawan
  • Menteri Keuangan Sri Mulyani
  • Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding
  • Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi
  • Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo

Terkait spekulasi publik mengenai pengunduran diri Sri Mulyani, Istana Kepresidenan menepis rumor tersebut. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa pergantian Menteri Keuangan adalah keputusan murni Presiden Prabowo berdasarkan hasil evaluasi, bukan karena pengunduran diri.

"Ya, bukan mundur, bukan dicopot. Jadi, Pak Presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan tentunya kita semua paham bahwa beliau memiliki hak prerogatif. Maka, kemudian atas evaluasi, beliau memutuskan untuk melakukan perubahan formasi," ujar Prasetyo Hadi pada Senin (8/9/2025).

Alasan Reshuffle: Evaluasi Kinerja atau Respons Politik?

Reshuffle kabinet selalu menjadi isu hangat dalam pemerintahan, termasuk di era Presiden Prabowo Subianto. Publik pun bertanya-tanya: apakah reshuffle ini murni karena evaluasi kinerja para menteri, atau justru lebih sebagai respons terhadap dinamika politik?

Secara formal, pemerintah kerap menyebut bahwa reshuffle dilakukan sebagai bagian dari evaluasi rutin terhadap kinerja menteri. Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, bahkan menegaskan bahwa Presiden lebih memilih jalur evaluasi dan pembinaan daripada langsung mengganti posisi. 

Namun, di sisi lain, banyak pengamat menilai bahwa reshuffle tidak lepas dari pertimbangan politik. Penempatan atau penggantian menteri seringkali dikaitkan dengan konsolidasi partai politik koalisi, menjaga stabilitas kekuasaan, atau sebagai respons terhadap tekanan publik yang mengkritik kinerja kementerian tertentu. 

Menurut Julian Aldrin Pasha dari The Habibie Center, pergantian lima menteri yang dilakukan oleh Presiden Prabowo, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani, mengindikasikan adanya pergeseran ke arah konsolidasi kendali politik. Pandangan ini disampaikan dalam sebuah diskusi virtual pada Jumat, (12/9/2025)

Julian menilai perombakan ini tidak semata-mata didorong oleh tuntutan publik. Ia juga menyoroti reaksi awal pasar keuangan yang cenderung negatif. Menurutnya, masih ada skeptisisme apakah perombakan kabinet ini akan mampu memulihkan kepercayaan publik atau secara substansial meningkatkan kinerja pemerintah dalam jangka pendek.

"Reaksi pasar awal negatif, dan masih ada skeptisisme mengenai apakah perombakan kabinet dapat memulihkan kepercayaan publik atau meningkatkan kinerja pemerintah secara substansial dalam jangka pendek," ujar Julian, seperti dikutip dari Suara.com.

Evaluasi Kinerja dan Realitas Politik di Balik Reshuffle Kabinet

Perombakan kabinet yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto mencerminkan perpaduan antara evaluasi kinerja dan respons terhadap tekanan politik.

Meskipun pemerintah menyatakan bahwa perubahan ini didasarkan pada evaluasi kinerja, dampaknya terhadap stabilitas politik dan ekonomi menunjukkan bahwa reshuffle juga dipengaruhi oleh faktor eksternal dan dinamika yang berkembang.

Situasi ini menegaskan pentingnya akuntabilitas dan transparansi. Pemerintah tidak hanya harus mengganti, tetapi juga wajib menjelaskan alasan di balik setiap pergantian pejabat, indikator kinerja yang digunakan, dan arah kebijakan yang akan diambil. Tanpa kejelasan, reshuffle hanya akan dianggap sebagai panggung politik, bukan upaya tulus untuk melakukan perbaikan.

Pada dasarnya, publik membutuhkan konsistensi dan kejelasan dalam tata kelola pemerintahan. Pergantian menteri memang sah dan diperlukan jika terbukti tidak efektif. Namun, hal itu harus didasarkan pada data dan evaluasi demi kepentingan rakyat, bukan semata-mata sebagai strategi politik jangka pendek.

Reshuffle kabinet lebih dari sekadar urusan teknis terkait kinerja. Ia juga menjadi strategi politik untuk mengelola koalisi, menjaga dukungan, dan memperkuat posisi pemerintahan.

Meskipun evaluasi kinerja tetap menjadi faktor penting, politik sering kali menjadi penentu utama. Wajar jika publik terus bertanya: apakah reshuffle benar-benar demi rakyat, atau hanya permainan kekuasaan?