Bimo Aria Fundrika | e. kusuma .n
ilustrasi cyberbullying (Pexels/RDNE Stock project)
e. kusuma .n

Dulu, bullying lebih familier terjadi secara langsung, baik di sekolah, kantor, atau lingkungan sosial. Tapi sekarang, satu ruang baru muncul sebagai “arena” bullying, yaitu di grup chat.

Tempat yang seharusnya jadi wadah komunikasi ini ternyata juga menjelma menjadi sumber tekanan. Mulai dari candaan berlebihan, menyindir terang-terangan dalam grup, sampai membombardir pesan untuk mempermalukan member tertentu.

Tanpa disadari, grup chat yang aktif setiap hari ini bisa menjadi sumber stres dan kecemasan. Lalu, mengapa ini bisa terjadi? Dan bagaimana cara menghadapinya tanpa memperpanjang konflik dengan member grup?

Grup Chat Mudah Menjadi Medan Perundungan, Kok Bisa?

Grup chat yang beragam, mulai dari grup kelas, circle teman, sampai grup kerja, punya karakter unik. Semua orang berada dalam satu ruang, tapi tidak saling menatap hingga rentan mengaburkan batas empati dan menyuburkan benih perundungan.

Obrolan dalam chat bisa memicu salah tafsir karena tidak ada bahasa tubuh maupun ekspresi yang terlihat. Di sisi lain, pelaku yang memang berniat merundung juga jadi lebih berani karena tidak melihat reaksi korban.

Ruang chat bisa berubah menjadi medan bullying juga terbentuk karena tekanan mayoritas. Kalau mayoritas member grup menertawakan atau menyindir satu orang, tekanan sosial yang besar akan terbentuk dan membuat member lain terseret arus.

Di sisi lain, masih banyak orang yang menormalisasi humor yang tidak sehat dengan dalih “cuma bercanda”, “biar grup rame”, “baper banget sih” untuk menutupi perilaku toksik agar dianggap lumrah.

Grup chat akhirnya menjadi tempat di mana kata-kata dilempar tanpa filter dan mudah menjurus pada penyerangan secara personal hingga terasa lebih menyakitkan daripada perundungan saat saling tatap muka.

Tipe Perundungan yang Sering Terjadi di Grup Chat

Bullying di grup chat sering tidak disadari karena bentuknya tidak selalu kasar. Ini beberapa pola yang paling sering muncul dalam perundungan di grup chat.

1. Mengejek atau Merendahkan Secara Kolektif

Satu orang mulai mengejek, disusul reaksi “wkwk” atau emoji tertawa dari anggota lain. Walaupun hanya emoji, bagi korban respons itu tetap berarti semua orang sepakat menertawakan dirinya. Tidak jarang juga ejekan serupa ikut dilontarkan member lain.

2. Mengabaikan atau Tidak Merespons Pesan Tertentu

Sengaja mengabaikan atau tidak merespons pesan tertentu juga bisa mengindikasi perilaku bullying di grup chat. Misalnya saat satu anggota bertanya sesuatu, tapi tidak ada yang membalas, sementara pesan lain justru ramai ditanggapi.

Sekali dua kali mungkin memang terlewat atau tertutup pesan lain yang memang dikirim cukup masif. Tapi kalau berulang kali terjadi, sudah bisa disebut kesengajaan. Silent treatment versi digital ini pada akhirnya membuat korban merasa tidak dianggap.

3. Membanjiri Chat Intimidatif

Dalam beberapa kasus, pelaku mengirim spam atau pesan berlebihan untuk mempermalukan seseorang di ruang chat. Terkesan sepele, tapi tujuannya jelas untuk memberikan tekanan psikologis.

4. Sindiran atau Passive-Aggressive Message

Pesan bersifat menyindir satu orang tapi ditulis seolah-olah untuk umum juga kerap terjadi di grup chat. Anggota lain bisa menangkap maksudnya, dan korban merasa diserang tanpa nama.

5. Memviralkan Kesalahan Kecil

Screenshot pesan, typo lucu, atau opini pribadi bisa diangkat kembali sebagai bahan tertawaan. Padahal kesalahan ini terbilang kecil dan wajar dialami siapa saja, tapi justru dijadikan ‘senjata’ biar viral seolah sengaja ingin mempermalukan korban.

Dampak Bullying di Grup Chat: Tidak Sekadar “Baper”

Bullying digital, termasuk di grup chat, memiliki efek yang serius. Bukan sekadar baper, korban bisa saja menjadi overthinking dan stres memikirkan perlakuan tidak adil yang diterimanya. Korban akan terus merasa was-was setiap ada notifikasi masuk.

Kondisi ini memicu perasaan tidak aman dalam diri korban yang melebar dari ruang chat ke real life, baik di kantor maupun sekolah. Dari ejekan di grup chat, korban bisa kehilangan rasa percaya diri dalam interaksi offline.

Saat kepercayaan diri menurun, produktivitas pun ikut terdampak. Bahkan jika tidak segera ditangani, korban bisa semakin takut salah bicara, kecemasan sosial, hingga menarik diri dari lingkungan digital dan sosial.

Bagaimana Cara Menghadapi Bullying di Grup Chat?

Tidak semua jenis bullying harus dihadapi dengan konfrontasi langsung. Seperti bullying di grup chat ini misalnya, meredam emosi lebih dulu bisa menjadi cara ampuh yang paling utama untuk menghadapi situasi.

Jangan membalas chat apa pun saat sedang marah. Bullying sering memburuk jika reaksi diberikan secara impulsif. Kalau sudah reda, ungkapkan batasan dengan tegas dan tenang soal ketidaknyamanan yang dirasakan.

Kalau bullying berulang, admin grup berhak mengingatkan atau memberi aturan. Banyak kasus membaik setelah ada penegasan dari figur yang dihormati dalam grup tersebut.

Namun, untuk kasus bullying serius, seperti penghinaan, ancaman, atau pelecehan, pastikan untuk menyimpan chat tersebut sebagai bukti andai dibutuhkan untuk laporan formal.

Andai merasa tidak nyaman, keluar dari grup chat juga bisa jadi solusi jangka panjang tanpa drama agar tidak semakin stres. Korban juga bisa meninta dukungan emosional dari orang terdekat jika memang dibutuhkan.