M. Reza Sulaiman | dea ramadhani
Konsep oubaitori, seni berhenti membandingkan diri dengan orang lain ala jepang (istockphoto.com)
dea ramadhani

Pernahkah Anda, saat sedang santai menelusuri media sosial, tiba-tiba merasa suasana hati (mood) langsung turun? Baru lima menit melihat Instagram atau TikTok, rasanya hidup orang lain terlihat lebih “jadi” daripada hidup kita sendiri.

Ada yang pamer karier, ada yang liburan, ada juga yang kelihatannya sudah menemukan arah hidup—sementara kita masih sibuk bertanya, “Aku kapan?”

Tanpa sadar, kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain menjadi rutinitas harian. Padahal, terlalu sering membandingkan hidup justru bisa membuat kita lupa satu hal penting: setiap orang memiliki waktu dan jalannya masing-masing. Menariknya, orang Jepang sudah lama memiliki filosofi sederhana tapi dalam soal ini, namanya Oubaitori—sebuah konsep hidup yang mengajarkan kita untuk berhenti berlomba dan mulai bertumbuh dengan versi diri sendiri.

Apa Itu Oubaitori?

Oubaitori adalah idiom Jepang yang berasal dari empat jenis pohon yang mekar di musim semi: sakura (ceri), ume (plum), momo (persik), dan aprikot. Keempat pohon ini tumbuh berdampingan, tetapi memiliki waktu mekar, cara berkembang, dan hasil yang berbeda-beda.

Meskipun hidup di lingkungan yang sama, mereka tidak saling “berlomba” siapa yang paling cepat berbunga. Namun, pada akhirnya, semuanya tetap menghasilkan bunga yang indah dan buah yang lezat.

Dari sinilah makna Oubaitori lahir: setiap orang memiliki waktu, proses, dan jalan hidupnya sendiri. Tidak adil jika kita membandingkan diri dengan orang lain karena setiap perjalanan memiliki cerita yang berbeda. Filosofi ini mengajarkan satu hal penting—fokuslah pada pertumbuhan diri sendiri, bukan kemajuan (progress) orang lain.

Kenapa Membandingkan Diri Itu Tidak Pernah Adil?

Menurut psikoterapis kebahagiaan, Ruairi Stewart, saat kita membandingkan diri dengan orang lain, kita hanya melihat dari sudut pandang kita sendiri. Kita tidak pernah benar-benar tahu perjuangan, kegagalan, atau masalah yang sedang mereka hadapi.

Apalagi di media sosial, yang ditampilkan biasanya hanya sorotan (highlight) terbaik: pencapaian, senyuman, dan momen bahagia. Jarang ada yang mem-posting kecemasan, kelelahan, atau kegagalan mereka.

Makanya, membandingkan hidup Anda dengan apa yang Anda lihat di media sosial itu ibarat membandingkan behind the scenes hidup Anda dengan trailer hidup orang lain. Jelas tidak seimbang.

Cara Menerapkan Oubaitori dalam Kehidupan Sehari-hari

Bagi Anda yang sering merasa tertinggal atau minder, konsep Oubaitori bisa mulai diterapkan secara perlahan. Ini beberapa langkah sederhana yang bisa Anda coba:

Bersikap lebih ramah pada diri sendiri. Berhenti mengkritik diri secara berlebihan. Anda sudah berusaha sejauh ini dan itu layak diapresiasi.

Hentikan self-talk negatif. Apa yang Anda ucapkan tentang diri sendiri memiliki dampak besar. Ganti kalimat “aku gagal” dengan “aku masih belajar”.

Atur ulang media sosial Anda. Unfollow atau mute akun yang membuat Anda merasa insecure. Sebaliknya, ikuti akun yang memberikan energi positif dan inspirasi.

Ingat bahwa hidup bukanlah lomba lari. Setiap orang memiliki garis waktu masing-masing. Anda tidak terlambat—Anda hanya sedang berada di fase yang berbeda.

Biasakan bersyukur. Sesederhana menulis tiga hal kecil yang Anda syukuri setiap hari bisa membantu menggeser fokus dari kekurangan ke kemajuan.

Jadikan kesuksesan orang lain sebagai motivasi, bukan tekanan. Alih-alih iri, tanyakan pada diri sendiri: “Apa yang bisa aku pelajari dari mereka?”

Anda Tidak Harus Sama untuk Menjadi Berharga

Oubaitori mengingatkan kita bahwa hidup bukan soal siapa yang paling cepat, tetapi siapa yang tetap bertumbuh. Anda tidak perlu menjadi versi orang lain untuk dianggap berhasil. Versi diri Anda sendiri—dengan segala prosesnya—sudah cukup berharga.

Jadi, jika hari ini Anda merasa tertinggal, tarik napas sejenak. Ingat, seperti bunga di musim semi, Anda juga akan mekar di waktu Anda sendiri.