Saya adalah seorang pelajar SMA yang tinggal di sebuah desa kecil di Bantul Selatan, Yogyakarta. Keluarga saya adalah keluarga beragam, karena nenek saya dan beberapa saudara dari pihak ibu saya beragama Islam, sedangkan saya dan ibu beragama Katolik. Pekerjaan ibu dan anggota keluarga yang lain pun berbeda-beda. Saya juga tinggal dalam lingkungan masyarakat dengan berbagai keberagaman dan latar belakang. Di desa saya, Caben, banyak keberagaman yang menghiasi kehidupan bermasyarakat di sini. Keberagaman itu dapat dilihat dari beragamnya agama, keadaan sosial, pendidikan, dan sebagainya. Namun semua itu tidak menutup kemungkinan untuk kami hidup rukun.
Agama yang dianut masyarakat di desa saya terdiri dari Islam, Katolik, dan Kristen. Keadaan sosial dan ekonomi setiap warga pun berbeda-beda. Ada yang termasuk dalam golongan mampu, golongan menengah, bahkan golongan kurang mampu. Warga di sini juga mengenyam pendidikan yang berbeda-beda. Ada yang hanya lulusan SD, hanya lulus SMP atau SMA. Tetapi ada juga yang mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi dan kemudian bekerja. Namun bagi mereka yang hanya lulusan SD/SMP/SMA tentu memiliki perkerjaan yang berbeda, di bawah pekerjaan mereka yang mengenyam pendidikan secara penuh. Pekerjaan warga di lingkungan saya bermacam-macam, ada yang buruh tani, juragan traktor bajak sawah, pedagang sayur keliling, tukang pijat, guru, dan sebagainya.
Dari begitu beragamnya perbedaan yang ada, masyarakat di desa saya tetap hidup rukun satu sama lain dan saling menghargai satu dengan yang lain. Meskipun terdiri dari berbagai agama, tetapi kami tetap menjaga persatuan dan toleransi yang ada. Buktinya, melalui kegiatan seperti arisan atau pertemuan rutin warga per RT setiap bulannya.
Saya sekolah di SMA N 1 Bantul. Teman-teman sekolah saya terdiri dari murid-murid dengan berbagai macam agama dan suku. Walaupun belajar dalam lingkungan sekolah yang penuh keberagaman, saya dan teman-teman bergaul tanpa membeda-bedakan. Kami menjalin persahabatan tanpa sekat, karena kami menginginkan keselarasan hubungan yaitu toleransi. Saya merasa situasi keberagaman dan toleransi adalah kehidupan yang indah, berwarna, dan menyenangkan. Bergaul dengan teman yang berbeda, saling menghargai satu sama lain dan saling melengkapi.
Negara Indonesia lahir dari perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut diikat oleh Bineka Tunggal Ika. Sebagai seorang pelajar yang merupakan bagian dari masyarakat yang pluralisme, saya menyikapi keberagaman dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan sebagai sebuah anugerah dari Tuhan yang tidak ternilai. Keberagaman yang ada dapat membangun kekuatan maupun karakter untuk mewujudkan cita-cita. Melalui keberagaman, akan tercipta sikap saling menghargai, melengkapi, dan toleran dalam mewujudkan kehidupan yang bersatu, gotong royong, berdaulat, adil, dan makmur.
Keberagaman yang merupakan anugerah dari Tuhan itu, harus terus kita jaga, kita rawat, dan kita kelola dengan baik agar terjadi kebersamaan. Saya menyadari bahwa sesuatu yang beragam di lingkungan saya mempunyai kebaikan dan kelebihan masing-masing untuk saling melengkapi. Saya memandang bahwa keberagaman juga merupakan sebuah tanda yang menunjukkan sehatnya sebuah ekosistem sosial budaya dalam masyarakat, di mana semakin beragam maka semakin sehat masyarakat tersebut.
Sebagai anak yang lahir dari lingkungan yang beragam, tidak mungkin saya akan menjadikan lingkungan saya dalam satu corak yang sama, karena itu mustahil. Jika saya berniat seperti itu, maka sama saja saya merobohkan bangunan yang sudah berdiri sejak ribuan tahun yang lalu. Orang lain melihat saya berbeda, begitu juga sebaliknya. Maka untuk menyatukan keberagaman di lingkungan saya menjadi “sama” itu tidak mungkin dan sangat berbahaya. Seperti diibaratkan bangunan tadi, bangunan yang sudah berdiri ribuan tahun bisa kita baharui tetapi tidak bisa kita ubah. Kita hanya boleh mengecatnya atau memberi sentuhan untuk menambah keindahan dekorasinya tanpa mengganti pondasi bangunan yang sudah mapan itu.
Tidak ada yang salah dengan perbedaan-perbedaan yang menciptakan keberagaman. Sebagai warga negara Indonesia yang menjunjung tinggi Pancasila sebagai ideologi bangsa, maka saya merasa bertanggung jawab untuk terus merawat, berdamai, dan membiasakan diri berpikiran luas dengan balutan keberagaman agar tercipta keselarasan dalam kehidupan.
Baca Juga
Artikel Terkait
Rona
-
Tantangan Pandam Adiwastra Janaloka dalam Memasarkan Batik Nitik Yogyakarta
-
Mengenal Pegon, Kendaraan Tradisional Mirip Pedati yang Ada di Ambulu Jember
-
Fesyen Adaptif: Inovasi Inklusif di Dunia Mode untuk Penyandang Disabilitas
-
KILAS dan Edukasi G-3R di Cimenyan: Membangun Kesadaran Pengelolaan Sampah
-
Vera Utami: Pionir Inklusivitas Pakaian Adaptif bagi Penyandang Disabilitas
Terkini
-
Byeon Woo Seok Nyanyikan Sudden Shower di MAMA 2024, Ryu Sun Jae Jadi Nyata
-
Pep Guardiola Bertahan di Etihad, Pelatih Anyar Man United Merasa Terancam?
-
3 Drama Korea yang Dibintangi Lim Ji Yeon di Netflix, Terbaru Ada The Tale of Lady Ok
-
Review Ticket to Paradise: Film Hollywood yang Syuting di Bali
-
Ulasan Novel Under the Influence Karya Kimberly Brown, Kisah Cinta dan Kesempatan Kedua