Sudah menjadi sebuah hal yang dipahami oleh banyak orang bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari berbagai elemen dasar yang menopangnya. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia ini, keberagaman merupakan satu hal yang menjadi karunia terbesar, di mana hal tersebut menjadi landasan atau dasar perekat bagi kesatuan negara. Iya, seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang selalu didengungkan oleh para pendiri bangsa, keberagaman merupakan sebuah anugerah yang tak terhingga. Karena, dari keberagaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia itulah, pada akhirnya kita bisa menjadi satu dalam bingkai sebuah negara bernama NKRI.
Namun sayangnya, karena terdiri dari berbagai elemen kehidupan yang memiliki perbedaan dalam tataran paling dasar, persatuan bangsa dan negara ini tentu saja rentan dengan yang namanya perpecahan alias disintegrasi. Mungkin sebagian dari kita akan berpikir, disintegrasi bangsa ini pasti akan berakar pada konflik yang melibatkan suku, agama, ras, atau antar golongan yang memang sangat mudah untuk disulut. Namun ternyata bukan. Memang, patut untuk diakui bahwa unsur-unsur berbau SARA akan sangat mudah untuk digoreng atau bahkan dibakar untuk menyulut konflik demi memuaskan nafsu sarat kepentingan sekelompok golongan. Namun bukan itu saja yang patut untuk diwaspadai.
Kita coba berpikir di ranah yang lebih lebih sempit, di berbagai kejadian yang banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan bermasyarakat, tentu saja kita akan menemukan sebuah fenomena yang dinamakan dengan Anti Kritik. Iya kan? Sadar atau tidak, yang namanya anti kritik ini bisa saja membelah kebhinnekaan dan juga keanekaragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia lho.
Sebelumnya, saya akan menjelaskan sedikit tentang apa itu anti kritik. Menurut KBBI, Anti memiliki arti tidak setuju; tidak suka; tidak senang. Sementara kata "kritik" memiliki arti kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya. Nah, jika kedua kata tersebut digabungkan, maka akan menjadi "anti kritik" yang berarti tidak setuju untuk dikritik, tidak senang untuk dikritik, atau tidak suka untuk dikritik. Lalu, mengapa anti kritik bisa mengancam keberagaman?
Penjelasannya mudah, secara logika, jika seseorang memberikan kritik kepada orang lain, maka orang tersebut memiliki pandangan-pandangan atau kebijakan-kebijakan lain yang tidak sepaham dengan orang yang dikritiknya. Itu artinya, antara si pengkritik dan yang dikritik, memiliki perbedaan dalam memandang suatu hal. Nah, jika yang dikritik ini tidak mau dikritik, bukankah itu artinya sama dengan mengukuhkan bahwa dirinyalah yang paling benar, dan menafikan pandangan orang-orang yang memiliki perbedaan pandangan atau pemikiran dengannya kan? Itu sama artinya, dia secara sadar memaksakan konsep-konsep pemikiran atau kebijakannya untuk dianut oleh orang lain dan tidak menghargai atau mengindahkan pandangan lain yang tidak sepaham dengannya. Sampai di sini paham kan teman-teman?
Nah, sekarang kita ingat, Indonesia terdiri dari berbagai macam keberagaman. Mulai dari yang terlihat, hingga yang tak terlihat seperti konsep dan pemikiran. Jika dari konsep dan pemikiran yang remeh dan cenderung kecil saja kita sudah harus diseragamkan, maka akan sangat mungkin perbedaan-perbedaan yang terlihat pun nantinya juga akan terkena imbasnya pula kan?
Jadi, akan sangat berbahaya kan jika fenomena dan praktik anti kritik ini tumbuh subur di kalangan bangsa ini. Namun ingat juga ya, bagi yang suka mengkritik, biasakan untuk memberikan kritik yang membangun. Jangan hanya kritikan kosong yang tak disertai dengan solusi atau menawarkan alternatif yang lain. Kalau isinya kritik hanya sumpah serapah tak berbobot, akan lebih baik jika kita diam saja. Toh, daripada memberikan kritik yang tak bermanfaat dan memicu perpecahan bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi keberagaman ini, lebih baik diam, demi kondusifitas bangsa dan negara. Setuju kan?
Baca Juga
-
Rizky Ridho, dan Akselerasi Kejutannya yang Selalu Jadi Ancaman bagi Pertahanan Lawan
-
Meski Berisikan Penyerang Hebat, Striker Satu Ini Bisa Jadi Opsi Tambahan bagi STY di Piala AFF 2024
-
Meski Targetkan Partai Final di Piala AFF 2024, tapi Pencinta Timnas Tak Boleh Terlalu Berharap
-
Piala AFF 2024: Akan Lebih Bijak Jika Shin Tae-yong Tak Hanya Andalkan Skuat U-22 di Turnamen
-
Rafael Struick dan Ketepatan Memilih Klub yang Jadi Kunci Dominasinya di Timnas Indonesia
Artikel Terkait
-
Siapa Ali Hamza? Kreator TikTok yang Ramai Dibahas usai Kritik Najwa Shihab dan Anies Baswedan
-
Kronologi BEM Unair Dibekukan Usai Kritik Prabowo-Gibran Lewat Karangan Bunga
-
Uji Coba Program Makan Gratis di Sekolah, Warganet Kritik Nutrisi dalam Menu yang Disajikan
-
Sepak Terjang Rizky Inggar vs Kiky Saputri Sesama Komedian Materi Tepi Jurang, Kini Ada yang Melempem Kritik Pemerintah?
-
Dari Kominfo ke Komdigi: Warganet Kritik Masalah Fotocopy Dokumen hingga Judi Online
Rona
-
Fesyen Adaptif: Inovasi Inklusif di Dunia Mode untuk Penyandang Disabilitas
-
KILAS dan Edukasi G-3R di Cimenyan: Membangun Kesadaran Pengelolaan Sampah
-
Vera Utami: Pionir Inklusivitas Pakaian Adaptif bagi Penyandang Disabilitas
-
Ekoregion Pembangunan Wilayah di Papua sebagai Solusi Pembangunan Berkelanjutan
-
Rahma dan Segudang Prestasinya, Kisah Inspiratif Dalang Perempuan Melestarikan Budaya
Terkini
-
Sinopsis Citadel: Honey Bunny, Series Terbaru Varun Dhawan di Prime Video
-
4 Rekomendasi Film yang Dibintangi Dakota Fanning, Terbaru Ada The Watchers
-
Sukses! Mahasiswa Amikom Yogyakarta Adakan Sosialisasi Pelatihan Desain Grafis
-
EXO 'Monster': Pemberontakan dari Psikis Babak Belur yang Diselamatkan Cinta
-
Tayang 22 November, Ini 4 Pemain Utama Drama Korea When The Phone Rings