Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Eunike Dewanggasani
Penulis dan pembalut kain (Dok.Pribadi/Eunike Dewanggasani)

Sebagai seorang wanita, kodrat mengalami menstruasi/haid setiap bulan tidak bisa dihindari. Fenomena yang terjadi sebulan sekali ini erat hubungannya dengan penggunaan pembalut dan produk kebersihan wanita.  

Di pikiran wanita Indonesia, yang kali pertama terlintas di benak adalah pembalut sekali pakai yang dijual secara komersil di kalangan masyarakat. Mau tidak mau, pembalut menjadi benda yang wajib dibeli setiap bulan, sama seperti token listrik atau tagihan air. Tapi, apakah kalian sadar dengan dampak yang ditimbulkan dari menstruasi kita kepada bumi?

Melansir Sasetyaningtas dari Sustaination, rata-rata setiap wanita menggunakan lebih dari 16.000 pembalut/tampon/pantyliners selama hidupnya. Artinya, ada lebih dari 45 juta produk wanita yang dipakai dan dibuang setiap tahun! Di Indonesia sendiri, sampah pembalut bisa mencapai 26 ton setiap hari. Angka yang fantastis, bukan?

Selain kuantitas tinggi, sampah pembalut juga mengandung yang bisa mencemari lingkungan. Berdasarkan jurnal berjudul Menstruation: Environmental impact and need for global health equity yang terbit di International Journal of Gynecology & Obstetrics, pembalut sekali pakai terdiri atas 90% plastik yang bercampur dengan kapas, rayon, dan bahan sintetis lainnya.  

Butuh waktu 500-800 tahun agar pembalut sekali pakai bisa terurai. Bahkan jika bisa terurai, mereka tidak bisa benar-benar terurai dengan baik dan akan selalu meninggalkan residu di bumi.

Salah satu alternatif mengurangi limbah sampah pembalut adalah menggunakan pembalut kain. Gerakan ini disebut sustainable period, yaitu usaha untuk mengurangi sampah dalam siklus menstruasi.

Awal mula memakai pembalut kain

Ilustrasi pembalut sekali pakai (pexels.com/@karolina-grabowska)

Perjalanan saya menggunakan pembalut kain dimulai pada tahun 2019. Ketika kuliah, saya membaca banyak literatur mengenai sustainability dan pengelolaan sampah. Sering timbul pertanyaan di benak, “Ke mana dan jadi seperti apa sampah pembalut yang dibuang oleh para wanita?”

Tante saya yang sudah terlebih dahulu menerapkan gaya hidup less waste memberikan saya hadiah satu set pembalut kain di ulang tahun saya yang ke-20. Rasanya? Menggunakan pembalut kain jauh lebih ribet. Selain tidak bisa menampung darah sebanyak pembalut sekali pakai, pembalut kain juga harus langsung dicuci dan dijemur setelah dipakai.

Jujur, rasanya merepotkan sekali. Belum lagi saya harus menghabiskan waktu di kamar mandi mencuci pembalut kain sampai bersih, padahal sekujur tubuh rasanya sakit karena sedang menstruasi. Tapi lama-lama, saya bisa terbiasa.

Ada kepuasan sendiri ketika saya sadar bahwa di siklus menstruasi kali ini, saya tidak menghasilkan sampah sama sekali. Rasanya seperti menjadi seorang pemenang.

Karena ingin selalu merasakan rasa puas dan terus mengurangi limbah sampah pembalut, saya terus mempertahankan gaya hidup ini. Kini, saya bisa dengan percaya diri bilang bahwa sejak tahun 2019, saya sudah tidak pernah lagi membeli pembalut sekali pakai (dan ke depannya akan terus menerapkan gaya hidup sustainable period!)

Keuntungan memakai pembalut kain

Berbagai bentuk dan jenis pembalut kain (Dok.Pribadi/Eunike Dewanggasani)

Selain alasan utama mengurangi kontribusi sampah ke TPA (tempat pembuangan akhir), pembalut kain juga telah tersedia dalam berbagai jenis dan bentuk yang bisa mengakomodir kebutuhan menstruasi setiap wanita.  

Tidak hanya varian tebal dan tipis, pembalut kain dengan ukuran panjang dan pendek pun tersedia, sehingga bisa disesuaikan dengan derasnya aliran darah dalam satu siklus menstruasi. Ada pula yang berbentuk seperti celana dalam dan pantyliner, sehingga pengalaman memakai pembalut kain bisa terasa nyaman.

Beberapa tahun lalu, melansir Jakarta Globe, warga Indonesia sempat dihebohkan dengan penemuan klorin dalam pembalut sekali pakai. Padahal, selain klorin, ada banyak bahan-bahan sintetik lain di dalam pembalut, seperti: dioxin, phthalates, pestisida herbisida, serta zat-zat lain yang bisa menyebabkan infeksi di area kewanitaan.

Dengan menggunakan pembalut yang kain, kemaluan tidak tercemar oleh zat kimia. Hasilnya, area kewanitaan bebas dari gatal dan  iritasi. Selain itu, kemaluan juga tidak mengeluarkan bau amis yang tidak sedap.

Dari segi keuangan, menggunakan pembalut kain adalah salah satu investasi jangka panjang yang baik bagi dompet. Cukup mengeluarkan uang kisaran 200 sampai 300 ribu rupiah untuk membeli 4-5 buah pembalut kain.  

Pengeluaran ini hanya dilakukan sekali saja dan pembalut kain bisa terus digunakan sampai lima tahun. Hasilnya jauh lebih murah dibandingkan membeli pembalut sekali pakai setiap bulan.

Masih ada ruang untuk mengurangi sampah lewat siklus menstruasi

Ilustrasi menstrual cup (pexels.com/@karolina-grabowska)

Tidak bisa dipungkiri, penggunaan pembalut kain juga ada masanya. Setelah lima tahun, kita perlu membeli pembalut kain baru. Pembalut kain yang lama akan menjadi limbah tekstil.

Alternatif yang jauh lebih sustainable sudah tersedia, yaitu cawan menstruasi (menstrual cup). Menilik jurnal berjudul Single-use menstrual products and their alternatives terbitan Life Cycle Assessment, cawan menstruasi terbukti menjadi produk wanita dengan dampak negatif paling rendah terhadap lingkungan dibandingkan produk-produk menstruasi lainnya.

Cawan ini memiliki jangka penggunaan hingga 10 tahun. Bahannya aman untuk dipakai dan disterilkan berkali-kali, serta membutuhkan konsumsi air yang lebih sedikit dibandingkan pembalut kain.  

Saya pribadi memiliki keinginan untuk beralih ke menstrual cup, tetapi masih ingin menyiapkan hati dan diri karena penggunaan benda ini lebih susah dibandingkan pembalut kain.

Kesimpulannya, setiap langkah kecil sangat berpengaruh. Saya dulu tidak pernah menyangka bahwa kebiasaan memakai pembalut kain ini sekarang telah menjadi gaya hidup. Apa yang dulunya dilakukan oleh tante saya, sekarang dilakukan juga oleh saya. Berkat saya juga, kini adik dan ibu saya juga ikut menggunakan pembalut kain.

Saya pun selalu berusaha untuk berbagi dengan teman-teman perempuan terdekat agar pengetahuan tentang sustainable period semakin diketahui banyak orang. Selain mempromosikan pengurangan limbah, hal ini juga bisa mendobrak budaya tabu mengenai pembahasan menstruasi di tengah masyarakat.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Eunike Dewanggasani