Aku berjalan akan menghampiri pusat-pusat desa.
Menuju ke desa sebelah dan mengintai para petani yang bekerja.
Aku berjalan sambil menyaksikan pohon-pohon hijau yang masih berdiri tegap.
Kekayaan tanah Indonesia ternyata masih menyimpan cadangannya.
Di persimpangan jalan kakiku tersendat.
Aku diam dan menuruti kata hatiku untuk tidak melangkah lagi.
Di sampingku terpampang papan nama yang ukurannya besar.
Ia bertuliskan tentang anggaran pembangunan desa.
Aku seakan bermimpi.
Aku coba tampar pipi kiriku, namun aku merasakan sakit.
Ohh, ternyata aku tidak mimpi.
Memang benar papan nama itu bertuliskan anggaran pembangunan desa yang jumlahnya milyaran.
Aku malah heran, mengapa desaku tak kunjung juga membaik?
Mengapa jua tak ada pembangunan yang terlihat?
Lalu kemanakah anggaran dana desa itu?
Pikiranku pun mulai kacau.
Dan tiba-tiba saja aku berpikir kalau anggaran itu tidak akan jauh dari para pengelola desa.
Todang-Todang, 1 Agustus 2021
Baca Juga
-
Review ASUS Zenbook S16 OLED: Otak Einstein & Bodi Supermodel untuk Profesional
-
Generasi Z, UMKM, dan Era Digital: Kolaborasi yang Bikin Bisnis Naik Level
-
Bung Hatta, Ekonomi Kerakyatan, dan Misi Besar Membangun Kesejahteraan
-
Rengasdengklok: Peristiwa Penting Menuju Kemerdekaan Indonesia
-
Lopi Sandeq: Perahu Runcing yang Menjaga Napas Mandar
Artikel Terkait
Sastra
Terkini
-
Memaknai Literasi Finansial: Membaca untuk Melawan Pinjol dan Judol
-
Sinopsis Drama China Fell Upon Me, Tayang di iQIYI
-
Lembapnya Tahan Lama! 4 Toner Korea Hyaluronic Acid Bikin Wajah Auto Plumpy
-
Do What I Want oleh Monsta X: Rasa Bebas dan Percaya Diri Melakukan Apa Pun
-
Ulasan Novel Rumah Tanpa Jendela: Tidak Ada Mimpi yang Terlalu Kecil