Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Rico Andreano Fahreza
Ilustrasi Seseorang Berjalan Malam Hari. (pixabay.com)

Berjalan lurus tanpa berbelok dalam kegelapan malam yang terpancar sorot lampu jalan berselimut kabut. Menunduk sembari merenungkan jiwa dan pikiran dalam suasana sanubari bergejolak. Pekikan rasa pilu sanubari yang tak tahan kehidupan penuh rasa durjana

Tak terhitung lagi dalam jangkauan jari sudah sekian lama aku merasakan alam kehidupan bertabur rasa durjana yang bersama dengan diriku. Diriku yang lunglai sangat tak kuat lagi mau melawan seperti apa pada dunia penuh durjana. Hanya hipokrisi yang selalu membayangi setiap kehidupan.

Hipokrisi demi hipokrisi yang perlahan demi perlahan tampak hingga menjadi sebuah kebiasaan. Hipokrisi menjadi tata tingkah laku yang sangat lazim dalam alam kehidupan. Hipokrisi seolah menjadi sesuatu yang membawa faedah bagi setiap kehidupan.

Rusaknya kehidupan banyak sekali penuh tingkah durjana segenap manusia. Segenap manusia tanpa segan tuk menampakkan perangainya bertingkah durjana. Walau dibungkus dalam perangai bertampang sok suci sekalipun.

Sungguh terasa rendah kehidupan penuh durjana yang dilakukan oleh segenap manusia. Segenap manusia seakan tak tahu baik buruknya segala tingkah yang mereka jalani.

Asalkan itu semua hati kan bahagia selalu. Laknat nan bebal kehidupan saat kata moral kian terasa dianggap sebuah tutur kata semata. Tutur kata yang disuarakan oleh orang bijak penuh bercuap-cuap. Hanya menjadi semboyan semu penenang hati manusia.

Sejuta pilu yang nampak di hati saat segenap manusia tak kenal dosa yang selalu bangga atas polahnya. Harkat manusia seolah lebih rendah dari hewan. Naluri kemanusiaan yang sudah sirna sekejap dalam pacuan waktu yang terus memutar. Tak

Rico Andreano Fahreza