Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Budi Prathama
Ilustrasi Seorang Petani. (Pixabay)

Dirinya yang masih muda dan bergelora.Tubuh sangat perkasa seperti gelora pemuda pada umumnya.Ia hidup tak seberuntung anak-anak kota.Kini ia harus mengadu nasib tinggal di perkampungan.

Ia tak pernah mengenyam pendidikan yang sehat.Yang ia tahu hanyalah cara agar dapat bertahan hidup.Bekerja keras sepanjang hari menjadi teman karibnya.Suatu tuntutan dan juga pelarian.

Bahkan, ia pun harus menerima nasib terasa asing dengan kawan sebayanya.Hidup sendiri dan keterasingan bukan lagi perkara baginya.Ia terus berjuang mengucurkan sebanyak-banyaknya keringat.Bekerja dengan tantangan sebagai pekerja keras.

Pemuda desa yang tak pernah mendapatkan pendidikan formal. Hidup yang banyak dihabiskan untuk bergelut dengan tanah. Berjuang di atas panasnya berangus matahari. Dan juga dinginnya hujan pun kadang merasuki tulang-tulangnya. 

Pendidikan jauh dari dia bukan karena ia tak punya kemauan. Ia malah bercita-cita agar dapat juga merasakan sensasi ilmu pengetahuan dan menjadi orang yang tak selalu direndahkan. Namun, nasib baik tak berpihak kepadanya. Keberuntungan tak pernah ia rasakan, malah kehidupannya yang selalu dirundung serba tidak pasti. 

Pemuda yang masih berjiwa muda. Jiwa muda yang ia habiskan untuk bekerja dan mencari nafkah. Para penguasa negeri tak mau ambil pusing terkait kondisi seperti itu. Penguasa sebagai wakil rakyat malah membisu dan bersembunyi di balik layar.

Sungguh mulia jiwa pemuda yang penuh semangat. Bekerja dengan ikhlas dan berjuang tanpa pamrih. Kerja keras yang suci akan terbayar dengan kebaikan hakiki.Kemunafikan tidak akan selamanya akan jaya. 

Tuhan akan membalas kebaikan kepada hamba-hambanya yang suci. Tidak ada hukum kalau kejahatan akan menang melawan kebenaran. Walau hidup selalu tak seindah dengan yang diharapkan.Namun, suatu saat nanti akan ada juga kebahagian yang datang. Hanya orang sabar dan pekerja keraslah yang akan mendapatkan kebahagiaan itu. 

Budi Prathama