Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Rico Andreano Fahreza
Ilustrasi Orang Putus Asa (pixabay.com)

Dalam keputuasasaan yang teramat panjang dan takkan pernah usai. Segala rasa emosi yang bergejolak di hati. Tak ada satupun yang mau menemani diriku dalam suasana kesendirian. Rasa putus asa yang berdendang dengan keras kian terasa waktu demi waktu. 

Sementara kesendirian masih membersamaiku. Handai taulan dan rekan sejawat sudah menata kehidupan masing-masing. Satu persatu mereka mulai melepaskan dari cengkeraman kesendirian. Penolakan ungkapan cinta yang bertubi-tubi membuatku semakin tercekik dalam lautan emosi.

Suasana putus asa berbaur dengan perasaan emosi yang takkan pernah berakhir. Sepanjang waktu yang memacu langkahnya semakin lama semakin cepat. Waktu kian terus berpacu. Sementara aku masih dalam dirundung kesedihan pilu. 

Meratpi nasib dalam alam kesendirian di kamar mengunci diri. Menjauh dari siapapun yang aku kenal. Menganggap mereka seolah tak peduli akan nasibku seperti ini. Kesendirian yang kian memelukku.

Mengunci rapat-rapat dari keramaian dunia penuh hiruk pikuk kebahagiaan. Dentuman emosi yang semakin meledak-ledak. Dentuman yang kian lama tak terbendung lagi. Suasana kepanikan batin yang semakin berkecamuk. 

Aku bingung akan nasib diriku seperti ini. Mengapa tak ada satupun yang mau menjadi pendamping hidupku. Mengapa aku ditakdirkan seperti ini. Ataukah ini sudah menjadi takdir yang telah tersurat untukku. Ku tak tahu entah mau bagaimana lagi. Seakan semuanya telah ditakdirkan seperti ini kepadaku

Rico Andreano Fahreza