Pergolakan jiwa yang mengantarkanku dalam sebuah hidup yang sangat getir rasanya. Jiwa lusuh yang sudah tak terawat lagi akan denyut yang masih bergerak dalam pacuan masa yang melambung tinggi. Terjerumus jurang kefanatikan yang begitu sesat sebuah alam nalar manusia. Nalar manusia menjadi kopong semakin tiada berisi. Kosongnya pikiran-pikiran yang mengacau pada keputusan yang diambil.
Raga-raga yang sekarat dalam ketiadaan asa yang mampu menyelamatkan setiap nadi yang ada dalam kehidupan. Kalimah-kalimah yang sangat rancu semakin membawa kesesatan yang nyata pada jalan manusia. Akupun ikut terbawa dalam kesesatan yang sangat nyata. Kefanatikan sebuah identitas tertentu yang membuatku buta pikiran dan buta nalar pula.
Berguguran empati yang tersingkap pada batin yang kian lama kian meredup. Membanggakan identitasku tertentu dengan memandang rendah identitas lain. Seakan identitas lain adalah sangat jelek dibandingkan identitas yang aku punya. Aku bagai seorang pesohor saja. Matinya sebuah permata kasih yang telah tercerabut pada setiap raga yang bergerak.
Pikiran menjadi kacau balau kemudian hancur lebur seketika. Tak tahu bagaimana nantinya apa yang akan terjadi menimpaku. Sebuah kefanatikan yang melapisi hidupku yang membakar rasa kedengkian yang menjadi-jadi. Sebuah kata bernama kefanatikan yang membius manusia menjadi serigala bagi manusia yang lain. Saling memangsa sesamanya tanpa kenal kasihan sama sekali. Serigala saling menumpahkan darah mengoyak raga sesama manusia.
Baca Juga
Artikel Terkait
Sastra
Terkini
-
Produksi Dimulai, Netflix Bagikan First Look Serial Pride and Prejudice
-
Beberapa Kursi Ini Bisa Diisi Max Verstappen Tahun 2027, Mungkinkah?
-
Dari Lapangan ke Layar: Futsal dan Viral Culture di Sosial Media
-
XL (Extra Love) oleh Ichillin': Sebarkan Perasaan Cinta dengan Dosis Besar
-
Membenahi Mindset Seksis: Saat Istri Cerdas Bukan Ancaman, Tapi Anugerah