Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Rico Andreano Fahreza
Ilustrasi Kehidupan Penuh Ketertinggalan. (pixabay.com)

Begitu angkuhnya dan kerasnya hatiku saat membiarkan semua kehidupanku tercekik dalam segala ketertinggalan. Jauh tertinggal dalam semua kemajuan zaman yang semakin mendekat. Zaman yang telah memudahkan segala urusan manusia dengan cepatnya mengubah semua tatanan kehidupan yang ada. Membuat yang jauh semakin dekat dan membuat yang dekat semakin rapat.

Begitu terhampas ragaku dalam ketertinggalan. Utopia zaman yang sangat tertinggal dengan penuh angan-angan akan kemakmuran yang begitu menawarkan segala kekayaan. Namun segala ketertinggalan yang kini masih kupeluk erat-erat terasa hampa rasanya. Yang tak pernah berhenti menjauh dari diriku yang terbius akan kerinduan sebuah ketertinggalan.

Keras hati segala waktu yang berjalan tak pernah berhenti menemani ragaku. Kiasan kehidupan akan bayang-bayang masa lalu yang selalu dirindukan masih terpatri dalam batinku. Kejayaan semu yang terus saja menggoda alam pikirku tuk berada dalam kubangan masa lalu.

Kehidupan kejayaan masa lampau yang penuh khayalan masih bertengger pada pikiranku. Walau zaman telah berubah drastis, namun aku masih terbius dalam candu kejayaan masa lampau.

Walau masa lampau banyak segalanya yang tertinggal dibanding masa sekarang. Yang terkungkung abadi dalam ketertinggalan. Kala generasi penerusku telah menikmati kemajuan zaman. Kala mereka telah merasakan nikmatnya kemajuan zaman yang begitu mudahnya.

Aku masih saja menikmati ketertinggalan walau teramat menyiksa segala kehidupanku. Dengan caraku sendiri menikmati segala ketertinggalan

Rico Andreano Fahreza