Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Rico Andreano Fahreza
gambar ilustrasi kehancuran dunia/pixabay.com

Akhir nasib dunia dengan petuah akan malapetaka penuh kehancuran yang memberi amar perintah bagi segenap makhluk dunia. Yang tak lama lagi menginjak pada kiamat yang besar. Kala itu bumi berguncang amat bengis nan dahsyat dengan muntahan seisi perut bumi. Yang beterbangan seluruh gunung dengan muntahan lava pijar. Lautan naik menuju daratan menggulung seluruh yang dilaluinya.

Nasib dunia yang sudah ditakdirkan berakhir dengan matinya seluruh kehidupan yang nyata. Sangkakala ditiupkan begitu maha dahsyat dengan seluruh guncangan yang hebat. Takdir Illahi atas segala kuasa-Nya yang telah mengakhiri seluruh kehidupan dunia.

Bertabrakan bumi dengan seluruh planet beserta hamparan galaksi. Menjadi garisan akhir kehidupan seluruh alam raya. Tak ada yang tersisa sekalipun. Lenyap seketika alam raya. Seluruh makhluk telah lenyap tak tersisa setitikpun. Kemudian berseru akan kebangkitan kembali setelah kehancuran dunia dan seisinya. 

Segenap makhluk serentak dibangkitkan dalam alam padang mahsyar. Yang amat panas dalam terik panas matahari. Yang mencapai satu jengkal jaraknya. Seketika manusia-manusia menjadi ketakutan saling menangisi satu sama lain. Sembari memohon perlindungan antara manusia. 

Namun tak ada satupun manusia yang mampu memberikan naungan padang mahsyar yang amat panas. Semua saling mencari naungan masing-masing. Tak ada satupun yang saling peduli dengan sesama manusia. Alam padang mahsyar seketika menjadi lautan seluruh manusia yang telah bangkit dalam langkah kehidupan kekal akhirat.

Rico Andreano Fahreza