Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Rico Andreano Fahreza
Bayang-bayang Serbuan Dosa. (pixabay.com)

Bayang-bayang serbuan dosa menghiasi segenap nalar rupa berhinggap pada diri manusia. Seolah misteri nasib kehidupan manusia kapan berakhir. Jendela sanubari yang tertutup amat rapat dari nurani mungil yang memanggil manusia. Yang tertutup rapat selamanya. Entah masih ada harapan atau tidak berguncang seikat dosa.

Dosa menjadi pelengkap detak raga yang sangat cantik diberi secara cuma-cuma. Cuma-cuma menjadi percuma kala menginjakkan kaki dalam banjir dosa. Percuma manusia yang telah terukir sedemikian indah menjadi nyawa bagai rongsokan bangkai. Dosa membawa langkah semu menjadi manusia seutuhnya.

Berlapis dosa tak pernah menyadarkan manusia di setiap langkah. Lengah naluri manusia yang tak pikir-pikir dalam menjalani semua yang dirasakan. Begitulah naluri manusia yang layu tak memiliki nalar sejati. Seolah telah mati nalar pikir manusia. Sangat angkuh tak pernah melihat karma buruk yang terjadi.

Manusia menganggap karma buruk hanyalah bualan dongeng semata. Tak pernah menjadikan karma buruk sebagai isyarat dalam langkah penuh dosa. Diikat dengan petuah setan menjadikan sahabat manusia. Sahabat sesaat menjerumuskan dalam remah-remah kesesatan selama-lamanya.

Kiasan besar merengkuh jiwa membuat layu langkah bertengger genangan dosa. Genangan dosa melacurkan manusia meraih kepuasan sesat. Menjadi kebal akan tanda dera yang berhembus dengan kencang. 

Menyerukan makar kepada-Nya melawan perintah yang dituntun begitu murahnya keagungan Illahi. Lancang manusia dalam tingkah dosa tak ada gunanya menjadi nyawa yang masih bernafas.

Rico Andreano Fahreza