Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Taufan Rizka Purnawan
Ilustrasi kehampaan dunia. (pixabay.com)

Kisah kehampaan dunia yang sudah tiada lagi nyawa manusia yang berada di dunia. Ego memisahkan semua ikatan kedekatan manusia. Terpisahlah semua yang buyar setiap manusia. Sudah tak ada lagi kehidupan nyata menjauh semuanya. Musnahlah nurani masing-masing manusia di dunia. Lecutan egoisme melibas semua kehangatan antar manusia bagai keluarga besar terbentang di dunia.

Gegap gempita semua kehebatan yang dimiliki manusia dalam lukisan akal yang amat luar biasa. Ketangguhan alam raya semakin memudar. Panggilan dari alam raya seakan menjadi ironi bagi segenap kehidupan manusia. Tak ada detak nyawa bergerak lagi. Dunia bagai rumah seluruh mayat hidup terhampar. Disebut mayat hidup, karena manusia seolah bernyawa padahal jiwanya telah mati.

Hentakan seruan berakhirnya gelombang kehidupan pada lautan dunia. Terkapar semua nyawa manusia dalam ketidakpedulian sesama manusia. Masa bodoh pada setiap manusia ke dalam langkah kematian dunia. Lepasnya persahabatan menggambarkan goyahnya interaksi sesama manusia. Memupus kerapatan yang menyatukan semua manusia dalam satu tatanan dunia.

Rusaklah segenap tatanan mendaur ulang hamparan tali perdu menaungi saujana kehidupan nyata. Kesejahteraan tampak semu menjadi abadi kenyataan. Gempuran egoisme merasakan lenyapnya persatuan segenap bangsa yang mementingkan tiap urusannya masing-masing. Bahtera dunia yang meledak berbaur guncangan badai kiamat meluluhlantakkan rangkaian kehidupan yang ada. Nurani yang musnah semua tak ada sisa-sisa yang membekas.

Taufan Rizka Purnawan