Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Salva Naftalia
Ilustrasi magang. (Unsplash.com)

Topik terkait magang memang cukup menarik perhatian banyak orang. Bahkan bagi beberapa mahasiswa, magang ketika pandemi lebih menguntungkan, karena mereka dapat mengikuti kegiatan magang dan kelas sekaligus tanpa harus pusing memikirkan bentrok antara jam kelas dan kerja. Tak hanya itu, sering saya lihat di media sosial seperti TikTok, banyak orang yang memberikan tips magang bagi mahasiswa yang masih menempuh di semester awal. 

Hal ini mendorong banyak mahasiswa menjadi “ambis” terkait pengalaman magang untuk memenuhi CV-nya. Banyak orang beranggapan bahwa memiliki banyak pengalaman maka akan lebih mudah diterima oleh perusahaan. Hal serupa juga terjadi pada saya, walau masih berada di semester 3, saya sudah menyiapkan CV bahkan Linkedin untuk persiapan magang.

Belakangan ini saya juga mulai melihat-lihat perusahaan mana saja yang sedang membuka lowongan untuk mahasiswa aktif serta tidak perlu ke kantor. Meskipun sebenarnya, alasan saya adalah karena melihat teman-teman terdekat saya sudah mulai magang di perusahaan.

Magang memang memberikan pengalaman bagi mahasiswa, namun setelah saya mencari tahu lagi, banyak perusahaan yang tidak memberikan gaji kepada mahasiswa magang. Hal ini sempat ramai di Twitter, karena banyak orang menganggap bahwa anak magang sudah semestinya untuk mendapatkan gaji. Contohnya perusahaan Ruangguru, netizen ramai membahas di Twitter bahwa Ruangguru sengaja mempekerjakan banyak anak magang karena tidak perlu membayar besar.

Sementara, beban kerja yang diberikan hampir sama dengan karyawan tetap. Padahal memberikan beban kerja yang sama dengan karyawan bagi anak magang dianggap eksploitasi. Meskipun, menurut saya bukan berarti anak magang harus mendapatkan gaji yang setara dengan karyawan tetap. Melainkan minimal upah ongkos seperti yang telah ditulis PerMenakertrans Nomor PER/22/MEN/IX/2009.

Saya menganggap bahwa mahasiswa magang yang tidak mendapatkan gaji seperti tidak menghargai dirinya sendiri, terlebih apabila beban kerja yang diberikan sama seperti karyawan pada umumnya. Sebab saat ini, orang lebih mementingkan pengalaman magang di startup company daripada menghargai value yang dimiliki.  

Sementara dengan mengetahui value yang dimiliki, maka orang dapat lebih menghargai diri sendiri. Sebab, dengan menghargai diri sendiri, maka kita dapat lebih menghormati diri sendiri, serta meningkatkan kepercayaan diri. Oleh karena itu, saya rasa mahasiswa yang ingin memiliki pengalaman saat ini harus lebih sadar akan hak-haknya ketika magang di suatu perusahaan dan value yang dimiliki mereka.

Salva Naftalia