Berbicara tentang cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar ternyata cukup rumit. Banyak terjadi kekeliruan saat mempraktikannya. Misalnya ketika membuat karya tulis ilmiah, makalah, artikel, dan lain sebagainya. Di kalangan orang-orang berpendidikan tinggi seperti para guru, mahasiswa, dosen, bahkan sebagian wartawan di media massa (terlebih daring) juga masih banyak yang belum memahami cara berbahasa yang baik dan benar sesuai kaidah atau tata bahasa yang ada.
Kata penghubung “jika” dan “kalau” termasuk yang kerap salah penempatan (hlm. 33-34). Misalnya dalam potongan kalimat berita berikut ini: Penyanyi Iwan Fals mengumumkan jika konsernya yang akan diselenggarakan pada Sabtu, 22 Juni 2019 batal diselenggarakan (“Konser Dibatalkan, Iwan Fals: Semoga Ada Penjelasan Masuk Akal”, Tempo., 22 Juni 2019). Mestinya, kata penghubung “jika” dalam berita tersebut diganti dengan “bahwa”.
Contoh potongan berita yang lain: Saksi dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Chandra Irawan mengatakan kalau kubu Jokowi-Maruf maupun Prabowo-Sandiaga tidak keberatan untuk mengumumkan hasil rekapitulasi pemilu pada tanggal 21 Mei 2019 (“Saksi TKN: Kubu 01 & 02 Tak Keberatan Pengumuman Hasil Pemilu Maju”, Tirto, 21 Juni 2019). Mestinya, kata penghubung “kalau” dalam berita tersebut diganti dengan “bahwa”.
Menurut pemahaman penulis buku ini, “jika” dan variasinya, “kalau” dan “apabila”, adalah konjungsi yang berfungsi menandai syarat. Sementara itu, “bahwa” adalah kata penghubung yang berfungsi menyatakan penjelasan. Oleh karenanya, jika “bahwa” diganti dengan “jika”, sebuah kalimat akan menggantung, baik arti maupun intonasinya.
Kata “insentif” juga terkadang keliru dalam menempatkannya. Kita dapat melihat kata tersebut digunakan oleh pemerintah ketika menargetkan untuk membagikan kartu prakerja mulai Januari 2020. Melalui kartu itu pemerintah memberikan uang kepada pemegang kartu prakerja yang belum mendapatkan pekerjaan. Pemerintah menyebut uang tersebut sebagai “insentif” (hlm. 127).
Padahal, bila merujuk maknanya, insentif berarti “tambahan penghasilan untuk meningkatkan gairah kerja”. Maka, dalam konteks uang yang diberikan kepada pemegang kartu prakerja yang belum memperoleh pekerjaan, hanya kata “bantuan” yang cocok dipakai. Kata “bantuan” dulu pernah dipakai oleh pemerintah SBY dalam program Bantuan Langsung Tunai (hlm. 130).
Membaca buku “Perca-Perca Bahasa” karya Holy Adib yang diterbitkan oleh Diva Press ini, selain dapat menambah wawasan tentang cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar, juga mengajak kita agar lebih bangga menggunakan bahasa Indonesia daripada mengguanakan istilah berbahasa asing.
*Sam Edy Yuswanto, penulis lepas mukim di Kebumen.
Baca Juga
-
Buku Perjalanan ke Langit: Nasihat tentang Pentingnya Mengingat Kematian
-
Ulasan Buku Resep Kaya ala Orang Cina, Cara Menuju Kekayaan yang Berlimpah
-
Ulasan Buku "The Wisdom", Merenungi Kebijaksanaan Hidup
-
Tuhan Selalu Ada Bersama Kita dalam Buku "You Are Not Alone"
-
Ulasan Buku Setengah Jalan, Koleksi Esai Komedi untuk Para Calon Komika
Artikel Terkait
Ulasan
-
5 Komunitas Tur Jalan Kaki di Jogja yang Seru dan Bikin Kamu Makin Pintar
-
Kengerian Time Loop dalam Film Horor 'Until Dawn', Bikin Jantungan
-
Review Film Antiviral: Fans Fanatik yang Bawa Penyakit
-
4 Alasan Kenapa Kamu Harus Nonton Film Lilo and Stitch 2025
-
Loveliest Misfortune: Realita Pernikahan Jarak Jauh yang Bikin Baper
Terkini
-
Femisida dan Tantangan Penegakan Hukum yang Responsif Gender di Indonesia
-
Stand Out All Day dengan 5 Padu Padan Outfit Kasual ala Vanesha Prescilla
-
Akurat dan Mudah, Ini 7 Aplikasi Cek Spesifikasi Ponsel Android
-
Gelar Konser 2 Hari di Jakarta, Harga Tiket BLACKPINK Mulai Rp1,4 Juta!
-
Rowoon Siap Berangkat Wamil, Bakal Gelar Fanmeeting sebagai Perpisahan