Berani bahagia, buku self improvement karya Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama ini memiliki banyak sisi yang menarik untuk dikupas.
Berani Bahagia, bisa dibilang lanjutan dari buku sebelumnya yang berjudul Berani Tidak Disukai. Buku yang termasuk ke dalam salah satu genre self improvement ini menitikberatkan pada persoalan Psikologi Adler.
Sama seperti format pada buku sebelumnya, isi buku ini juga terdiri dari percakapan dan diskusi-diskusi asyik dan cukup berat antara seorang pemuda dan filsuf. Jika pemuda pada buku Berani Tidak Disukai benar-benar buta mengenai Teori Psikologi Adler, di buku ini ia kembali ‘menantang’ dan mencoba ‘menggugat’ sang filsuf dengan pemahaman atau bekal yang sudah ia ketahui.
Diceritakan bahwa setelah tiga tahun berlalu sejak si pemuda mencoba menerapkan ajaran Psikologi Adler dalam kehidupannya sebagai seorang pendidik dan pengajar, si pemuda tetap merasa bahwa apa yang diajarkan oleh sang filsuf tidak lebih sekadar teori belaka.
Permasalahan yang paling disorot dalam perdebatan antara si pemuda dan sang filsuf yang berkisar pada kehidupan pemuda dalam mendidik murid-muridnya. Ia mengaku berusaha menjalankan dan mempraktikkan anjuran sang filsuf, salah satunya adalah tentang mendidik tanpa memberikan pujian dan hukuman.
Seiring berjalannya diskusi yang semakin memanas, pembaca akan diajak pada satu waktu berpihak pada si pemuda, tetapi di lain waktu juga tidak bisa menyanggah atau menyangkal perkataan sang filsuf.
Kesan setelah membaca buku ini, secara pribadi, sama seperti membaca buku sebelumnya, ada beberapa poin yang benar-benar bertolak belakang dari apa yang aku ketahui selama ini. Tentang masa lalu yang tidak benar-benar ada, tentang definisi kebahagiaan yang berfokus pada hubungan dua orang atau kata singkatnya adalah ‘kita’.
Berani Bahagia, buku setebal 310 halaman ini benar-benar termasuk salah satu buku yang akan membuka wawasan serta memutarbalikkan apa yang kita anggap kita ketahui saat ini. Sang filsuf benar-benar datang dengan pemikiran yang sama sekali berbeda.
Gambaran si pemuda dengan segala pertanyaan dan usahanya dalam menyanggah pernyataan sang filsuf seakan-akan mewakili hati para pembaca sebelum sang filsuf menjelaskan lebih lanjut mengenai topik yang dibahas.
Baca buku ini jika kamu ingin melihat sesuatu dari sudut yang benar-benar berbeda.
Baca Juga
-
Ikuti Perjalanan Hampa Kehilangan Kenangan di Novel 'Polisi Kenangan'
-
3 Novel Legendaris Karya Penulis Indonesia, Ada Gadis Kretek hingga Lupus
-
Geram! Ayu Ting Ting Semprot Netizen yang Hujat Bilqis Nyanyi Lagu Korea
-
Haji Faisal Akui Sempat Syok dengan Konten Atta Halilintar yang Disebut Netizen Sentil Fuji
-
Outfit Bandara Seowon UNIS Jadi Sorotan, K-netz Perdebatkan Usia Debut
Artikel Terkait
-
Perca-Perca Bahasa: Persoalan Berbahasa yang Rumit
-
Keren! Pramugari Emirates Airline asal Solo Ini Sukses Terbitkan Buku Berjudul Better Me
-
6 Rahasia untuk Meningkatkan Kualitas Menulismu, Penulis atau Pemula Wajib Tahu!
-
Ketika Uang Menjadi Berhala dalam Buku Agama Saya Adalah Uang
-
Bikin Nyesek! Gegara Terendam Banjir, Dua Juta Buku Terbuang Jadi Sampah
Ulasan
-
Ulasan Drama Korea Salon de Holmes: Ketika Ibu-Ibu Kompleks Jadi Detektif Dadakan
-
Madame Wang Secret Garden: Kafe ala Studio Ghibli di Tengah Kota Malang!
-
Ulasan Buku Less is More, Sebuah Panduan Hidup Minimalis ala Jepang
-
Golden dari HUNTR/X, Lagu tentang Jadi Versi Terbaik dan Terus Bersinar
-
Tingkatkan Potensi dan Raih Mimpimu dalam Buku The Potential Dream
Terkini
-
Bendera One Piece Berkibar Jelang HUT RI, Saat Budaya Pop Jadi Simbol Perlawanan dan Kritik Sosial
-
6 Film Jepang di JFF Theater yang Tayang Agustus 2025, Legal dan Gratis!
-
Perintis vs Pewaris: Jalan Hidup yang Tak Sama, Beban yang Sama Berat?
-
Keren! Semua Episode Anime Takopi's Original Sin Dapat Rating 9 ke Atas
-
BRI Super League: Pelatih Fisik Persib Bandung Update Kondisi Cedera Saddil Ramdani