Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Sam Edy Yuswanto
Buku "Jomblo jangan menangis." (DocPribadi/SamEdyYuswanto)

Setiap orang berhak hidup bahagia, termasuk mereka yang masih hidup melajang atau jomblo. Mungkin bagi sebagian orang, kesendirian menjadi persoalan besar dan memusingkan. Mas Julaibib dalam buku ‘Jomblo Jangan Menangis’ mengajak kita untuk melihat kesendirian dari sudut pandang berbeda.

Kesendirian memang persoalan besar, tetapi kita melihatnya sebagai persoalan kecil. Kalau diibaratkan sedang melihat dengan cermin, kita melihatnya itu dengan cermin cekung. Biarpun sesuatu yang sedang dilihat berukuran agak besar, tapi ukurannya akan terlihat kecil. Kita mengartikan kesendirian sebagai sebuah anugerah yang begitu nikmat. Rasanya menyenangkan, menggembirakan, dan membahagiakan. Mungkin ini agak aneh, tidak masuk akal, dan ngawur. Tetapi inilah yang dinamakan seni (Jomblo Jangan Menangis, hlm. 10).

Hidup sendiri memang kadang terasa sepi. Hal ini tentu lumrah karena sejatinya setiap orang butuh pendamping hidup. Tetapi bila saat ini jodoh kita belum datang atau memang ada hal-hal yang menyebabkan kita masih melajang padahal usia sudah cukup matang, tak perlu merasa berkecil hati dan terkungkung dalam kesedihan. Bersedih memang manusiawi, tapi jangan sampai berlebihan.  

Bersedihlah, tapi sebentar saja. Tidak seharusnya kesedihan itu terus-menerus berada di dalam kesendirian. Memang, akan ada saatnya kesedihan itu datang, tapi ada saatnya pula kesedihan itu mesti dihapus. Kesedihan tidak boleh dibiarkan untuk terus menguasai hati. Itu bukan hal yang bagus. Kesendirian itu bukanlah suatu kesalahan yang perlu diratapi. Tak ada yang salah dengan kesendirian. Kesendirian memang ada dan itu sudah ada sejak lama, sejak kita lahir (Jomblo Jangan Menangis, hlm. 11).

Tak perlu merasa minder dan malu ketika melihat teman-teman sebaya sudah menikah. Kenapa mesti merasa malu? Kesendirian bukanlah alasan untuk merasa malu. Kalau ingin merasa malu, malulah kalau sudah menikah tetapi rumah tangganya tidak harmonis. Malu itu baik. Tapi kalau malunya karena masih sendiri, itu kurang baik, karena itu sama saja mempermalukan diri sendiri (Jomblo Jangan Menangis, hlm. 17).

Buku 'Jomblo Jangan Menangis' sangat penting dibaca oleh anak muda atau siapa saja yang saat ini masih hidup sendiri (menjomblo). Terbitnya buku ini adalah sebagai upaya penulis untuk memberikan obat penawar sekaligus obat pencegah agar anak muda tidak bersedih dalam kesendirian.  

Sam Edy Yuswanto, penulis lepas mukim di Kebumen.

Sam Edy Yuswanto