Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Sam Edy Yuswanto
Buku "Dua Permata Islam" karya Karimatul Amali (DocPribadi/SamEdy)

Buku berjudul “Dua Permata Islam” karya Karimatul Amali (Laksana, 2021) menguraikan sejarah hidup dua khalifah paling legendaris, yakni Umar bin Khathab dan Umar bin Abdul Aziz. Bisa dikatakan buku ini merupakan biografi singkat mereka berdua yang dapat dijadikan keteladanan kepemimpinan bagi para pemimpin negeri ini. 

Kisah hidup kedua “Umar” ini dicatat oleh sejarah dengan tinta emas. Keduanya adalah permata Islam, dan lewat keduanya cahaya risalah Rasulullah Saw. terpantulkan dan menerangi seluruh umat. Sungguh, sebuah keberuntungan yang amat besar bagi umat Islam bahwa Allah Swt. telah melahirkan dua sosok Umar ini ke dunia. Tanpa keduanya, mungkin sejarah peradaban Islam mundur beberapa langkah. Berkat keduanyalah Islam mengalami perkembangan yang pesat dari berbagai sisi (Dua Permata Islam, halaman 5).

Umar bin Khathab Ra. (584-644 M) adalah sosok yang gagah, bertubuh tinggi besar, berotot, pemberani, ditakuti lawan dan disegani kawan, bahkan setan pun takut padanya. Orang-orang memanggilnya Singa Padang Pasir. Sikapnya tegas, jeli dalam melihat mana yang benar dan mana yang salah, sehingga Nabi Muhammad Saw. menjulukinya Al-Faruq (orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan). Namun karakter tegas dan kerasnya itu tak mengalahkan jiwanya yang pengasih, penyayang, mudah bersimpati dan berempati kepada orang lain. Ia mudah menangis ketika Nabi membacakan sebuah ayat dalam al-Qur’an. Ia begitu terenyuh melihat rakyatnya yang kelaparan (Dua Permata Islam, halaman 12).

Dikisahkan, ketika Umar bin Khathab akhirnya masuk Islam, sontak menyebabkan masyarakat Makkah gempar. Sebab sosok yang dapat mereka andalkan untuk menentang Rasulullah Saw. justru telah menjadi bagian dari umat beliau. Masuknya Umar bin Khathab ke dalam Islam memiliki dua akibat yang sangat signifikan. Pertama, kaum Quraisy kian takut terhadap umat Islam. Kedua, umat Islam semakin berani dalam menghadapi penindasan kaum Quraisy (Dua Permata Islam, halaman 28).

Selanjutnya Umar bin Abdul Aziz. Dia juga layak dijadikan keteladanan oleh para pemimpin di negeri ini. Ia adalah cicit dari Umar bin Khathab Ra. Oleh karenanya, ia dianggap sebagai the next Umar bin Khathab Ra. Bukan hanya karena punya ikatan darah, tetapi karena kebijaksanaan, keadilan, kejujuran, serta kesederhanaan di antara keduanya hampir sama. Ia digambarkan sebagai sosok ‘paling salih dari yang tersalih’ dalam sejarah Daulah Umayah. Di dalam khazanah keilmuan Islam, ia dianggap sebagai mujaddid (pembaru Islam) pertama (Dua Permata Islam, halaman 91).

Terbitnya buku “Dua Pertama Islam” ini layak disambut gembira oleh para pembaca, sebagai salah satu bahan referensi yang berharga untuk membantu meningkatkan kualitas kepemimpinan kita. 

Sam Edy Yuswanto